Hafsah bersimpuh di depan makam suaminya, dalam keadaan berbadan dua. Wanita berjilbab itu menumpahkan rasa lelah, atas kejamnya dunia, disaat sang suami tercinta tidak ada lagi disisinya.
Karena kesalahan dimasa lalu, Hafsah terpaksa hidup menderita, dan berakhir diusir dari rumah orang tuanya.
Sepucuk surat peninggalan suaminya, berpesan untuk diberikan kepada sahabatnya, Bastian. Namun hampir 4 tahun mencari, Hafsah tak kunjung bertemu juga.
Waktu bergulir begitu cepat, hingga Hafsha berhasil mendapati kebenaran yang tersimpan rapat hampir 5 tahun lamanya. Rasa benci mulai menjalar menyatu dalam darahnya, kala tau siapa Ayah kandung dari putrinya.
"Yunna ingin sekali digendong Ayah, Bunda ...." ucap polos Ayunna.
Akankan Hafsah mampu mengendalikan kebencian itu demi sang putri. Ataukah dia larut, terbelunggu takdir ke 2nya.
SAQUEL~1 Atap Terbagi 2 Surga~
Cuma disini nama pemeran wanitanya author ganti. Cerita Bastian sempat ngegantung kemaren. Kita simak disini ya🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
Pagi harinya,
Hafsah mengajak sang putri untuk periksa karena takut jika terjadi apa-apa. Dan syukurlah, kesehatan Ayuna baik-baik saja, cuma kecapean biasa.
"Nanti kalau demamnya masih ada, obatnya bisa diminumkan! Sehat-sehat ya, Ayuna!" ucap dokter langganan Ayuna itu.
"Makasih, tante dokter!"
"Megan, aku pamit dulu ya! Makasih, selalu ngerepotin kamu terus," ucap Hafsah merasa segan, karena temannya itu selalu membantunya.
Megan adalah teman Hafsah semasa SMP dulu. Di sekarang menjadi seorang dokter, dan membuka praktik di kediamannya.
"Hati-hati, Sah! Jangan sungkan-sungkan."
Hafsah mengangguk. Lalu dia beranjak sambil menuntun tangan Ayuna untuk keluar. Setelah memakaikan Ayuna helm kecil, dan memastikan sang putri duduk dengan aman, Hafsah kembali mengendai motornya menuju toko alat lukis, karena Ayuna sangat suka sekali melukis.
Selama perjalanan, Ayuna sejak tadi berceloteh, mengatakan apa yang saat ini hati kecilnya inginkan.
Pukul 9 pagi, matahari menyamai perjalanan mereka, menimbulkan perasaan hangat dalam hati Hafsah. Nyanyian merdu bersenandung dari mulut mungil Ayuna, membuat perjalanan mereka menjadi lebih bermakna.
"Bunda, Bunda ... Nanti setelah Yuna beli alat lukis, Yuna akan melukis Bunda, Ayah, Simbok, dan juga Yuna sendiri. Ayah juga sering melukis ya, Bunda?"
"Iya, Sayang! Ayah dulu pernah juara 1 lo, lomba melukis."
"Wah, Ayah hebat banget ya, Bunda. Ayuna juga pingin bisa juara kaya Ayah."
Tanpa mereka sadari, motor Hafsah sudah berhenti didepan toko alat lukis. Ayuna mengambil beberapa kebutuhan untuk melukis, dan juga buku mewarnai.
Begitu selesai, Ayuna mengajak Bundanya untuk makan di cafe langganan mereka.
"Sayang, nanti makanannya kita bungkus saja ya. Kita makan sama Simbok juga dirumah. Kasian Simbok sendirian," pinta Hafsah memberi paham putrinya.
"Oke, baik Bunda!"
Setelah memesan makanan, dan diminta untuk menunggu beberapa menit, kini pelayan cafe memanggil nama Hafsah, untuk mengambil pesanan mereka.
"Sudah, Bunda?"
"Sudah Sayang, ayo kita pulang!" Hafsah menggandeng tangan Ayuna, dengan tangan satunya membawa dua kantong makanan.
Begitu sampai dihalaman cafe. Tiba-tiba ....
Deghhh!
Hafsah berdiri terpaku, kala dia melihat Bastian disebrang tempatnya, tengah bersama seorang wanita cantik memakai abaya seperti dirinya, sambil menggendong bocah kecil seusia putrinya.
'Hafsah?'
