NovelToon NovelToon
Lovely Lawyer

Lovely Lawyer

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir
Popularitas:78.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.

Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.

Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.

Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebenaran Masa Lalu

“Tante Elsa..” gumam Elina pelan.

Gerald masih berusaha memberikan pertolongan pada Elsa. Pria itu terus melakukan CPR. Kedua tangannya bergerak di atas dada Elsa. Dia menghentikan CPR, kemudian menaruh jarinya di leher Elsa. Terdengar hembusan nafas leganya ketika denyut wanita itu kembali. Perlahan Elsa tersadar dari pingsannya.

“Tante..”

Elina langsung mendekati Elsa. Wajah pucat Elsa mencoba tersenyum ketika melihat Elina. Tangan wanita itu terangkat hendak membelai pipi Elina. Dengan cepat Elina menggapai tangan Elsa.

“Tante akan baik-baik saja.”

Kepala Elsa mengangguk pelan. Tak lama kemudian petugas medis datang. Wanita itu dipindahkan ke atas blankar lalu segera dibawa ke rumah sakit. Elina bergegas mengikuti dari belakang disusul oleh Gerald. Tertera nama Rumah Sakit Ibnu Sina di bagian badan ambulans. Salah seorang petugas membuka pintu lalu memasukkan blankar ke dalamnya. Kedua petugas itu ikut masuk ke dalam kemudian mengetuk atap ambulans. Kendaraan roda empat itu segera meluncur pergi.

“Bang.. aku mau ke rumah sakit.”

“Ayo aku antar.”

Bergegas Gerald menuju mobilnya disusul oleh Elina. Pria itu segera melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit Ibnu Sina. Sesekali dia melihat Elina yang duduk di sebelahnya. Wanita itu nampak cemas. Jari-jari kedua tangannya saling menaut satu sama lain, menandakan kecemasan dan kegelisahan.

Sepuluh menit kemudian mobil yang dikendarai Gerald memasuki pelataran parkir Rumah Sakit Ibnu Sina. Setelah memarkirkan kendaraan, keduanya segera menuju IGD. Elina berlari melintasi Trauma Center yang letaknya lebih dekat dari pintu masuk. Sudah sejak sepuluh tahun yang lalu rumah ini memiliki Trauma Center. Pasien korban kecelakaan akan langsung dibawa ke sini. Sementara pasien dengan kasus penyakit darurat seperti Elsa dibawa ke IGD.

Sesampainya di IGD, Elsa sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. Gerald mengajak Elina menunggu di dekat bilik pemeriksaan. Sesekali Elina melihat ke dalam, ingin mengetahui perkembangan Elsa.

“Apa kamu mengenalnya?” tanya Gerald.

“Iya, Bang.”

“Coba hubungi keluarganya.”

“Oh ya.”

Karena panik, Elina sampai tidak terpikirkan untuk menghubungi keluarga Elsa. Wanita itu mencari nomor Yaris, suami Elsa. Tak butuh waktu lama pria itu langsung menjawab panggilan Elina.

“Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumussalam.”

“Elina.. apa kabar?” suara Yaris terdengar senang mendengar suara Elina.

“Alhamdulillah baik, Om. Ehm.. Om, Tante Elsa.. sekarang lagi ada di IGD Ibnu Sina.”

“Apa? Apa yang terjadi padanya?”

“Aku ngga tahu, Om. Tadi aku ketemu Tante di restoran. Tante pingsan, Om.”

“Om ke sana sekarang. Apa kamu bisa menungguinya sampai Om datang?”

“Iya, Om.”

Panggilan segera berakhir. bersamaan dengan itu, dokter yang menangani Elsa sudah selesai memeriksanya. Elina segera mendekatinya.

“Dok, bagaimana keadaannya?”

“Pasien baru saja terkena serangan jantung ringan. Tapi keadaannya sekarang sudah baik-baik saja.”

“Saya bisa menemuinya, dok?”

“Silakan.”

Elina segera memasuki bilik pemeriksaan. Dia menarik kursi ke dekat bed di mana Elsa berbaring. Keadaan wanita itu sudah lebih baik sekarang. Tangannya terulur pada Elina dan langsung disambut oleh wanita itu.

“Sudah enakan, Tante?”

