Karena terjerat banyak hutang dan kebutuhan yang terus meningkat, Yoko, terpaksa meninggalkan istri tercinta, pergi merantau ke negeri orang.
Satu tahun pertama bekerja, Yoko menjalani pekerjaan tanpa hambatan apapun dan dia bisa menjaga hatinya untuk sang istri tercinta.
Namun, sebuah kejadian mengerikan yang dia alami, membuat Yoko harus terjebak di rumah mewah, yang dihuni janda-janda cantik dan mempesona. Bahkan, Yoko pun diperlakukan sangat istimewa oleh mereka.
Mampukah Yoko bertahan dengan setianya? Atau justru hatinya akan goyah dan dia terjatuh dalam pelukan janda-janda yang mengistimewakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesona Para Majikan
"Terima kasih, Yok, lagi-lagi kamu menyelamatkan anak-anakku," ucap Sansan, beberapa jam kemudian, setelah penjahat yang berhasil dilumpuhkan, dibawa ke kantor polisi.
Yoko tersenyum manis. "Itu kan sudah tugas saya, Non," jawabnya merendah. "Masa iya, aku kerjanya harus santai terus."
"Aku tahu," jawab Sansan. "Tapi ya tetap saja, aku harus berterima kasih. Apa lagi perlawananmu begitu sat set. Bikin anak-anak makin kagum sama kamu."
Yoko kembali tersenyum sembari melempar tatapannya pada dua bocah yang asyik main sendiri karena Yoko dan yang lainnya sedang makan bersama.
"Ternyata Xiobong belum jera juga," celetuk Meycan geram, "Udah di penjara aja, masih bisa nyuruh-nyuruh orang. Apa dia sekaya itu, sampai berani bayar orang segala."
"Itu karena dia sangat berambisi sama kita," sahut Ailin. "Cinta dan ambisi itu beda loh ya?"
"Bedanya apa, Miss?" tanya Bi Asih.
Ailin tersenyum, sembari melempar tatapannya pada si Bibi. "Kalau cinta, Bi Asih paham istilah cinta tak harus saling memiliki tidak?" Bi Asih mengangguk.
"Kalau cinta itu, kita bisa mengalah kalau tidak memiliki seseorang yang kita cintai. Tapi kalau ambisi, orang itu akan melakukan apapun untuk mendapatkan seseorang yang dia sukai. Contohnya ya Xiobong itu."
Bi Asih nampak tercenung sesaat, mencerna ucapan Ailin, lalu tak lama setelahnya dia mengangguk beberapa kali sebagai tanda kalau dia sudah paham.
"Tapi, kalau Xiobong tuh, sudah kelewatan," sahut Meycan. "Masa iya, dia menginginkan kita semua. Nggak salah satu aja."
"Ya wajar lah, Miss, kalau Xiobong menginginkan semuanya. Miss kan cantik-cantik. Iya kan, Yok?"
Yoko sontak tergagap, mendapat pertanyaan mendadak seperti itu. Dia lalu tersenyum lebar dan mengangguk samar.
Ketiga majikan sontak ikut tersenyum menyaksikan sikap Yoko yang malu mengakui kata hatinya.
"Tuh kan, Yoko aja mengakui kalau kalian cantik-cantik, jadi ya wajar, jika ada yang terobsesi sampai sebegitunya," ucap Bi Asih lagi.
"Tapi kan nggak harus menggunakan cara jahat juga, Bi," Sansan menimpali. "Bagaimana wanitanya akan menyukainya juga, kalau kelakuan Xiobong seperti itu."
Bi Asih tersenyum lebar. "Namanya juga terobsesi, Miss, wajar kalau Xiobong melakukan berbagai cara. Demi mewujudkan ambisinya."
Semua nampak setuju dengan pendapat wanita yang usianya paling tua diantara penghuni rumah itu.
"Padahal Xiobong ganteng banget ya, Miss. Waktu baru datang ke rumah ini, aku aja sampai bengong karena ketampanannya," Bi Asih kembali bersuara.
"Ah, biasa aja, Bi," ujar Meycan. "Kalau ganteng banget, mungkin aku juga bakalan suka sama dia."
"Bener, menurutku, dia biasa aja," Ailin ikut berpendapat. "Aku aja sama sekali nggak tertarik."
"Ya kan, karena kalian sudah terbiasa, melihat laki-laki asli warga negara ini. Kalau aku kan nggak selalu lihat, Miss. Kalau di ajak keluar juga, aku suka heran, kok bisa laki-laki pada ganteng-ganteng.
Ketiga wanita malah serentak tersenyum lebar, karena yang dikatakan Bi Asih cukup lucu.
"Kamu sendiri bagaimana, Yok?" tanya Meycan tiba-tiba.
Yoko pun agak kaget dan tentunya dia bingung mendapat pertanyaan mendadak seperti itu. "Aku? Bagaimana apanya, Non?"
