Ivana Joevanca, seorang wanita ceria dan penuh ide-ide licik, terpaksa menikah dengan Calix Theodore, seorang CEO tampan kaya raya namun sangat dingin dan kaku, karena tuntutan keluarga. Pernikahan ini awalnya penuh dengan ketidakcocokan dan pertengkaran lucu. Namun, di balik kekacauan dan kesalahpahaman, muncul percikan-percikan cinta yang tak terduga. Mereka harus belajar untuk saling memahami dan menghargai, sambil menghadapi berbagai tantangan dan komedi situasi yang menggelitik. Rahasia kecil dan intrik yang menguras emosi akan menambah bumbu cerita.
“Ayo bercerai. Aku … sudah terlalu lama menjadi bebanmu.”
Nada suara Ivy bergetar, namun matanya menatap penuh keteguhan. Tidak ada tangis, hanya kelelahan yang dalam.
Apa jadinya jika rumah tangga yang tak dibangun dengan cinta … perlahan jadi tempat pulang? Bagaimana jika pernikahan ini hanyalah panggung, dan mereka akhirnya lupa berpura-pura?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Harapan yang Terselubung
Matahari menembus tirai kamar, membiaskan cahaya hangat. Ivy membuka mata perlahan, mendapati sisi tempat tidur kosong. Selimut di sebelahnya sudah rapi, tanda Calix bangun lebih dulu.
Langkah kaki pelan terdengar dari walk in closet. Pintu terbuka, menampilkan sosok Calix yang segar dengan kemeja putih dan dasi rapi. Seperti biasa — bersiap untuk menjadi budak kerja.
"Sudah bangun?" Suaranya datar, khas. Bukannya menjawab, Ivy justru malah melenguh malas sambil menaikkan selimutnya.
"Sudah waktunya bekerja, Nona manja," katanya lagi sambil melihat jam tangannya.
Tidak ada jawaban dari wanita di bawah selimut. Calix menatap santai, telah terbiasa dengan segala kebiasaan menyebalkan istrinya tersebut. Meski begitu tangannya meraih ponsel di atas meja dan mencari nomor seseorang.
"Trevor, bereskan meja Ivy —"
"AKHHHH AKU BANGUN!" potong Ivy berteriak, menyibak selimutnya dengan wajah cemberut. "Dasar kejam! Masa kau mau memecat istrimu sendiri!"
"Aku tidak toleransi dengan kemalasan, meskipun itu istriku," ujarnya tanpa rasa bersalah.
"Gendong aku." Merentangkan tangannya, menunggu.
"Ingin ku mandikan sekalian?"
Ivy langsung mendelik, pipinya mengembung. “Siapa juga yang minta dimandikan?! Dasar mesum!”
Calix hanya menaikkan satu alis, ekspresinya tetap datar. “Lalu?”
“Lalu apa? Gendong aku, cepat!” Ivy menggerak-gerakkan tangannya, setengah menuntut setengah ngambek.
Bukannya langsung menuruti, Calix malah menunduk memungut jas kerjanya. “Kalau begitu cepat jalan sendiri. Aku tidak ada waktu meladeni rengekan pagi-pagi begini.”
“HAH?!” Ivy bersuara lebih keras, lalu melompat turun dari ranjang. Rambutnya masih berantakan, wajahnya masam, tapi ia tetap mengejar Calix yang sudah melangkah menuju pintu. "Bereskan saja mejaku sana! Si Angela itu pasti kegirangan melihatku tidak ada. Menyebalkan!"
Calix berhenti, menoleh perlahan. Tatapannya dingin, tapi ada sinar samar di matanya yang nyaris menyerupai senyum. “Kau selalu bilang aku menyebalkan. Tapi tidak pernah berhenti merepotkanku.”
Ivy tertegun sesaat, lalu cepat-cepat menutupi wajahnya dengan tangan. “Itu … itu karena aku hanya punya kau!”
Kali ini Calix yang tertegun. Hal tersebut mengingatkan Calix pada kejadian semalam. Ada rasa tidak nyaman di dada. Bukan marah pada Ivy, tapi pada kenyataan bahwa wanita itu harus menanggung beban sendirian — bahkan dari keluarganya sendiri.