“Alhamdulillah. Terima kasih, El. Kamu sudah menyelamatkan Tante.”

“Bukan aku, Tante. Tapi Bang Ge yang sudah menyelamatkan Tante.”

“Di mana, dia? Tante mau bertemu.”

Elina beranjak dari duduknya lalu memanggil Gerald yang masih menunggu di luar. Pria itu segera menghampiri Elina. Dia berdiri di sudut ranjang.

“Kenalkan ini, Bang Gerald. Dia yang tadi menyelamatkan Tante.”

“Terima kasih,” ujar Elsa dengan suara pelan.

“Sama-sama Tante. Kebetulan saja saya berada di waktu dan tempat yang tepat. Dan saya hanya perantara saja.”

“Apa dia pacarmu, El?”

“Eh… bukan, Tante. Bang Ge, atasanku,” Elina cukup terkejut mendengar pertanyaan Elsa.

“Lalu siapa pacarmu, El?”

“Belum ada, Tante.”

“Apa kamu masih belum melupakan Malik?”

Tidak ada jawaban dari Elina. Wanita itu hanya menundukkan kepalanya saja. Gerald langsung melihat pada Elina. Ini pertama kalinya dia mendengar nama Malik. Pikiran pria itu menebak-nebak akan sosok Malik. Apa hubungannya dengan Elina dan di manakah dia sekarang?

Tirai bilik pemeriksaan Elsa terbuka, Yaris muncul dari baliknya. Pria itu segera mendekati istrinya.

“Bagaimana keadaanmu, sayang?”

“Sudah mendingan, Mas.”

“El, makasih kamu sudah menolong Tante.”

“Sama-sama, Om. Kenalkan ini Bang Gerald, sebenarnya dia yang menyelamatkan Tante.”

Gerald segera menyalami Yaris seraya menyebutkan namanya. Yaris menyambut ramah uluran tangan Gerald.

“Pacarmu, El?”

“Bukan, Om. Ehm.. Om mendingan ngobrol dulu sama dokternya. Katanya Tante kena serangan jantung ringan.”

Yaris segera mencari dokter yang menangani istrinya. Pria itu mendengarkan dengan seksama penjelasan dari sang dokter. Dia menurut saja ketika dokter menyarankan Elsa dirawat di rumah sakit. Pria itu segera mengurus administrasi.

“Tante, aku pulang dulu. Besok aku ke sini lagi.”

“Iya, El.”

Elina mencium punggung tangan Elsa disusul oleh Gerald. Keduanya juga berpamitan pada Yaris sebelum meninggalkan rumah sakit.

“Malik itu siapa?” tanya Gerald saat mereka berada di mobil.

“Temanku.”

“Hanya teman?”

“Iya. Bisa dibilang kita dalam fase cinta monyet. Tapi aku dan dia ngga pernah pacaran.”

“Kenapa?”

“Karena dia tidak pernah maju menyatakan perasaannya dan menjalin hubungan denganku.”

“Kenapa?”

Elina akhirnya menceritakan hubungannya dengan Malik, pria yang menjadi cinta pertamanya. Dia juga menceritakan tentang kondisi Malik. Pertengkaran mereka karena Malik tidak mau menjalani operasi transplantasi jantung hingga akhirnya Malik menghembuskan nafas terakhirnya tanpa kehadiran Elina di sisinya.

“Apa sampai sekarang kamu masih belum bisa melupakan Malik?”

“Mungkin lebih kepada tidak bisa memaafkan diri sendiri. Di saat terakhirnya, aku ngga ada di sampingnya. Untuk pertama dan terakhir kalinya aku bertengkar dengan Malik dan itu meninggalkan penyesalan mendalam untukku. Aku juga masih punya pemikiran, seandainya Malik mau dioperasi, mungkin saja dia masih hidup sampai sekarang.”

“Apa kamu sudah bertanya pada keluarganya, kenapa Malik menolak operasi itu?”

“Belum. Jujur aku takut untuk bertemu dengan keluarganya. Aku takut mereka marah karena sebelum Malik meninggal, dia selalu menanyakan ku dan memintaku datang menemuinya.”

“Kamu baru saja bertemu dengan orang tua Malik. Menurutmu, bagaimana sambutan mereka padamu? Apa ada perubahan?”

