Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha Nikita
Ana semakin murung sejak Anik menghilang. Bahkan, saat masuk pertama masuk sekolah banyak drama yang dia lakukan.
Mama Anik. Hanya wanita itu yang tahu kesukaan makanan, Panas dinginnya susu yang dia minum dan bagaimana cara membujuk gadis kecil itu.
"Please, Ana. Papa sudah hampir telat!" ucap Langit mencoba menekan suaranya agar tidak meninggi.
Pria itu pun menghela nafas saat memakaikan sepatu di kaki kecil putrinya.
"Ana hanya ingin ditunggui Mama Anik, Pa!" pinta Ana saat keduanya sudah ada di dalam mobil.
" Ana sama Tante Niki, ya!" bujuk Langit sekali lagi.
" Nggak mau, Papa. Ana hanya ingin dengan Mama Anik." rengek Ana dengan wajah merajuk.
" Ana, Mama Anik akan sedih jika Ana tidak menurut. Jika Mama Anik sudah pulang, Ana akan ditungguin Mama Anik."
" Untuk sementara Ana di tungguin Oma gimana?" Langit terus saja membujuk agar putrinya menurut.
" Baiklah." ucap Ana terlihat dengan terpaksa.
Langit pun melajukan mobilnya dengan menghubungi mamanya. Dia meminta pada Mayang untuk segera datang ke sekolahan Ana setelah menceritakan semua persoalannya.
Setelah menitipkan Ana dengan gurunya, Langit langsung pergi ke rumah sakit. Dia baru menyadari betapa tidak mudahnya mengurus anak seusia Ana.
Dia pun tergesa-gesa menuju ke rumah sakit karena membujuk Ana telah menghabiskan banyak waktunya.
Setelah turun dari mobil, Dia pun berlari kecil menuju ruangannya. Hingga akhirnya beberapa perawat yang sedang menikmati bekal sarapannya membuat dia tersadar.
" Ya ampun, kenapa aku jadi lupa!" gumam Langit dengan kembali melangkah ke dalam ruangannya. Dia lupa untuk membawakan Ana bekal dan air minum. Dia tidak menyangka bakal seribet ini.
" Pagi, Lang!" sapa Niki yang sudah menghampiri langit yang sedang mengenakan baju operasi.
" Sory, Niki. Aku ada jadwal operasi." pamit Langit setelah mengenakan seragam Scrub.
Langit mengusap lengan kekasihnya sebelum meninggalkan wanita itu dalam keadaan kesal. Nikita merasa sikap Langit akhir-akhir ini menjadi berbeda, pria itu bersikap lebih datar dari biasanya.
Niki pun kembali ke ruangannya. Wanita yang terlihat anggun dengan jas putih itu merasa heran dengan sikap Langit. Padahal Nikita tahu jika Anik sekarang sudah tidak tinggal bersama Langit.
Setelah kepergian Anik dan berakhirnya pernikahan mereka. Nikita sangat berharap Langit lebih fokus pada hubungan mereka.
" Apa dia kewalahan mengurus Ana? Mungkin sebaiknya aku akan mendekati Langit dengan cara mendekati bocah itu." Nikita bermonolog dengan pikirannya sendiri.
####
Siang ini Anik selesai berkemas, dia akan kembali meneruskan hidup setelah beberapa hari melewati liburannya.
Dalam hatinya dia sangat merindukan Ana. Gadis kecil yang selama yang pernah renggang darinya.
" Hari ini pasti kamu sudah sekolah." gumam Anik membayang gadis kecil itu menggunakan seragam dan menggendong tas lucu.
Tiba-tiba dia berpikir tentang siapa yang mengurus keperluan Ana. Selama ini yang dia tahu, Langit tidak pernah pegang Ana sama sekali kecuali di waktu senggang untuk bermain.
"Mungkin Mas Langit sudah menikah dengan dokter itu." gumam Anik sambil tersenyum miris karena masih saja peduli dengan Langit.
Wanita itu pun kembali menyadarkan diri dari lamunannya. Dia pun langsung memesan taxi untuk mengantarnya ke terminal.
Sebelum keluar kamar, dia melihat sebuah bunga dan sekotak kue moci yang dititipkan oleh pegawai penginapan.
Hae, aku Biru.
