NovelToon NovelToon
JODOH WASIAT DEMANG

JODOH WASIAT DEMANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:649
Nilai: 5
Nama Author: DUOELFA

"Genduk Mara, putu nayune Simbah Demang. Tak perlulah engkau mengetahui jati diriku yang sebenarnya. Aku ingin anak turunku kelak tidak terlalu membanggakan para leluhurnya hingga ia lupa untuk selalu berusaha membangun kehidupannya sendiri. Tak ada yang perlu dibanggakan dari simbah Demangmu yang hanya seorang putra dari perempuan biasa yang secara kebetulan menjadi selir di kerajaan Majapahit. Kuharapkan di masa sekarang ini, engkau menjadi pribadi yang kuat karena engkau mengemban amanah dariku yaitu menerima perjodohan dari trah selir kerajaan Ngayogyakarta. Inilah mimpi untukmu, agar engkau mengetahui semua seluk beluk perjodohan ini dengan terperinci agar tidak terjadi kesalahpahaman. Satu hal yang harus kamu tahu Genduk Mara, putuku. Simbah Demang sudah berusaha menolak perjodohan karena trah mereka lebih unggul. Tapi ternyata ini berakibat fatal bagi seluruh keturunanku kelak. Maafkanlah mbah Demang ya Nduk," ucap Mbah Demang padaku seraya mengatupkan kedua tangannya padaku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16

Bukankah kemeja hitam itu baju kesukaan Raden? Aku tak ingin baju itu hanyut di sungai," jelas Lastri pada pemuda yang tengah memeluknya. 

"Kemeja masih bisa kubeli lagi dipasar, atau bila sewaktu-waktu aku ke Dhaha, atau bila aku ke Japan. Atau aku bisa saja meminta seorang penjahit membuatkan baju yang serupa. Kemeja seperti itu banyak dipasar. Aku juga sudah mengatakan hal ini saat aku menyobek jarikku saat aku menutup tanganmu yang memerah kala itu. Apa kamu masih tidak ingat perkataanku? Barang masih bisa kucari atau kubeli lagi. Tapi bila aku sampai kehilangan kamu, aku harus cari kemana lagi? Kamu nggak ada di pasar manapun. Kamu nggak dijual ditoko manapun. Kamu itu nggak ada gantinya. Aku mohon mengertilah, Lastri. Dengan melihatmu hanyut di sungai tadi menunjukkan satu hal padaku bahwa aku sungguh sangat takut kehilangan kamu. Juga menunjukkan bahwa aku mencintaimu. Aku tak sanggup bila harus kehilangan kamu," bisik raden mas Demang di telinga Lastri.

Raden Mas Demang berkata dengan berbisik ditelinga lastri. Ternyata mereka berdua memiliki rasa yang sama yaitu rasa cinta dan takut kehilangan. 

"Tapi Raden... "

"Tidak ada kata tapi. Dengarkanlah saja perkataanku. Jangan menyangkalnya."

Hati mereka berdua terasa menghangat, meski dalam balutan pakaian mereka yang begitu basah karena air sungai.

"Diamlah sebentar saja dalam dekapanku. Hatiku begitu tenang setelah melihatmu siuman," bisik raden mas Demang. 

Setelah merasa tenang, raden mas Demang melepaskan pelukannya. Wajah semburat merah begitu kentara di wajah keduanya, raden dan lastri.

"Raden, raden," panggil Paijo pada tuannya. 

"Aku neng kene jo," seru raden mas Demang menjawab panggilan jongosnya.

Sesampainya di depan raden mas Demang, Paijo menatap keduanya yang masih terasa malu. 

"Pedatine iso cerak kene ora?" Tanya raden mas Demang mengalihkan suasana. 

"Saged raden. Dibawah bok seseg tadi yang lewat malah kemejanya raden."

"Baju iku berarti iseh rezekiku."

Raden terlihat berdiri dan membopong Lastri ke pedati. 

"Jangan bopong saya raden. Saya bisa sendiri," tolak Lastri. 

"Sttt, diamlah. Kamu hanya cukup diam dan menuruti perkataanku."

Raden mas Demang membopong Lastri dari pinggir sungai hingga ke pedati.

"Jo, tolong jupuken kudaku sing sanding kali ya. Aku tak gawe pedatimu iki," izin raden pada jongosnya. 

"Inggih raden."

Sesampainya di rumah, raden mas Demang membopong Lastri ke arah kamar mandi. Mbah ibu terkaget melihat Lastri yang dibopong oleh raden. Ia meminta gadis itu segera mandi. 

"Lastri kenapa Lee?" mbah Ibu penasaran. 

"Lastri hanyut di sungai. Besok-besok lagi gak usah meminta tolong Lastri menyucikan baju saya bu. Dia nyuci baju pasti ke sungai karena nggak kuat ngangsu."

"Iya lee. mbah ibu minta maaf."

"Mbah ibu mboten lepat. Dalem masih bisa mencuci baju sendiri bu. Dalem nggak mau Lastri seperti hanyut lagi."

"Oalah. Tadi kukira dia nyuci di surau. Biasanya yang ngangsu kan Paijo."

"Perempuan itu sungkanan. Malu kalau mau minta tolong."

"Oalah. Bocah-bocah."

