Mursyidah Awaliyah adalah seorang TKW yang sudah lima tahun bekerja di luar negeri dan memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tanpa dia tahu ternyata suaminya menikah lagi diam-diam dengan mantan kekasihnya di masa sekolah. Suami Mursyidah membawa istri mudanya itu tinggal di rumah yang dibangun dari uang gaji Mursyidah dan bahkan semua biaya hidup suaminya dan juga istrinya itu dari gaji Mursyidah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasri Ani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KECURIGAAN GUNADI
Setelah dirawat selama empat hari di rumah sakit, akhirnya kondisi Mursyidah sudah mulai membaik. Dan selama itu pula Aini tidak masuk kuliah, dia selalu menunggui kakaknya itu. Mursyidah pun sudah diperbolehkan untuk pulang.
Saat ini Mursyidah merasa badannya sudah benar-benar pulih dan dia berencana unutk mengantarkan adiknya sampai ke tampat kos adiknya tersebut. Namun, sebelumnya Mursyidah akan mampir dulu ke pesantren untuk menjemput Amar. Mursyidah ingin anaknya itu ikut serta.
Selesai bersiap-siap mereka pun berangkat. Tidak memakan waktu lama mereka sudah sampai di pesantren tempat Amar menimba ilmu. Anak lelaki itu sudah menunggu kedatangan tante dan ibunya. Amar yang sejak semalam sudah diberitahu bahwa akan dijemput, menunggu di ruang tunggu yang tidak jauh dari pos satpam.
Mobil yang yang di sewa Mursyidah hanya berhenti sebentar, setelah Amar masuk dan mereka berpamitan pada petugas yang berjaga mobil pun kembali melaju. Kali ini Mursyidah tidak menyewa mobil pak Paiman karena sudah lebih dulu ada penumpang lain yang memakai mobil tersebut karena itulah mereka tidak bisa singgah dulu dan bersilahturahmi di pesantren.
Tidak berselang lama mobil yang di sewa Mursyidah meninggalkan pesantren, sebuah motor NMAX berhenti di depan pos sekuriti. Gunadi membuka helm di kepalanya lalu menyapa sekuriti yang berjaga.
"Waalaikumsalam... Maaf bapak siapa dan mau bertemu dengan siapa?"
Petugas sekuriti itu tidak mengenali Gunadi selain dia baru bertugas, Gunadi pun memang jarang datang menengok anaknya. Gunadi baru dua kali datang ke pesantren. Yang pertama saat mendaftarkan Amar dan yang kedua saat mengambil rapor pertama Amar, itu pun karena dipaksa oleh Mursyidah karena istrinya itu sangat kangen dengan anak mereka dan ingin melakukan panggilan video.
"Saya Gunadi, bapaknya Amar. Bisa saya bertemu Amar?"
"Amar? Baru saja dijemput tante dan ibunya, katanya mereka mau berlibur," jawab sekuriti menerangkan yang membuat Gunadi terkejut seketika.
"Tante dan ibunya? Maksud anda siapa?"
"Mbak Aini dan eee..." Sekuriti diam sejenak berpikir.
Dia tidak terlalu ingat nama Mursyidah yang tadi disebutkan oleh Aini.
"Aduh saya lupa namanya, tapi saya ingat wajahnya meskipun saya hanya melihat sekilas. Dia wanita yang
Sangat cantik." Sekuriti itu memutar bola matanya ke atas kembali berpikir. "Oh ya namanya Ussy.. ya, mbak Ussy."
Gunadi sudah kembali memakai helm, dia tidak mau mendengarkan ocehan sekuriti itu yang menurutnya hanya membuang-buang waktunya saja. Sejak kapan nama istrinya Ussy dan istrinya itu pun saat ini sedang bekerja di luar negeri. Dan apa tadi katanya? Sangat cantik? Gunadi tersenyum miring sambil menggelengkan kepalanya.
Motor Gunadi melaju meninggalkan pesantran, saat ini tujuannya adalah rumah orangtua Mursyidah. Dia yakin Aini dan Amar pasti sedang menuju ke sana, sekaligus juga Gunadi ingin bertemu dengan perempuan yang disebutkan oleh sekuriti adalah ibu Amar dan tentu saja itu istrinya. Siapa tadi namanya? Ussy? Sejak kapan Mursyidah berganti nama menjadi Ussy? Bukankah Aini memanggil kakaknya itu dengan sebutan mbak Aliya.
Gunadi sampai di depan rumah ibu Mursyidah.
Rumah itu masih seperti saat Gunadi terakhir datang dulu, ketika pemakaman ibu Mursyidah. Rumah batu yang sudah hampir selesai pembangunannya. Gunadi mengamati rumah yang tampak bersih dan terawat itu, sepi tidak ada siapa-siapa. Kemanakah Aini dan Amar? Bukankah seharusnya mereka lebih dulu sampai? Gunadi mengamati sekeliling lalu menghampiri Zafira yang sedang menunggu padi neneknya yang terjemur.
"Hei bocah, yang punya rumah ini kemana!?" Gunadi menunjuk rumah ibu Mursyidah. Zafira yang tidak
Mengenal Gunadi hanya diam mengamati lelaki itu tidak memberikan jawaban sama sekali. Ada rasa takut di dirinya jika lelaki yang sedang bertanya padanya itu adalah orang jahat.
Mbok Walijah yang mendengar suara motor berhenti di depan rumahnya buru-buru keluar. Tidak mungkin jika itu Mursyidah dan Aini, karena kedua kakak beradik itu baru saja berangkat ke kota. Mbok Walijah khawatir ada sesuatu yang terjadi karena jarang-jarang ada yang datang ke rumahnya. Wanita yang sudah sepuh tersebut terkejut melihat kedatangan Gunadi. Jantungnya berdetak cepat. Ada apa Gunadi datang ke sini? Apa dia tahu jika Mursyidah sudah pulang?
