Aku belum pernah bertemu atau pun berbicara dengan Komisaris di kantorku. Sampai kami bertemu di Pengadilan Agama, dengan posisi sedang mengurus perceraian masing-masing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tukaran Baju
Aku masuk kerja pagi-pagi di hari Senin karena hari Minggu sudah cukup berisitirahat. Aku dan Pak Felix memang sepakat untuk menjalani hubungan ini sebagai layaknya teman dan santai saja mengikuti aliran. Yang penting, kami berusaha tidak ada hati yang tersakiti di antara kami.
Jadi kalau kami mulai tertarik dengan orang lain, kami akan mengakuinya dengan terus terang, sebelum semua perasaan tumbuh lebih kuat.
Kami sama-sama butuh waktu, tidak ingin terikat, fokus ke diri sendiri dulu, dan yang pasti... memanusiakan diri sendiri.
Menikmati Transjakarta di pagi hari sebelum jam sibuk ternyata menyenangkan. Aku bisa duduk di dalamnya, tanpa desak-desakan. Lalu lintas belum terlalu macet. Aku berangkat pagi-pagi setelah sholat subuh, dan sambil menunggu loket feeder buka, aku sempatkan sarapan dengan roti yang kubeli di malam hari sebelumnya.
Tidak ada yang protes aku makan di sana karena memang masih sedikit orang.
Dan aku melenggang ke dalam Gedung Garnet Bank dengan langkah ringan. Tenant yang baru buka hanya beberapa, kebanyakan yang memang jam pelayanannya 24 jam.
Aku iseng mencoba beli kopi di sana.
Setelah sebelumnya tidak pernah, untuk berhemat. Aku biasanya bikin kopi yang disediakan di pantry saja.
Sebenarnya, rasanya tidak jauh beda dengan yang di pantry. Karena Pak Dimas penggemar kopi, jadi pantry kami menyediakan macam-macam merk.
Sedikit menyesal karena harus beli kopi semahal ini. Tapi memang sensasinya berbeda daripada bikin sendiri.
Kulihat-lihat jajaran cake di sana juga tidak beda dengan yang disediakan di Pantry kantor. Jadi aku tidak jadi beli. Dipikir-pikir untung saja aku diterima di perusahana bonafit. Karyawan disayang di sini. Karena manajemen juga memulainya dari karyawan seperti kami. Prinsip mereka, karyawan senang, kerjaan lancar.
Khusus Pak Dimas : Stay Ganteng.
Mungkin.
Jadi, selama ini untuk masalah kesehatan, walau pun aku puasa selama seminggu, aku selalu bisa membawa snack untuk berbuka di jalan.
Minggu ini aku tidak berpuasa. Tapi kenapa rasanya malah seperti ada yang kurang ya?
Aku dengan gelas kopiku menunggu di depan lift.
Kutatap sosokku di pantulan kaca.
Bajuku bermerk, aku juga sudah ke salon hari Minggu, aku perawatan pakai skinker mahal. Dan aku menggenggam gelas kopi dari cafe terkenal.
Berkelas...
Tapi bukan aku.
Aku rasa sekali ini saja aku bergaya begini, seperti penuh kepalsuan. Hehe.
“Duileeee, jeng Chintyaaaa. Gaya banget lo pagi-pagi, mentang-mentang pacar Komisaris!! Woy eling wooy!!” seru temanku dari kejauhan.
Mulut mereka memang tajam.
Tapi aku setuju sih.
“Sini lo sini,” aku melambaikan tanganku padanya.
“Kenape lo? Mau ngajak berantem pagi-pagi? Hah?!” seru temanku.
Lalu aku menarik cardigannya, dressnya, kuamati tasnya. Sepatunya juga.
“Tukeran, tukeran...”
“Hah?! Lo serius?!” serunya kaget.
“Iyaaaa, tukeran-tukeran. Gue berasa etalase berjalan!” kataku sambil mendorongnya ke toilet, nggak jadi ke lantai atas.
**
Setelah keluar dari toilet...
“Ada ya orang bego yang pake baju mahal, malah minta tukeran pake barang Online shop...” gumam temanku.
“Ntar pulang balikin! Enak aje lu!” desisku. “Salah gue, pake semuanya sekaligus. Harusnya satu-satu aje. Gue berasa sosialita Bataragunadi! Padahal masih ngekos di Tomang hahahaha!”
“Bego ah! Hahahahaha!”
Kami tertawa heboh di depan lift.
“Berisik, Bu Cin,” Pak Felix lewat di belakang kami menuju lift Direksi. Kami otomatis langsung diam karena tegang. Lalu sejenak dia berhenti di dekat temanku. “Perasaan kayak tahu tuh blazer. Mirip punya kamu yang kemarin saya beliin,”
Nggak usah kencang-kencang kali Pak.
Ia memicingkan mata dengan menyelidik sampai temanku salah tingkah dan bergeser sedikit ke belakangku.
“Tadi pagi saya yang pakai Pak, tapi begitu liat kaca saya malu sendiri berasa Barbie banget. Jadi saya minta tukeran Blazer Pak,” kataku.
“Nanti pulangnya kembalikan, saya beli itu buat dia, bukan buat kamu. Jangan sampai pacar kamu salah paham nanti, dikiranya kamu jadi simpenan pejabat!” kata Pak Felix ke temanku.
“Duile Pak, PMS kok tiap hari sih..” gerutu temanku sambil bisik-bisik.
Setelah beliau berlalu, aku dan temanku masuk ke lift, dan kami tertawa bareng-bareng sepuasnya.