“Tidak ada. Masih sama seperti dulu.”

“Menurutku ada baiknya kamu bicara dengan orang tuanya. Supaya rasa penasaran kamu terjawab. Pasti ada alasan penting kenapa Malik menolak operasi. Kamu juga harus memaafkan dirimu sendiri. Aku yakin Malik tidak mau melihatmu seperti ini.”

Elina hanya mampu terdiam. Namun dalam hatinya menyetujui apa yang dikatakan Gerald. Setelah Elsa keluar dari rumah sakit, Elina berniat untuk menemui wanita itu.

***

Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, Elsa diperbolehkan pulang ke rumah. Elina pun bermaksud menemui Elsa di rumahnya. Sesuai saran Gerald, dia akan menemui Elsa dan membicarakan tentang Malik. Wanita itu meminta Gerald menemaninya. Dia takut tidak sanggup menghadapi kebenaran akan keputusan Malik.

Elsa menyambut hangat kedatangan Elina dan Gerald. Wanita itu sudah jauh lebih sehat sekarang. Wajahnya juga sudah tidak pucat lagi. Dia langsung memeluk Elina lalu mengajaknya masuk. Mata Elina melihat sekeliling. Tatanan rumah ini masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah sedikit pun. Mata wanita itu nampak berkaca-kaca ketika memandang foto keluarga yang tergantung di dinding. Foto tersebut diambil satu bulan sebelum Malik meninggal dunia.

“Kamu mau minum apa, El?”

“Apa aja, Tante.”

Elsa meminta asisten rumah tangganya menyediakan minuman untuk Elina dan Gerald. Dari arah luar rumah terdengar suara orang mengucapkan salam. Ibrahim, Kakak dari Malik masuk ke dalam rumah. Pria itu sengaja datang untuk melihat keadaan sang Mama.

“Hai El,” sapa Ibrahim.

“Apa kabar, Bang?”

“Alhamdulillah baik. Kamu sendiri?”

“Alhamdulillah.”

“Ini siapa?”

“Kenalin, ini Bang Gerald.”

“Oh yang nolong Mama ya. Terima kasih ya,” Ibrahim menyalami Gerald.

“Sama-sama.”

“Ini calon suami atau kalian udah nikah?”

“Eh ngga, Bang. Bang Ge itu atasan aku.”

“Sudah menikah?”

“Saat ini masih sendiri.”

“Ngga ada niatan sama El? Dia cantik dan saya yakin masih jomblo sampai sekarang. Ya kan, El?”

Wajah Elina sontak memerah. Kenapa semua keluarga Malik menyangka kalau Gerald adalah kekasihnya. Belum hilang rasa malu Elina, Elsa muncul bergabung dengan anaknya.

“Mama setuju dengan yang kamu bilang. El ini cocok dengan Gerald.”

“Astaga.”

Elina menutup wajah dengan kedua tangannya. Wanita itu tidak bisa berkata-kata lagi. Gerald hanya mengulum senyumnya. Bertemu dan mengenal keluarga Malik memberikan keuntungan untuknya.

“Tante, aku ke sini selain mau lihat keadaan Tante sekarang, aku juga mau membicarakan soal Malik.”

Elina langsung mengubah topik pembicaraan. Suasana menjadi sedikit serius. Elsa mendudukkan diri di sofa ditemani oleh Ibrahim.

“Apa kamu sudah siap mendengar soal itu, El?”

“Iya, Tante.”

“Baiklah. Tante harap setelah kamu mendengar ini, kamu sudah bisa memaafkan dirimu. Mamamu banyak bercerita pada Tante. Selama ini Tante bukannya tidak mau menjelaskan. Tapi Tante menunggu sampai kamu siap untuk mendengar kebenarannya.”

Kepala Elina mengangguk pelan. Wanita itu menarik nafas dalam-dalam untuk mengisi rongga parunya.