Meycan tersenyum gemas menyaksikan reaksi Yoko saat ini. "Dulu, sebelum menikah, kamu itu termasuk cinta pada istrimu, apa hanya karena sekedar ambisi?"
"Ya sudah pasti karena cinta lah, Mey," Sansan mencoba menerka. "Kalau ambisi, tidak mungkin Yoko sampai menikah."
"Ya kan bisa aja, San," balas Meycan. "Apa lagi, Yoko setia banget sama istrinya. Ambisi kan nggak harus dengan kejahatan. Bisa saja, ambisi itu dengan berusaha melakukan segala upaya agar si wanita tetap bersamanya dan merasa bahagia."
Yoko agak tertegun mendengar ucapan Meycan.
"Tapi kan kalau Yoko sudah jelas, Mey, mereka berdua saling cinta. Buktinya mereka mampu bertahan sampai sejauh ini, iya kan, Yok?" Ailin menimpali.
Yoko pun kembali menunjukkan senyum manisnya.
"Ya udah, ya sudah! Jangan terlalu mencari tahu tentang kehidupan pribadi Yoko," ujar Sansan.
"Hahaha ... penasaran aja, Sayang," balas Meycan. "Nggak apa-apa kan ya, Yok?"
Yoko tak kuasa menahan senyum lebarnya. Pembicaraannya kali ini, mampu membuat pikiran Yoko teralihkan akan masalah yang sedang terjadi dengan istrinya.
Jika boleh jujur, Yoko masih kepikiran akan sikap istrinya. Apa lagi setelah tadi siang ngobrol bareng Bi Asih, beban pikiran Yoko semakin bertambah.
Benak Yoko pun cukup terusik dengan obrolan yang baru saja terjadi. Seketika pikiran Yoko, langsung beralih ke masa lalu sebelum dia menikah dengan Marni.
Benerapa menit kemudian, begitu selesai makan, Yoko langsung dipaksa si kembar untuk menemani mereka di kamarnya. Akhir-akhir ini setiap menjelang tidur, si kembar selalu minta Yoko untuk menemani mereka.
Pastinya Yoko sama sekali tidak merasa keberatan. Tapi para orang tua yang mulai agak cemburu karena si kembar seperti sudah tidak membutuhkan mereka lagi sejak dekat dengan Yoko.
"Kamu bosen nggak, Yok, kerjaanmu, tiap hari gini-gini aja. Jarang banget keluar rumah," tanya Sansan yang saat itu melihat Yoko keluar dari kamar anak-anak setelah berhasil menidurkan mereka.
Yoko tersenyum. "Ya bosen nggak bosen, Non. Tapi gimana lagi, udah kerjaannya begini."
Sansan ikut tersenyum. "Kalau kamu ingin jalan-jalan keluar, bilang aja ya? Pakai aja mobil yang ada."
"Iya, Miss."
"Ya sudah, mending kamu langsung istirahat. Jangan kebanyakan melamun. Selesaikan masalahmu dengan kepala dingin."
"Hahaha..." Yoko malah tertawa. "Iya, Miss, makasih atas sarannya."
Sansan pun ikut tertawa juga meski lirih. "Kalau butuh hiburan, di sebelah ruang olahraga kan ada ruang karaoke. Kalau mau nonton film juga bisa. Tinggal pakai aja. Kamu sudah dikasih tahu caranya kan?"
"Sudah, Non."
"Ya udah, kalau gitu aku masuk dulu ya?"
"Silahkan, Nona, selamat malam."
Sansan melempar senyum lalu dia segera masuk ke dalam kamarnya.
Yoko mematung sejenak di sana, sembari memperhatikan kamar tiga wanita yang letaknya saling berhadapan.
Yoko seketika teringat, dengan apa yang dilakukan Mecyan tadi pagi menjelang siang sebelum wanita itu berangkat kerja.
"Apa mungkin, Sansan dan Ailin juga menjadikanku bahan fantasi mereka, jika mereka lagi kepengin?" gumam Yoko dan dia senyum-senyum sendiri.
Yoko pun melangkah menuruni anak tangga. Dia melihat ponselnya baru menunjukan pukul 10 malam.
"Duh, baru jam segini, mana mungkin aku bisa tidur," gumamnya. "Daripada bengong, mending aku karaokean aja dulu." Yoko pun mengalihkan langkah kakinya menuju tempat hiburan pribadi.
Di saat langkahnya baru memasuki ruang karaoke, Yoko merasakan ponselnya bergetar. Yoko pun segera mengecek pesan yang baru saja dia terima.
Saat itu juga, mata Yoko melebar dan dia tak percaya dengan apa yang dia dapat dalam pesannya.
"Marni... bagaimana bisa dia... astaga!"
Dada Yoko bergemuruh, tangannya terkepal dan emosinya langsung berkibar.
sama bar barnya lebih frontal ya ☺
lanjut thor 🙏