**
Seperti kukatakan di awal, aku sangat jarang bertemu dengan jajaran Komisaris. Pertama, mereka jarang ke kantor. Kedua, tugas mereka hanya mengawasi Manajemen.
Khusus Pak Felix ini terdapat Mitos, kalau dalam sebulan ketemu dia 3 kali, biasanya akan dapat keberuntungan. Saking dia sangat jarang ada di kantor.
Kalau mau minta ACC berkaitan dengan pengeluaran diatas 25 miliar, biasanya kami letakkan di mejanya, drivernya ambil, tunggu 3 hari baru tandatangannya nongol.
Iya, sesulit itu.
Setahuku, Pak Felix itu lebih banyak menghabiskan waktunya di Beaufort Company. Di sana posisinya Direktur Muda. Jadi setingkat di bawah Presdir. Hampir sama dengan wakil Direktur. Karena Beaufort juga memiliki anak perusahaan yang berada di bidang perbankan, maka ia tidak bisa menjadi direksi di Garnet Bank. Itu sebabnya Jabatannya di sini adalah Komisaris Independent.
Hal itu sudah sesuai dengan UU 5/1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat.
Pak Felix juga menjabat sebagai Direktur di Amethys Corp. Dia bisa jadi Direktur di sana karena Amethys memiliki pasar yang berbeda dengan Beaufort dan Garnet.
Sebenarnya, sikap Pak Felix ini menyalahi aturannya di RUPS perusahaan lama. Di sana tercantum kalau ia tidak diperkenankan merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain di waktu yang bersamaan. Tapi Pak Felix nekat saja dan malah menamamkan modal cukup tinggi di Beaufort dan Garnet.
Perusahan lama tersebut... milik keluarga mantan istri.
Justru dikeluarkannya dia dari sana menyelamatkan hidup Pak Felix.
Bayangkan kalau dia melepaskan Beaufort dan Garnet dan fokus ke usaha keluarga... saat dia kemarin dibuang, bisa-bisa ia bangkrut jadi pengangguran.
“Saya memang didenda atas pelanggaran itu. Tapi tak apa... dendanya receh kok. Karena hakim memutuskan kalau saya sudah memberikan kontribusi berlimpah ke usaha ayah mertua saya. Akibatnya mereka tidak senang dan membenci saya sampai sekarang. Karena tidak menyangka, setelah perceraian saya malah jadi konglomerat, hahahaha!” begitu katanya kemarin.
Yah, nasib si pemenang.
Tidak kalah pelik dibanding yang kalah.
Kenapa aku bilang begitu?
Karena...
Saat ini ibu dan ayah mertuaku di sini, ke kantorku, menemuiku.
Karena mereka tidak tahu di mana aku tinggal.
Aku tidak kaget sih, aku tahu suatu saat ini akan terjadi. Apalagi aku menuntut anaknya atas kasus serius, bukan sekedar perceraian dan harta gono-gini lagi, masuknya sudah ranah pidana.
Karena aku dalam posisi sedang bekerja, aku minta mereka untuk menunggu sebentar di ruang tunggu lantai 5. Di gedung ini ada satu lantai yang dikhususkan untuk ruang meeting. Semua tenant boleh menyewanya secara gratis. Ada sekitar 20 ruang meeting di sana, dari berbagai ukuran. Juga ada 2 aula besar yang digunakan untuk acara-acara seminar.
Sembari menunggu mereka, aku meletakkan draft Memo Internal mengenai restrukturisasi salah satu nasabah ke ruangan Komisaris. Draft itu sudah disetujui jajaran Direksi, karena jumlah pinjamannya besar, sekitar 100 miliar, jadi harus lewat persetujuan Komisaris dulu untuk langkah final.
Di ruang santai, ada Dua Komisaris yang sedang berada di sana. Pak Danu dan Pak Haryono Sambil mengernyit mereka membaca Memo Internal dariku.
“Jaminannya Gedung di Salemba?” tanya Pak Danu
“Ini... PT. Rahardja Sakti Transportation bukannya punya mertuanya Felix ya?” desis Pak Haryono sambil membolak-balik dokumen. “Yang bener aja kamu, direstruktur nambah plafon apa nggak salah? Lagi konflik loh mereka nih!”
Ah iya aku lupa.
Bagaimana ya?
Kenapa Pak Dimas saat menyetujui ini tak bilang apa pun padaku ya?
sesuka itu aq pada karyamu thor
cuma 4 kata tapi paham kan maksudnya apa/Facepalm//Facepalm/
cari novel dengan gaya penulisan seperti ini yg susah, makanya sambil nunggu update novel terbaru aku baca ulang novel yg dah tamat.
aku terlalu dimanjakan , gk kerja , mau belanja di kang sayur tinggal teriak dari luar rumah " mas habis segini , bayarin ya.." belanja kebutuhan pokok , beli skincare, aku yg ambil dia yg bayarin. gk pernah ngerti harga beras berapa sampai harga gincu aku gk tau.. suami yg bayarin.
aku gk takut dia selingkuh tapi aku takut dia gk ada di bumi untuk selama lamanya.. telat aku mau mandiri , suami yg ambil alih sini aku aja.
definisi UJIAN yang mengENAKkan
Tommy : kamu bekerja juga atas ridho dariku
Cintya : ya karena klo aku gk kerja kamu yg mati
Tommy udah mokondo , toxic, manipulatif pula
novel ini dibuat tahun 2023, tahun 2025 ada kasus yg mirip banget , kasus perselingkuhan suami dilan janiar.
wes mokondo(modal Ko**ol doangl) gak kerja, ngikut istri kerja minta digaji , digugat cerai karena ketahuan selingkuh , malah minta harta Gono gini. kevarat bener lakik nya