Fake Queen

"Heros, aku ingin berkeliling dulu. Kau tunggulah di sini. Kalau Count Paul Cardovan dan Count Elber Coventina datang lalu tidak melihatku, pasti mereka kebingungan."

"Baik Yang Mulia, saya akan mengikuti perintah Anda."

Loyd kemudian berjalan meninggalkan Heros sendirian. Dia mencoba mencari tempat yang menarik untuk didatangi di kawasan mansion tersebut. Mansion yang luas dan di sekelilingnya terdapat banyak beberapa kebun. Loyd bisa melihat ada beberapa kebun buah di sana. Dan yang paling menarik perhatiannya adalah pohon apel.

Bukan semata-mata karena pohon-pohon apel yang menarik perhatiannya. Seorang yang berdiri di sana dan tengah fokus memetik apel lah yang menjadi perhatian dari Loyd.

"Selamat pagi menjelang siang Baginda Ratu, atau aku harus memanggil Anda Lady Esme Coventina."

Klaak

Bruuk

Esme seketika membalikkan tubuhnya saat ada yang memanggilnya ratu. Namun karena dia terburu-buru ingin melihat siapa orang itu, satu kakinya tersangkut dengan kaki yang lainnya.

Esme memejamkan matanya. Ia pikir rasanya akan sakit karena terjatuh tanpa adanya persiapan untuk mendarat. Tapi ternyata tidak, Esme sama sekali tidak merasakan sakit.

"Apa Anda baik-baik saja, Lady?"

"Ya? Ah saya mohon maaf Tuan."

Esme?

Yang Mulia Baginda?

Loyd menurunkan Esme dari gendongannya. Pria itu bersikap seolah tidak dengar ketika dipanggil oleh Heros. Esme sendiri tidak mengerti, dia mengerutkan alisnya tanda dirinya bingung. Yang Mulia Baginda? Jelas panggilan itu bukan untuknya. Karena Paul, ayah dan ibunya yang menghampirinya memanggilnya dengan nama Esme.

"Yang Mulia, ada apa ini?"

"Oh itu, tadi Lady Coventina hendak jatuh, jadi aku menolongnya."

"Lady Coventina, maaf jika mengejutkan. Saya Heros Cumimburg dan beliau adalah Baginda Kaisar Loyd Esteban Ravenloft, maaf jika kedatangan kami sedikit membuat keributan."

Apa?

Mata Esme membulat sempurna saat mendengar fakta tersebut. Orang yang dulu ia anggap penerobos karena masuk tanpa izin ke hutan Vasilica, dan ia beri bros itu, ternyata merupakan kaisar pemiliki benua ini.

Esme langsung menundukkan tubuhnya dalam untuk memberi hormat dan salam, diikuti oleh Count Elber dan Countess Amelia. Mereka sungguh bingung bagaimana harus mengahadapi sang Kaisar.

Heros tahu itu, dia bisa melihat ekspresi takut dan khawatir dari wajah semua orang. Dan dia tidak memungkirinya, bagaimanapun yang namanya di datangi oleh Kaisar pasti akan repot dan khawatir. Terlebih rumor yang beredar, Loyd merupakan Kaisar yang tidak pernah mau tahu perasaan oran dan tidak peduli terhadap orang lain.

"Sekali lagi maafkan saya Yang Mulia. Waktu itu saya sungguh tidak mengenali Anda."

Esme kembali merasa sangat bersalah atas dirinya waktu itu. Bagaimana bisa dia tidak mengenal Kaisar. Jika dihitung setidaknya sudah lima kali Esme mengatakan maaf.

Saat ini dia sedang duduk di taman bersama Loyd. Count dan Countess Coventina tidak berada di sana karena sibuk menyiapkan jamuan dan kamar. Informasi yang mereka terima dari Heros, sang kaisar hendak menginap.

Tentu saja Heros tahu kalau itu akan merepotkan. Tapi keinginan Loyd tidak bisa disanggah, dan dia pun hanya sekedar menjalankan perintah.