"Ada keperluan apa kamu ke sini?" tanya mbok Walijah dingin dan ketus. Matanya menatap curiga sekaligus juga waspada pada Gunadi.
"Ini rumah istri saya, tentu saja ada keperluan saya datang ke sini!" jawab Gunadi tidak kalah ketus.
"Kamu masih menyebutnya istri setelah kamu mengkhianatinya dan berselingkuh dengan janda mantan pacar kamu itu. kalau saja Aliyah tau dia pasti akan menuntut cerai darimu!" serang mbok Walijah dengan amarah yang tertahan. Jangan sampai dia meledak dan memaki lelaki brengsek itu. Jangan sampai kedatangan Mursyidah di ketahui oleh Gunadi dari kata-katanya.
"Heh wanita tua! Kamu bukan siapa-siapa, jangan ikut campur urusan keluarga kami! Mana Aini dan Amar!?"
Tanya Gunadi dengan membentak.
"Kamu bilang saya bukan siapa-siapa tapi kamu menanyakan keluargamu padaku." Mbok Walijah tersenyum mengejek.
"Harusnya kau sudah tau kemana mereka." Mbok Walijah berjalan hendak masuk ke dalam rumah menyusul Zafira yang sudah lebih dulu masuk.
"Kapan Aliya pulang?!"
Mbok Walijah berhenti mendengar teriakan Gunadi, ia merasa pertanyaan itu adalah jebakan untuknya.
"Kenapa kau bertanya seperti itu? Harusnya kamu tau jika istrimu sudah pulang, bukankah dia pulang ke rumah suaminya? Suami macam apa kamu tidak tau tentang istrinya sendiri?"
Mbok Walijah meneruskan langkahnya masuk ke dalam rumah lalu menutup pintu tanpa mempedulikan Gunadi sama sekali. Pria itu masih berdiri mematung menatap kesal punggung mbok Walijah yang menghilang di balik pintu.
Gunadi menghampiri motornya dan berniat menyalakannya. Tetiba dia teringat Aini lalu menelepon adik iparnya tersebut. Nada sambung terdengar beberapa kali, tapi belum diangkat.
Saat itu Aini sedang dalam mobil bersama Mursyidah kakaknya dan juga Amar sang keponakan. Mereka dalam perjalanan menuju kota sebelah di mana Aini berkuliah.
"Telepon dari siapa Aini? Diangkat saja!"
Mursyidah menoleh ke kursi belakang tempat duduk Aini dan Amar. Aini mendongak melihat pada Mursyidah setelah menatap ponselnya sejenak.
"Dari mas Gun, suamimu mbak," jawab Aini setengah panik.
"Tenangkan dirimu, lalu angkat teleponnya. Jangan beritahu jika mbak udah pulang." Aini menganggukkan kepalanya kemudian menarik napas panjang, lalu menggeser simbol yang berwarna hijau.
"Halo Assalamualaikum..." Sapa Aini saat telpon tersambung.
"Aini, kamu lagi sama Amar?" Gunadi tidak menjawab salam Aini. Lelaki itu langsung menanyakan keberadaan Amar anaknya. Aini yang saat itu tidak siap dengan pertanyaan Gunadi langsung mengiyakan.
"Iy iya mas," jawabnya agak gugup. Aini mengatur napasnya menunggu pertanyaan selanjutnya yang mungkin juga di luar perkiraannya.
"Ussy itu siapa?" tanya Gunadi lagi.
"Ooh mbak Ussy, dia kakak angkatku mas," jelas Aini.
"Ubah ke panggilan video!" Pinta Gunadi.
Aini menerima perubahan panggilan video itu atas izin Mursyidah. Gadis itu memperlihatkan Amar yang duduk di sampingnya. Bocah delapan tahun itu sedang
Melihat keluar, asyik melihat indahnya pemandangan jalan. Amar baru sekali ini pergi ke luar kota, jadi sangat antusias sekali. Dia tidak begitu peduli dengan Aini yang menerima telepon.
"Mar, bapak kamu." Aini menunjukkan layar ponselnya pada Amar. Gunadi melihat putranya itu hanya menoleh sebentar lalu kembali asyik menikmati indahnya pemandangan di sepanjang jalan.
"Mbak Ussy itu sedang bersama kalian?" tanya Gunadi penasaran.
"Iya mas." Aini mengatur kamera belakang. Tampak Mursyidah yang duduk di sebelah sopir. Wanita yang berhijab dan berkacamata hitam itu sedang menatap lurus ke depan hingga wajahnya hanya terlihat sampingnya saja. Gunadi memperhatikan wanita muslimah yang seperti dari kalangan kelas atas.
"Sudah ya mas Gun, nggak enak sama mbak Ussy nya. Dia mau mengajak Amar jalan-jalan karena sudah menganggap Amar sebagai anaknya sendiri."
Aini menutup panggilan telepon setelah mendapat anggukan dari Gunadi. Gadis itu menarik napas lega. Semoga saja Gunadi tidak curiga dengan kebohongannya.
Gunadi memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ternyata kecurigaan yang ada di hatinya tidak berdasar. Wanita yang tadi yang diperlihatkan oleh Aini bukanlah Mursyidah seperti dugaannya. Gunadi menyalakan mesin motornya menuju ke rumahnya.
Mungkin lain kali dia akan berkenalan dengan wanita cantik bernama Ussy tersebut. Bukankah dia sudah menganggap Amar seperti anaknya sendiri? Gunadi bergumam sendiri dalam hati.
aku suka cerita halu yg realitis.