Istri Pengganti

Suasana dalam mobil menjadi hening setelah Leon melepaskan Anna. Nafas keduanya memburu setelah ciuman yang berlangsung lama itu. Bibir Anna tampak bengkak dan merah akibat perbuatan Leon. Perasaan keduanya bercampur aduk. Anna hanya diam saja, tidak berani melirik ke arah Leon. Sementara ekor mata pria itu melirik Anna. Meski ia menyesal telah melakukan hal sejauh itu, namun kenikmatan yang dia rasakan baru saja terlalu menyenangkan. Ingin rasanya merasakan bibir itu lagi.

"Kenapa?" bibir gadis itu akhirnya bergerak.

"Anna, maaf. Aku kehilangan kendali."

"Jangan bilang kau mengira aku adalah Kak Laura." Anna terlihat muram.

"Tidak. Aku sadar orang yang kucium adalah kau, bukan Laura." jawab Leon.

"Dan kau melupakannya dalam sekejap? Apakah kau tahu apa yang sudah kau lakukan?" Anna marah karena pria itu tidak bisa memegang ucapannya. Bukankah Leon hanya mencintai Laura? Tapi kenapa Leon melakukan hal ini? Apakah pria yang memiliki wanita yang dia cinta sanggup mencium wanita lain?

"Aku memang membenci Kak Laura, tetapi aku juga tidak suka laki-laki pengkhianat. Kau baru saja mengkhianati Kak Laura. Apakah kau sadar itu?"

Leon terlihat frustasi mendengar fakta yang keluar dari mulut Anna. Ya, semua itu benar. Ia telah mengkhianati Laura. Bagaimana jadinya jika sampai Laura tahu perbuatannya di belakangnya?

Melihat Leon yang kebingungan Anna membuka seat beltnya. "Aku akan pulang naik taksi." ucapnya, kemudian keluar dari mobil.

Keesokan harinya, Leon menghubungi perusahaan detektif yang dia tugaskan untuk mencari Laura. Ia memerintahkan agar pencarian Anna dihentikan.

Anna tidak diculik, dia pergi atas kemauannya sendiri. Jika Laura mencintainya, dia tidak akan pergi meninggalkannya di hari pernikahan dan membuatnya malu. Jika Laura mencintainya, dia pasti akan kembali dan memberinya penjelasan. Namun sudah lima bulan, Laura pergi dan belum kembali. Leon menganggap Laura tidak mencintainya lagi. Leon tidak bisa menjamin Laura tidak mengkhianatinya di luar sana.

Leon sudah memutuskan tidak akan mencari Laura lagi. Jika suatu saat nanti Laura kembali, ia akan memutuskan apakah wanita itu pantas dimaafkan. Untuk saat ini pikirannya hanya tertuju pada Anna. Gadis itu terlalu menarik untuk dilewatkan.

"Leon menghentikan pencarian Laura?" Diana cukup kaget mendengar cerita Baron. "Wah, sepertinya Anna berhasil menaklukkan hati anak kita." Diana terkekeh. Tentu ia senang mendengar itu.

"Tapi aku takut perasaan Leon pada Anna hanya perasaan sesaat. Leon penasaran pada Anna dan mengira bahwa itu adalah cinta." sela Baron. Pria paruh baya itu selalu memperkirakan semua hal.

"Benar juga, kasihan sekali Anna jika memang Leon hanya penasaran."

"Tapi tenang saja, mudah untuk membuat Leon sadar."

Diana ingin tahu, "Bagaimana caranya?"

"Apakah kau masih ingat ketika kau meninggalkanku dulu?"

Diana mengingat kenangan mereka sewaktu muda, "Tentu saja. Kau seperti orang gila saat itu. Mabuk-mabukan, tidak terurus dan tempramental."

"Itu karena aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa kehilangan dirimu. Dan hal yang sama akan terjadi pada Leon jika dia memang benar-benar mencintai Anna."

Diana akhirnya paham. "Tetapi Leon tidak seperti kau ketika Laura meninggalkannya. Itu berarti..."

"Cinta Leon pada Laura tidak sedalam itu." Baron melanjutkan kalimat istrinya.

"Percintaan anak muda ini sangat menghibur masa tuaku yang membosankan ini. Dan aku tidak sabar menunggu kemunculan Laura." Diana terkekeh.