Maka dari itu Count Elber meminta Esme untuk menemani Loyd berbincang di taman. Paul juga tidak nampak, dia memilih menyingkir untuk menemani Heros. Bersama Heros akan lebih santai bersama dengan Loyd pastinya.

"Sudah, Lady. Anda sudah berapa kali minta maaf. Ini bukan salah Anda juga. Aku memang tidak nampak di pergaulan sosial, jadi wajar jika kau tidak tahu."

"Tidak Yang Mulia. Ini tidak bisa dikatakan wajar, sudah 10 tahun saya menjadi Ratu Vasilica, tapi saya tidak bisa mengenali Anda Kaisar Ravenloft. Rasanya saya sungguh malu."

Esme benar-benar merasa tidak punya muka berhadapan dengan Loyd saat ini. Wajah Esme yang nampak tidak nyaman dan kebingungan cukup membuat Loyd menikmatinya, entah mengapa dia merasa senang melihatnya.

"Tapi sekarang kau sudah tahu kan? Dan kau mengetahuinya setelah melepaskan tahtamu. Mungkin memang kita ditakdirkan bertemu dalam kondisi kau bukan Ratu dari Kerajaan Vasilica. Bagiamana keadaanmu di sini? Aku lihat kau lebih menikmatinya. Wajahmu juga nampak berseri dan tenang, tidak seperti waktu itu."

Esme tanpa sadar menyentuh wajahnya sendiri. Apakah ucapan Loyd benar? Apakah wajahnya jauh lebih baik dari pada sebelumnya?

Mungkin memang iya, tekanan yang dia dapat. Mimpi buruk tentang kematian yang menghantuinya, kini sudah tidak ada lagi. Bukan hilang, melainkan sudah cukup jauh berkurang.

"Mungkin bisa dikatakan begitu, Yang Mulia. Semua itu karena saya sudah tidak memiliki pekerjaan yang harus saya pikirkan setiap hari dan setiap waktu. Sekarang ini saya sedang menikmati waktu menjadi pengangguran."

Esme mengatakan itu sembari tersenyum, dan lagi-lagi ekspresi wajah Esme menjadi hal yang menarik bagi Loyd.

Loyd tidak menyangka bahwa Esme memiliki banyak ekspresi seperti ini. Dia pikir Esme adalah wanita yang kaku, ternyata tidak demikian. Wanita berusia 28 tahun itu malah nampak jauh lebih muda dari usianya. Setidaknya itu yang sekarang dipikirkan oleh Loyd.

"Aku turut senang jika kau merasa demikian. Maaf jika pertanyaanku selanjutnya ini akan membuat mu merasa tersinggung. Perceraian mu, apa benar kau yang menginginkannya? Mengapa demikian?"

Esme menghela nafasnya panjang. Ia lalu melihat ke atas, menatap langit yang luas.

"Ya, saya yang menginginkannya Yang Mulia. Saya tidak bisa berbagi suami. Saya tidak ingin cinta dan sayangnya terbagi dengan wanita lain. Saya hanya ingin jadi wanita satu-satunya. Hahaha, sungguh lucu bukan. Mana ada raja yang hanya punya satu istri."

Loyd tersenyum, ia suka sekali dengan argumen yang diucapkan oleh Esme. Wanita di depannya ini, memang pintar. Loyd merasa cocok dan nyambung bicara dengannya.

"Kalau, ada pria yang menjadikanmu satu-satunya istrinya, apakah kau akan menerima pria itu?"

"Ya, tentu saja. Saya akan dengan senang hati menerimanya. Astaga, kenapa pembicaraan ini mengarah ke hal yang tidak-tidak. Maaf Yang Mulia, tidak seharusnya saya membicarakan masalah pribadi dnegan Anda."

Loyd menggelengkan kepalanya, dia tidak keberatan karena dia lah yang memancing pembicaraan tentang hal itu.

"Tidak, aku malah merasa senang kau mau berbagi pengalam pribadimu dengan ku. Semoga kau bahagia kedepannya."

Senyum penuh arti terbit di bibir Loyd. Dia semakin menyukai Esme. Dan setidaknya dia tahu apa yang jadi keinginan dan cita-cita wanita tersebut.

TBC