Jantung Bastian berpaju lebih cepat. Menatap lurus kedepan, seolah hanya Hafsah yang berada dalam tatapanya.
"Om Bas lihatin siapa?" tegur Narendra menatap bingung.
Bastian tersadar. Dia hanya tersenyum nanar, lalu melanjutkan kembali jalannya. Aisyah, entah mengapa dia merasa tidak nyaman dengan pertemuan Bastian dengan perempuan didepannya kini.
"Bastian?"
"Hafsah? Dia putrimu?" tanya Bastian dengan raut wajah terlihat cemas.
Hafsah menganguk, dia tersadar, dia lupa memberi salam pada wanita disebelah Bastian, "Maaf, saya Hafsah! Teman Bastian sewaktu kuliah!" ucap Hafsah setelah menjabat tangan Aisyah.
"Saya Aisyah! Saya tem-"
"Dia calon istriku, Hafsah! Dan ini Narendra, calon putraku!" sahut Bastian, sambil melirik Aisyah. Dia tidak ingin Asiyah salah paham dengan wanita didepannya kini.
Ayuna? Gadis kecil itu hanya dapat menatap melas, saat melihat Narendra mengeratkan tangannya pada leher Bastian. Pada saat itu, Ayuna serta Narendra, mereka sama-sama memakai masker wajah, sehingga tidak dapat mengenali satu sama lain.
"Kalau begitu saya permisi dulu! Mari, Aisyah!"
Hafsah seketika melenggang pergi dari hadapan Bastian, sambil menarik tangan Ayuna dengan pelan.
'Hafsah benar-benar berubah. Dia sudah mengenakan hijab sekarang! Tapi siapa suaminya? Putrinya sudah sebesar itu?'
*
*
*
Setelah sampai dirumah, Hafsah berinisiatif untuk kembali lagi ke Cafe tadi, guna menyampaikan pesan mendiang suaminya.
"Mbok, jaga Yuna dulu ya! Hafsah mau keluar sebentar, penting!"
Mbok Nah hanya mengangguk, dengan tatapan penuh kecemasan. Hafsah masuk kedalam kamarnya untuk mengambil surat itu.
Hafsah kembali mengendarai motornya untuk menuju Cafe tadi. Namun siapa sangka, jika perjalananya dapat berjalan lancar. Dan benar, apes memang tidak ada dalam kalender. Hafsah sudah benar mengendarai motornya. Kecepatannya pun standar, tidak ngebut. Namun dari arah belakang, terdapat mobil yang melaju sangat kencang
Hingga tiba-tiba ...
Brakk!
Motor Hafsah ambruk kesamping setelah terserempet mobil hitam tadi.
Awhhh ... Aishhh!
Hafsah meringis, saat kakinya terluka akibat terkena gorekan aspal itu. Abaya Hafsah juga sobek dibagian bawahnya, dan juga bagian sikunya. Untung saja Hafsah selalu memakai pakaian dalam sebelum memakai Abayanya.
Ckittt!!!
Mobil itu berhenti. Rupanya seorang wanita yang mengendarai mobil mewah itu. Wajahnya sangat ketakutan, karena dia diam-diam memakai mobil tanpa izin orang tuanya.
'Haduh, pakai nyenggol orang segala! Gimana, nih?'
Mau tidak mau, gadis muda itu turun. Dia lalu bergegas untuk menghampiri Hafsah, yang masih sibuk mengurus dirinya.
"Yah ... Mbak, saya minta ya! Saya benar-benar nggak sengaja," ucap gadis muda tadi, sambil membantu Hafsah bangkit.
Hafsah mencoba tersenyum, walaupun wajahnya meringis menahan sakit, "Iya, nggak papa kok! Lain kali hati-hati ya bawa mobilnya."
"Kita ke rumah sakit saja yuk, Mbak! Biar saya anterin Mbaknya," lanjut gadis itu merasa bersalah.
"Nggak, nggak perlu kok! Nanti biar saya kasih obat merah saja." Hafsah tersadar kalau dia harus segera menuju Cafe tadi. "Oh ya, maaf ya ... Saya sedang buru-buru! Saya permisi dulu. Sudah, kamu nggak perlu cemas, saya nggak papa kok!"
Hafsah mengusap pelan pundak gadis tadi, lalu segera menegakan kembali motornya yang tadi jatuh, dan dibantu oleh gadis muda tadi.
"Hati-hati ya, Mbak!" teriak gadis muda itu, saat Hafsah sudah kembali melajukan motornya.