Hening sesaat, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar. Ivy yang merasa malu karena kelepasan bicara, buru-buru berbalik badan, pura-pura sibuk merapikan rambutnya yang kusut.
“Lupakan! Aku hanya sedang mengantuk!” katanya cepat, pipinya merona.
Calix menghela napas pelan, menahan senyum yang hampir muncul. Ia melangkah mendekat, lalu tanpa peringatan menarik pergelangan tangan Ivy. Tubuh mungil itu terseret sedikit ke arahnya.
“Kalau hanya aku yang kau punya …” Suaranya rendah, dingin tapi penuh tekanan samar. “…jangan pernah menyebutku kejam lagi.”
Ivy menoleh, wajahnya makin merah. “Aku — aku tetap akan bilang kau kejam! Karena kau memang begitu!”
Calix mendekatkan wajahnya, jarak mereka hanya beberapa inci. “Menyebalkan.” Ia berbisik datar, tapi genggamannya justru menguat, seolah enggan melepaskannya.
Ivy membuang wajah, jantungnya berdebar tidak karuan. “Ya sudah! Aku memang menyebalkan. Puas?!”
Alih-alih menjawab, Calix tiba-tiba mengangkatnya dalam gendongan bridal style. Ivy menjerit kecil, memukuli bahunya dengan gemas.
“AAAAH! Kau ini kenapa sih?!”
“Bukankah kau ingin digendong?” Calix menjawab tenang, melangkah menuju kamar mandi seakan semua itu wajar.
“Bukannya kau tadi tidak mau?!"
"Kau pikir ini gratis?"
"Apa?" Ivy bertanya bingung.
"Bayar dengan tubuhmu," kata Calix dengan sedikit senyum kecil di sudut bibirnya.
"Cu — curang!" Ivy merona, wajahnya merah padam karena malu. Padahal bukan hal baru, tapi mengapa rasanya berbeda sekarang?
Calix menunduk sedikit, memperhatikan ekspresi istrinya yang meledak-ledak.
"Aku akan tetap di sini, jadi jangan pergi kemana pun," kata Calix lagi setelah menurunkannya di bathup.
"Ya?" Ivy mendongak, terperangkap oleh tatapan dingin yang justru terasa hangat entah kenapa. Degup jantungnya semakin kacau sehingga ia buru-buru memalingkan wajahnya.
Calix menekan keningnya dengan jari telunjuk miliknya. "Jangan pikirkan hal yang tidak perlu karena aku tidak akan pernah membiarkanmu keluar dari rumah kita."
Rumah kita?
Ivy terdiam, matanya membelalak. Jantungnya seolah berhenti berdetak sesaat, lalu berdentum semakin keras.
Untuk pertama kalinya sejak lama, secercah harapan kecil muncul di dadanya — harapan yang membuat Ivy takut, tapi sekaligus enggan melepaskannya.
"Kau — kau tahu?"
Julie!
Bodoh! Tentu saja tidak ada yang bisa disembunyikan dari pria ini.
Tuk! Sentilan pelan mendarat di keningnya, menyadarkannya pada kenyataan. "Jangan coba-coba merahasiakan sesuatu dariku," ancam Calix.
"Tidak! Aku pikir itu bukan hal yang penting," cicitnya.
"Memang apa yang penting bagimu," gumam Calix seraya mengangkat dagu istrinya itu. Sentuhan ringan dari ibu jarinya menyapu lembut bibir Ivy.
"Anehnya aku benar-benar gila dengan ini." Tanpa sempat merespon, Ivy hanya bisa mengalungkan tangannya di leher suaminya, menerima bibirnya mendapat ciuman dari bibir pria itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
mungkin si ivy klo melek jg bakal meleyot ya /Applaud/emhh manisnya abang cal/Kiss/
semangat kaka sehat selalu
pliss thor jangan sampai hiatus lagi yaa and jaga kesehatan selalu
smangat 💪💪💪