Raden mas Demang mengambil baju Lastri di surau. Saat mengambil baju, tangannya tak sengaja menyenggol dompet kain serut berwarna hitam yang berisi seratus keping uang gobog. Uang yang diberikan oleh raden mas Demang saat batalnya acara buka selambu Lastri kala itu. Dihitungnya uang itu dan ternyata masih utuh. 

"Mengapa kamu tak menggunakan uang ini Lastri?" batin raden mas Demang.

Raden segera kembali ke rumah menuju ke kamar mandi. Kemudian membuat teh manis agar tubuh Lastri tidak merasa kedinginan. 

"Ini bajumu. Segeralah berganti biar tidak kedinginan."

"Inggih raden."

"Tunggu aku di dapur dan minum teh yang telah kusiapkan di meja."

Raden mas Demang terdengar  mulai mengguyur tubuhnya di kamar mandi. Lastri menyesap teh hangat buatan raden yang terasa terlalu manis baginya.

"Kenapa? Apa tehnya nggak enak?"

"Ini terlalu manis raden."

"Apa perlu kubuatkan teh lagi yang tidak terlalu manis? Maaf aku kurang begitu tahu selera minum tehmu seperti apa."

"Tidak perlu raden."

Raden kembali membopong Lastri ke sentong sebelah kanan. Gadis itu terlihat sangat malu berada dalam dekapan raden mas Demang. 

"Untuk sementara ini, kamu tidur di bale dulu sama Mbah Ibu agar aku mudah melihat keadaanmu pagi, siang dan malam hari. Kalau kamu tinggal di surau, aku sungkan bila dilihat oleh orang-orang yang akan melakukan salat. Batin mereka, raden mas demang ini, niatnya mau salat atau mengurusi orang sakit? Aku tidak tidur di bale. Jadi kamu tenang saja. Aku dan Paijo biasa tidur di sentong yang ada di dapur. Paijo di sentong bagian kiri. Sedangkan aku di sentong bagian kanan, dekat dengan teras dapur. Aku mudah dibangunkan, kalau nggak terlalu kecapean. Kalau kecapekan...."

"Kalau kecapekan, raden mas Demang itu sangat sudah dibangunkan. Digugah ping ra kaping ora tangi blas kui Nduk," seloroh Mbah Ibu yang membuat Lastri tersenyum.

Tak Seberapa lama kemudian Lastri telah beristirahat di sentong. Raden Mas Demang bergegas mengambil baju dipedati dan mencucinya di surau agar tidak mengganggu istirahat kedua perempuan itu 

Setelah selesai mencuci, raden mas Demang memasak makanan untuk seluruh anggota rumah, mengingat Mbah ibu dan Lastri sakit secara bersamaan. Ia memasak makanan dengan menu sederhana yaitu nasi beras dicampur jagung, bening bayam dicampur dengan jagung muda serta perkedel dari singkong. Tak lupa pula ia merebus singkong untuk camilan bila si sakit tidak suka makanan berat dan sebagai hidangan teman minum teh. Tak lupa ia membuat teh hangat untuk kedua perempuan tersebut. Ia juga membuat secangkir kopi untuk Paijo karena jongosnya tidak suka teh.

"Jo, makanannya sudah siap di dapur," beritahu raden pada jongosnya yang berada di sentong dapur. 

"Inggih raden. Akhirnya saya bisa merasakan masakan raden mas Demang."

"Guayamu. Age ndang maem."

Saat semua sudah siap, ia membawa makanan ke sentong Lastri. Dilihatnya perempuan itu masih terlelap. 

Raden mas Demang juga mengantarkan makanan ke sentong mbah Ibu. 

"Mbah Ibu, dalem ingin bicara sesuatu. Apa mbah Ibu masih merasa sakit atau tidak? Bila mbah ibu masih sakit, dalem urungkan saja pembicaraan ini," kata raden mas Demang.

"Mbah Ibu sudah tidak terlalu sakit Lee. Apa Ada sesuatu yang penting Raden?" telisik mbah ibu.

Raden Mas Demang terlihat menghela nafas sejenak untuk menghalau perasaan gundahnya

"Kemarin lusa, ada surat dari Japan. Surat dari Putra selir I yang berisi memintaku untuk menikahi saudara jauhnya, Raden Ayu Ratna. Mbah Ibu sudah tahu kan perangai gadis itu seperti apa? Sebenarnya dalem ingin menolak perjodohan ini. Tapi mereka tahu bahwa dalem belum menikah. Mereka pasti akan memaksaku untuk menikahi perempuan itu. Sungguh dalem tidak menyukai perempuan itu mbah ibu," jelas raden mas Demang. 

"Apakah kamu ingin menikah  dengan perempuan lain? Segeralah menikah agar tidak ada paksaan dari Putra Selir I padamu," selidik mbah ibu yang sudah tahu alur perkataan anaknya itu akan ke arah mana.

"Sebenarnya, dalem ingin menikah dengan Lastri. Hari ini, saat ini di sungai, saat Lastri hanyut di sungai, dalem merasakan hal yang berbeda. Dalem takut kehilangan perempuan itu."

Mbah ibu tersenyum karena putra semata wayangnya memiliki keinginan untuk menikah setelah sekian lama. 

"Segeralah nikahi perempuan itu. Dia perempuan yang baik. Mbah ibu lihat, dia juga mencintaimu."

Wajah Raden Mas Demang semburat merah tanda malu. Mbah ibu tersenyum melihat putranya tersebut. 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!