Dan ternyata, didalam mobil itu terdapat satu perempuan muda, yang mungkin teman si gadis tadi.
"Dinda ... Ayooo, panas tau!" teriaknya memanggil temannya. Dan ternyata, gadis muda tadi bernama Dinda.
"Iya Sel, ini kesana," namun saat Dinda ingin beranjak, dia tanpa sengaja menemukan sebuah buku bersampul biru muda, seperti buku Diary.
Dinda menunduk, lalu mengambil buku Diary tadi, 'Mungkin buku ini milik Mbak-Mbak tadi' pikirnya. Setelah itu Dinda langsung kembali menuju mobilnya, menyimpan Diary tadi kedalam tas selempangnya. Mungkin suatu hari jika bertemu lagi, Dinda akan mengembalikan buku tersebut.
~Cafe and Resto, Cake Flowy~
Begitu tiba di Cafe, Hafsah langsung melepaskan helmnya, dan bergerak masuk kedalam.
Wajahnya terlihat sangat lelah sekali. Hingga nafasnya terdengar tidak teratur. Dia tidak peduli dengan penampilannya saat ini. Abayanya pada robek, karena tergores aspal tadi. Hafsah mengedarkan pandangan kedalam, mencari sosok sahabatnya dulu.
Melihat ada pelayan wanita yang akan lewat, sontak Hafsah langsung menghadangnya dengan bertanya, "Mbak maaf, apa tadi ada pengunjung atas nama Bastian ... Atau, Aisyah?"
"Atas nama pak Bastian, orangnya baru saja keluar dengan keluarganya, Bu! Saya permisi dulu."
"Terimakasih, Mbak!"
Pundak Hafsah luruh kebawah, sambil berbalik kembali lagi menuju motornya. Ternyata dia kalah cepat, akibat insiden tadi yang menimpanya. Kemana lagi dia harus mencari keberadaan sahabatnya itu? Rumah lama Bastian sudah lama kosong, semenjak dia dan keluarganya pindah.
Sebelum mengendarai motornya, Hafsah baru tersadar, jika body motornya terlihat retak, akibat benturan dengan aspal tadi. Dan masih banyak kerusakan ringan yang harus Hafsah berbaiki lagi.
Dan untung saja, lusa dia masih cuti karena hari minggu. Dengan terpaksa, Hafsah harus memperbaiki kerusakan motornya terlebih dahulu.
"Wah, lampunya juga mati," ucap Hafsah saat menyadari lampu motornya tidak hidup.
Brak!
Namun setelah Hafsah memukul kepala motornya itu, seketika lampunya langsung hidup. Mungkin saja konslet, dan itu juga membutuhkan perbaikan.
Puas meratapi nasibnya, Hafsah langsung menjalankan kembali motornya menuju bengkel terlebih dahulu.
*
*
*
"Aisyah ... Maafkan saya sekali lagi! Saya tidak bermaksud menjadikan semua itu kepentingan peribadi saya. Saya-"
"Sudah, Mas! Rendra sudah ngantuk, jadi saya turun dulu! Terimakasih atas makan siang tadi," sela Aisyah, lalu segera turun sambil mengajak putranya masuk kedalam rumah.
Bastian hanya dapat menghela nafas dalam. Dia kembali melajukan mobilnya, dengan pikiran bercabang. Apa yang salah dengan ungkapan itu? Bastian hanya ingin seluruh dunia tahu, jika dia benar-benar serius kepada Aisyah. Namun mengapa Bastian harus berkata seperti itu didepan sahabat lamanya!
Jika Bastian memang serius, mengapa dia tidak langsung menemui orang tua Aisyah saja? Mengapa harus kepada orang lain, mengungkapkan keseriusannya. Aisyah tidak menyukai sikap itu. Sikap yang menurutnya egois. Seakan, Bastian hanya mengungkapnya perasaanya atas dasar desakan, tanpa pernah menyatakan sebelumnya.
'Hafsah? Maafkan aku, Hafsah! Maaf jika meninggalkan bekas luka yang mendalam, tanpa kamu ketahui'
Arghhhh!!!!
Teriaknya frustasi, sambil memukul kencang setir mobil. Bastian benar-benar dilema dengan pikirannya sendiri.
'Raga? Aku harus mencari keberadaan Raga! Semoga saja rahasia itu masih tersimpan aman olehnya'
Setelah puas bergumam dalam hatinya, Bastian kembali melajukan mobilnya menuju kediaman orang tuanya.