Sejak kejadian itu, Anna tidak ingin bertemu Leon lagi. Selain merasa canggung, ia juga tidak ingin Leon bertindak lebih jauh padanya yang aka membuatnya kesulitan meninggalkan rumah ini. Meski begitu, ciuman Leon waktu itu masih membekas di ingatannya. Itu adalah ciuman pertamanya. Dan Leon mencurinya dengan paksa. Meski begitu, ciuman pertama itu sangat berkesan. Leon yang sudah berpengalaman begitu mahir melakukannya.

"Astaga." Anna menggelengkan kepalanya karena mengingat kejadian itu lagi.

Hari sudah malam dan ia melewatkan makan malamnya karena tidak ingin bertemu dengan Leon. Dan Anna ingat, harusnya malam ini adalah jadwal belajar piano dengan pria itu.

Yang Anna takutkan akhirnya tiba, pintu kamarnya diketuk dan suara Leon terdengar. Anna membuka pintu dan Leon ada di sana membawa nampan berisi makan malam untuknya. "Kenapa tidak turun makan malam?" pria itu pria itu masuk ke dalam kamar meletakkan nampan di atas nakas di samping tempat tidur.

"Makanlah."

"Terima kasih. Aku akan makan." Anna masih berdiri di pintu, "Kau tidak keluar?"

Leon mengangkat alisnya, dia merasakan penolakan Anna dan itu membuatnya tersinggung. "Kau tidak senang aku di sini?"

"Bukan begitu, tapi seharusnya kita menjaga jarak saja. Aku tidak mau terjadi lagi yang tidak diinginkan. Tetaplah bersikap ketus padaku seperti dulu sampai Kak Laura kembali."

Leon menatap gadis itu lekat, membiarkannya mengucapkan isi hatinya.

"Dan juga aku tidak ingin belajar bermain piano lagi. Aku akan mengatur jadwal yang baru dengan Luke."

Mendengar nama pria asing membuat Leon akhirnya terpancing. Pria itu dibakar api cemburu. "Luke? Kita membahas ini lagi?" Leon melangkah perlahan menuju Anna. Ia meraih Anna, menutup pintu kemudian menyudutkan Anna di belakang pintu kamar.

"Anna, kenapa kau jadi suka melawanku hem?" jarak tubuh mereka hanya beberapa centi membuat wajah mereka nyaris bersentuhan. Leon sengaja menghembuskan nafasnya di wajah gadis itu. Ia mengunci tangan Anna yang berusaha mendorongnya.

"Kau yang membuatku seperti ini Anna? Ketulusanmu membuatku tidak berhenti memikirkanmu. Aku tidak tahu perasaan apa yang kumiliki padamu saat ini, tetapi yang penting aku ingin kau selalu di sampingku. Aku tidak suka kau membicarakan pria lain di hadapanku." wajah Leon yang serius malah mengintimidasi Anna. Gadis itu kesulitan bicara.

"Leon..."

"Ssh..." Leon mendesis tidak senang. "Kau memanggil David begitu sopan, sementara aku yang juga jauh di atas usiamu kau panggil namaku sesuka hatimu. Kau sangat mengesalkan Anna."

Karena Anna menundukkan kepalanya, ia meraih dagu gadis itu, mengangkat kepalanya agar wajah mereka bertemu.

"Jangan melarangku menjauh darimu karena itu tidak akan terjadi. Biarkan semua berjalan sebagaimana mestinya sampai waktu yang membuktikan."

"Tapi Kak Laura?"

Belum sempat Anna melanjutkan ucapannya, Leon sudah memotong, "Jangan pikirkan dia. Jika dia mencintaiku dia tidak akan sanggup meninggalkanku. Dia yang memberiku peluang dekat denganmu dan ini semua adalah konsekuensi yang harus dia terima."

Ucapan Leon ada benarnya juga. Tetapi Anna tidak ingin terjebak dalam hubungan kakak tirinya itu. Jika memang harus jatuh cinta, Leon bukanlah laki-laki yang tepat.

"Aku tidak mau Leon. Terlepas bahwa kau adalah kekasih Kak Laura, aku tidak ingin memiliki hubungan apapun denganmu." itu adalah sebuah penolakan yang membuat Leon kecewa.