“Saat kami mendengar kalau donor untuk Malik sudah ada, kami semua bahagia. Tapi kemudian Malik memutuskan menolak melakukan operasi. Tentu saja kami kecewa dan berusaha membujuk Malik agar mau menjalani operasi. Tapi ternyata sebelumnya Malik sudah berkonsultasi dengan dokter yang menanganinya. Dokter mengatakan kondisi Malik sudah terlambat untuk menjalani operasi transplantasi. Kalau pun tetap dipaksakan, tidak ada jaminan itu akan memperpanjang hidup Malik. Bahkan dokter juga tidak menjamin organ tubuh Malik yang lain bisa menerima jantung baru itu. Itulah yang membuat Malik memutuskan menolak operasi. Dia memilih mengalihkan jantung untuknya pada pasien lain yang membutuhkan. Dan kami mendukung keputusannya.”

Tidak ada tanggapan dari Elina. Ingatannya terlempar pada kejadian delapan tahun lalu. Saat itu Malik berusaha menjelaskan alasannya menolak operasi, namun Elina tidak pernah memberinya kesempatan. Sebelumnya Malik tidak pernah menolak keinginan Elina. Dia juga selalu mengikuti apa yang dikatakan wanita itu. Tapi tidak dengan operasi transplantasi jantung dan itu sukses membuat Elina marah dan tidak mau menemui Malik lagi. Dia melakukan itu dengan harapan Malik akan mengubah keputusannya. Namun ternyata Malik bergeming hingga maut menjemputnya.

“Memang benar Malik memintamu datang menemuinya. Dia ingin menjelaskan alasannya menolak operasi itu. Tapi di saat terakhirnya, dia melarang Tante dan yang lain untuk menghubungimu. Dia tidak mau melihatmu bersedih, melihatmu menangisi kepergiannya. Kamu sama sekali tidak bersalah, El. Malik juga tidak marah padamu. Kamu tahu kalau dia sangat menyayangimu.”

Mata Elina memanas. Wanita itu tidak bisa menahan buliran bening keluar dari kedua matanya. Elsa berpindah duduk di samping Elina lalu merangkul bahu wanita itu. Tangis Elina pecah ketika Elsa memeluknya.

“Kamu harus melepaskan beban di hatimu. Jangan terus berkubang dengan kesedihan dan rasa bersalahmu. Tante senang kamu masih mengenang Malik sampai sekarang. Tapi cukup jadikan dia sebagai kenangan. Tapi jangan sampai kenangan akan dirinya menghalangi masa depanmu. Jangan sampai kenangan akan Malik membuatmu tidak mau membuka hati untuk orang lain. Sudah waktunya kamu membuka hatimu untuk orang lain. Sudah waktunya kamu melanjutkan hidup.”

***

Keluarganya Malik kompak beud😂

1
Nurul Handayani
/Drool//Drool//Drool/
tehNci
Alhamdulillah
Selamat ya Mak..... Aku tuh pengennya nabung bab, tapi mana bisa...selalu penasaran soalna😅
tehNci
Berhasil... berhasil berhasil...horeee🕺🕺
Carlina Carlina
aku bru komen ,tetangga santi baik" mau pd mau nolong dan meringkan hukuman santi,eee d d akhir bc si desi narik perkataan nya,afa yg ngancem di desi rupanya😏😏🤔🤔
Jenong Nong
selamat ya thor sukses terus... ❤❤🙏🙏
Carlina Carlina
waduuuhh pengacara nya jdi wat rebutan nih🤭😂😂
Carlina Carlina
sruh d rahasiain mentor nya malah dah tau duluan,gmn dong🤔🤭😂😂
tiniteyok
aq sebenere seneng Elina ma Gerald, tp Zahran juga romantis banget orangnya, ahhh jadi bingung nih Mak, ha ha ha
Carlina Carlina
aahh author ini mang paling the best fah k:lo bikin karya👍👍🥰🥰🥰
Carlina Carlina
bru baca 2bab aku sudah berlinang air mata,kasian nasib santifan jaka adik nya baik dan tulus bantu kk nya🥲🥲😭😭🥰🥰
Carlina Carlina
love you kak icha🥰🥰😘😘😘👍👍👍
Febri Nayu
bang ge galak tibak e
𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺 🐊GHISNA🐊🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
bingung mau bilang apa El. dua duanya Sy baru knal
choowie
tak kenal makanya tak sayang
choowie
bisa aja bang ge...biar mereka akur
choowie
bisa akur juga kalian
martini tjong
lanjut kak
choowie
duuuhhh
choowie
duuh
choowie
istikharah lagi El yakin hatimu lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!