Eclipse, organisasi dunia bawah yang bergerak di bidang farmasi gelap. Sering kali melakukan uji coba demi mendapatkan obat atau vaksin terbaik versi mereka.
Pada awal tahun 2025, pimpinan Eclipse mulai menggila. Dia menargetkan vaksin yang bisa menolak penuaan dan kematian. Sialnya, vaksin yang ditargetkan justru gagal dan menjadi virus mematikan. Sedikit saja bisa membunuh jutaan manusia dalam sekejap.
Hubungan internal Eclipse pun makin memanas. Sebagian anggota serakah dan berniat menjual virus tersebut. Sebagian lain memilih melumpuhkan dengan alasan kemanusiaan. Waktu mereka hanya lima puluh hari sebelum virus itu berevolusi.
Reyver Brox, salah satu anggota Eclipse yang melawan keserakahan tim. Rela bertaruh nyawa demi keselamatan banyak manusia. Namun, di titik akhir perjuangan, ia justru dikhianati oleh orang yang paling dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
'Rey, aku belum berhasil menyelidiki di mana virus yang asli. Keamanan di Eclipse semakin diperketat, aku tidak bisa gegabah.'
Satu pesan masuk di ponsel Reyver, sehari setelah dia memberi tahu Martha bahwa virus di tangannya adalah palsu.
Lantas dengan hati-hati Reyver membalasnya.
'Tidak apa-apa. Kita masih punya cukup waktu. Yang penting kamu bertindak dengan hati-hati.'
Reyver menarik napas panjang setelah mengirim balasan tersebut. Untuk sementara, dia tidak bisa memberi tahu Martha bahwa ponsel tersebut telah disadap. Dengan cara apa memangnya, segala aktivitas yang melibatkan ponsel sudah berada dalam pengawasan Carlo.
Demi keselamatan Martha, Reyver akan mengikuti permainan Carlo. Pura-pura tak tahu bahwa dirinya sudah di dimata-matai. Ya, hanya itu satu-satunya cara yang bisa dia lakukan sekarang.
Selama menunggu kabar selanjutnya dari Martha, Reyver memanfaatkan kesempatan dengan mempelajari virus palsu yang kini sudah ada di tangannya.
Di laboratorium tersebut juga terdapat beberapa sampel vaksin dan virus jinak. Dengan cermat Reyver menelitinya satu per satu, berharap ada sedikit temuan yang berguna untuk masalahnya kali ini.
_______
Tak terasa, lima hari sudah Reyver berada di laboratorium asing yang jauh dari Eclipse. Terhitung sekarang tinggal 18 hari yang tersisa untuk menjinakkan virus sebelum bermutasi.
Jika dalam kurun waktu itu Reyver gagal, otomatis dia telah kalah dan harus pasrah melihat ratusan juta nyawa melayang karena virus temuannya. Dampak yang lebih buruk, dunia akan dilanda pandemi yang pasti sangat mematikan. Membayangkannya saja Reyver sudah bergidik ngeri.
"Jangan sampai itu terjadi. Bagaimanapun caranya virus itu harus kudapatkan dan kujinakkan. Jangan sampai Tuan Carlo berhasil menjalankan rencana gilanya," gumam Reyver seorang diri, sambil tetap berkutat dengan data-data yang telah dia kumpulkan selama penelitian.
Di saat Reyver masih sibuk dengan pekerjaannya, ponsel yang ia letakkan di atas meja berdering. Ada panggilan masuk dari Martha. Lantas tanpa membuang waktu Reyver langsung menjawabnya.
"Rey, aku punya sedikit petunjuk," ujar Martha sesaat setelah sambungan telepon terhubung.
"Apa itu?" sahut Reyver dengan tidak sabar.
"Kemarin Tuan Carlo mengutus seseorang untuk pergi ke Negara Y. Dan minggu depan, perdana menteri Negara Y akan melakukan kunjungan ke Negara X. Katanya untuk menjalin perdamaian. Tapi, aku tidak yakin. Selama ini Negara Y sangat kejam dan ambisinya untuk menghabisi Negara X sangat besar. Jadi, kemungkinan kunjungan mereka bukan untuk berdamai, tapi untuk menyusupkan virus itu."
Reyver mendengarkannya dengan saksama. Sekilas informasi yang dibawa Martha cukup masuk akal. Namun, jika mengingat ponsel yang sudah disadap, maka informasi itu pun mungkin hanya rekayasa Carlo. Otak Reyver harus bekerja keras menebak rencana Carlo yang sebenarnya.
"Rey, dalam waktu satu minggu ini kita harus bisa mencegah kunjungan perdana menteri Negara Y ke Negara X. Kita harus menahan mereka dan mengambil kembali virusnya. Tapi ... aku juga tidak tahu bagaimana caranya. Otakku sudah buntu, Rey," sambung Martha dari seberang sana.
"Kau tenang saja, Martha. Urusan ini serahkan padaku. Aku yang akan terbang ke Negara Y dan mencegah agenda perdana menteri mereka." Reyver menjawab dengan nada serius, sama sekali tidak menampakkan keraguannya.
"Kau sudah memikirkan caranya, Rey? Jujur ... aku sangat khawatir. Aku mencemaskan keselamatanmu, Rey."
"Untuk saat ini aku belum ada cara, tapi ... masih ada waktu untuk berpikir. Yang jelas aku tidak akan membiarkan mereka menyalahgunakan virus itu, Martha."
Terdengar de-sah napas panjang dari seberang sana. Sebelum akhirnya Martha kembali bicara.
"Hari ini kita pikirkan dulu cara yang paling efektif, Rey. Setelah itu aku akan membantu mengurus pernerbanganmu. Rey ... kau hati-hati ya nanti. Jangan lupa untuk selalu mengabariku dalam situasi apa pun."
"Itu pasti. Kau juga hati-hati di sana, Martha, terutama pada Tuan Carlo," jawab Reyver, sedikit menyiratkan bahaya yang mengintai Martha. Namun, entah wanita itu bisa memahaminya atau tidak.
Akan tetapi, Reyver juga tak bisa menjelaskannya lebih rinci. Bunuh diri namanya, karena Carlo pasti akan mendengar semua pembicaraan mereka.
"Semoga kamu mengerti apa maksudku, Martha," batin Reyver setelah sambungan telepon berakhir.
Lantas Reyver meletakkan ponselnya dan kembali fokus dengan informasi yang baru saja ia terima dari Martha.
"Tuan Carlo memilih Negara Y untuk transaksi virus itu, padahal selama ini hubungannya lebih dekat dengan Negara X. Ini jelas sekali, selain untuk mencari keuntungan yang lebih besar, Tuan Carlo juga ingin memanipulasi keadaan. Agar langkahnya tidak mudah terbaca oleh siapa pun. Aku yakin saat ini Tuan Carlo masih menerapkan trik yang sama. Kunjungan perdana menteri dari Negara Y, pasti hanya sesuatu yang sengaja digunakan untuk mengecohku."
Reyver menarik napas berat Lantas mengembuskannya pelan-pelan.
"Jika Tuan Carlo ingin aku datang ke Negara Y, artinya ... virus itu sebenarnya tidak ada di sana. Ini hanya rencana untuk membuatku semakin jauh darinya. Jika demikian, maka besar kemungkinan virus tersebut masih ada di Eclipse. Ya, itu pasti," lanjut Reyver, masih bicara dengan dirinya sendiri.
Setelah berpikir sangat lama, Reyver makin yakin bahwa virus itu sebenarnya masih ada di tangan Carlo. Artinya ... dia harus kembali ke Eclipse jika ingin menggagalkan semuanya.
Bersambung...