08**********
Salam kenal
Sebuah nomer ponsel milik biru yang tertulis di secarik kertas kecil itu. Tapi Anik benar-benar tidak berniat untuk dekat atau berkenalan dengan seseorang terutama seorang pria.
Entah rasa trauma atau sekedar lelah. Dia ingin menikmati kehidupannya sendiri. Meskipun tidak dia pungkiri saat melanjutkan hidup dia pasti akan membutuh orang lain.
Dibuangnya bunga dan kertas itu ke sampah. Dan mengambil sekotak kue moci yang mungkin lebih baik dia berikan pada orang agar tidak mubazir.
Dengan menenteng tas bajunya, Anik pun melakukan check out. Tidak lupa Anik pun memberikan kue moci itu pada salah satu pegawai.
Terlihat taxi yang Anik pesan pun berhenti di depan penginapan. Dia pun segera masuk di bangku belakang. Dia ingin sekali meninggalkan semua rasa sedih dan kecewa yang ada di hidupnya di sini.
Rasa bimbang mulai kembali Anik rasakan. Dia seperti tidak ada rumah untuk pulang, atau seseorang yang dia tuju untuk kembali. Dia kini seorang diri. Posisi tersulitnya saat ini adalah hanya hidup seorang diri.
" Mbak sudah sampai stasiun!" ucap sopir menyadarkan lamunan Anik.
Wanita itu pun terhenyak dan segera memberikan ongkos pada sang sopir sebelum dia turun dari taxi.
Sejenak dia hanya mematung, hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk kembali ke kota di mana gadis cantik yang dia selalu dia rindukan itu tumbuh.
Meskipun begitu, dia tidak akan pernah berfikir kembali pada kehidupannya yang dulu. Anik pun tak ada niat untuk bertemu dengan Langit.
###
" Oma, apa Mama Anik tidak sayang Ana?" pertanyaan bocah itu membuat Mayang menghentikan langkahnya.
" Oma yakin Mama Anik sayang sama Ana." jawab Mayang singkat, dia tidak tahu harus mengatakan apa pada cucunya.
" Tapi, kenapa Mama Anik pergi lama?" desak Ana dengan rasa ingin tahunya.
Mayang pun kemudian membungkuk, menatap wajah kecewa cucunya dengan mata berkaca-kaca. Setiap mengingat nasib cucunya, hatinya merasa nyeri. Apalagi kepergian Anik yang sudah menjadi dunia cucunya membuat Ana sangat kehilangan.
" Mama Anik harus pergi rumah saudaranya. Jadi Ana harus bersabar ya!" Mayang terpaksa memberikan alasan penuh kebohongan.
"Ayo kita nyari ice cream!" ajak Mayang yang berusaha menghibur cucunya.
" Kata Mama Anik nggak boleh makan ice cream." jawab Ana.
" Nggak apa-apa, jika hanya sekali." bantah Mayang. Dia pun tersenyum melihat cucunya yang begitu menurut sama wanita itu.
Anik. Di mata Mayang, dia hanya wanita biasa. Tapi tak sengaja dia juga bisa mengambil hatinya. Diam-diam, dia juga merindukan kehadiran mantan menantunya itu. Mengingat wanita cantik dan pendiam itu tak lagi menjadi menantunya malah membuat hati Mayang merasa nyeri.
Sebuah mobil menghampiri mereka saat keluar dari gerbang sekolah. Seorang wanita berambut pendek itu keluar menghampiri Ana dan Mayang.
" Selamat siang Tante!" sapa Niki.
" Siang, Mbak Niki." jawab Mayang kemudian meminta Ana untuk bersalaman.
"Niki, kesini mau jemput Ana dan Tante. Langit masih sibuk, Tan." ujar Niki yang memang sempat meminta Langit jika dia ingin menjemput Ana.
" Tapi, Tante sudah janji sama Ana untuk membelikan ice cream." jawab Mayang sedikit ragu.
"Nggak masalah, Tan. Kita bisa mampir dulu!" jawab Nikita dengan senyum ramahnya. Wanita itu berusaha menggandeng Ana tapi sayang gadis kecil malah meringsek di dekat Omanya.
"Maaf, Mbak Niki! Mungkin Ana belum terbiasa." ucap Mayang merasa tidak nyaman dengan reaksi Ana.
Mayang pun akhirnya menggandeng Ana untuk masuk ke dalam mobil Nikita. Mereka pun meluncur ke kafe yang menjual berbagai variant ice cream.