NovelToon NovelToon
Meant To Be

Meant To Be

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Beda Usia / Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

El Gracia Jovanka memang terkenal gila. Di usianya yang masih terbilang muda, ia sudah melanglang buana di dunia malam. Banyak kelab telah dia datangi, untuk sekadar unjuk gigi—meliukkan badan di dance floor demi mendapat applause dari para pengunjung lain.

Moto hidupnya adalah 'I want it, I get it' yang mana hal tersebut membuatnya kerap kali nekat melakukan banyak hal demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan sejauh ini, dia belum pernah gagal.

Lalu, apa jadinya jika dia tiba-tiba menginginkan Azerya Karelino Gautama, yang hatinya masih tertinggal di masa lalu untuk menjadi pacarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Si Kecil Licik, Ternyata Cukup Baik

...Bagian 15:...

...Si Kecil Licik, Ternyata Cukup Baik ...

...💫💫💫💫💫...

"Kamu marahan sama Ayah?"

"Nggak." Kepala Jovanka menggeleng lemah. Matanya masih fokus mengamati pergerakan Karel di belakang meja kasir. Sejak kedatangannya, lelaki itu hampir melakukan semua pekerjaannya sendiri. Seolah hendak menegaskan bahwa untuk kali ini, tiada ruang untuk menerima gangguan darinya.

Eliana, si kecil yang didrop orang tuanya sejam lalu, melemparkan pandangan pada ayahnya. Mata bobanya bergerak mengikuti ke mana lelaki itu pergi, lantas kepalanya kembali menoleh pada Jovanka, berikut tatapan yang perlahan berubah menjadi iba.

"Kalau nggak marahan, kenapa nggak ajak ngobrol seperti biasa?"

Jovanka mendengus. Kepalanya yang tergolek lemah di meja, diangkat sebentar, hanya untuk digolekkan lagi dengan wajahnya menghadap si kecil Eliana. "Kami nggak marahan," katanya lemah, "tapi ayah kamu yang lagi marah sama aku."

"Emangnya kamu habis bikin masalah apa?" tanya Eliana. Sorot matanya tampak meraba, mencoba memahami masalah orang dewasa.

"Masalah besar."

"Sebesar apa?"

Jovanka bangun dari posisi malas. Sejenak, ia memandang iblis kecil yang jadi musuh bebuyutannya itu. "Besar banget," katanya, "sebesar ... ini?" imbuhnya seraya merentangkan kedua tangannya ke samping.

Tampak Eliana memperhatikan tangan Jovanka, dari kiri ke kanan. Lalu ia mendongak. "Pantas aja Ayah marah, besar banget masalahmu."

"Ya, gitu..." Jovanka kembali merebahkan kepalanya, diiringi helaan napas panjang. "Kamu nggak punya saran gitu buat aku, gimana caranya biar ayah kamu nggak marah lagi?"

"Nggak ada," celetuk Eliana, bahkan tanpa berpikir satu detik pun.

Jovanka mendelik. Merasa sia-sia sudah mencurahkan keresahannya pada bocah tengil ini.

"Ayah nggak pernah marah sama aku, soalnya aku anak baik," sambung si kecil.

Cih! Bola mata Jovanka berotasi malas. "Anak baik nggak akan ngatain orang dewasa penyihir."

"Kamu emang penyihir."

Holly fucking airball. Kalau dilihat dari personality Gavin dan Kalea, agaknya tidak mungkin mereka mendidik putri semata wayang untuk menjadi anak tengil nan tidak sopan begini. Jadi, menurun dari siapa ketengilannya ini?

"Mau aku bantu buat baikan sama Ayah, nggak?"

"Hmmm?" Satu alis Jovanka naik otomatis. Ia memandang Eliana penuh curiga. "Kamu mau bantu aku?"

Eliana menaik-turunkan kepalanya. "Mau nggak?"

Jovanka memandang anak kecil di sampingnya itu dengan tatapan skeptis. Curiga lebih dominan, namun ada sedikit percikan rasa penasaran. Memangnya, apa yang bisa Eliana lakukan untuk membantunya?

"Katamu nggak pernah dimarahin ayah kamu. Terus gimana caranya mau bantu?"

"Mau nggak?" Eliana mengulang. Teguh pada pendiriannya untuk mendapatkan jawaban, bukan malah diberikan pertanyaan balik.

Si kecil licik ini lagi-lagi berhasil membuat Jovanka kewalahan. Dia mengangkat kepalanya lagi, hanya untuk mendorong tubuhnya ke belakang, menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Ya ... mau," jawabnya.

Tanpa mengatakan sepatah kata apa pun, Eliana melompat turun dari kursi. Gadis itu pergi meninggalkan Jovanka setelah berpesan, titip Hello sebentar ya. Jangan kamu sihir dia jadi kue jahe. Tatkala menyerahkan boneka kelinci seukuran tubuhnya kepada Jovanka.

Jovanka hanya terdiam melihat kepergian Eliana. Ketika melirik boneka kelinci yang diberi nama Hello itu, helaan napasnya kembali mengudara lebih berat.

"Kenapa juga namanya Hello? Dasar bocah aneh," cibirnya. Namun, tindakannya tidak selaras dengan cibiran itu. Seperti pesan Eliana, ia jaga Hello sepenuh hati. Tangannya bahkan tidak ragu mengusap-usap kepala Hello, merasakan serat-serat bulunya yang halus.

Sekitar sepuluh menit kemudian, sang empunya Hello datang lagi. Tidak seperti janjinya untuk membantu Jovanka berbaikan dengan Karel, gadis kecil itu datang sendiri. Dalam pelukannya, ia membawa semangkuk es krim rasa vanilla—kesukaannya.

"Nih," katanya, menyodorkan mangkuk es krim ke atas meja.

Jovanka yang tidak mengerti, mengerutkan keningnya. "Apa? Ayahmu mana? Katanya mau bantu aku baikan?"

"Makan dulu itu," jawab si kecil. Tempat kosong di sebelah Jovanka diisinya kembali. Tangan-tangan mungilnya meraih Hello, membawanya ke atas pangkuan.

Bibir Jovanka baru hampir terbuka, saat suara Karel menyambangi rungunya. Ia mengalihkan perhatian dari Eliana dan semangkuk es krim vanilla yang dibawa. Saat tatapannya bertemu dengan lelaki yang digilainya itu, ada perasaan aneh yang merayapi dadanya. Terasa asing, melihat Karel menatap datar begitu. Biasanya sorot matanya penuh antipati, yang masih selalu bisa Jovanka atasi.

"Apa?" tanya lelaki itu. Bukan, bukan. Bukan pada Jovanka, tetapi pada putri kesayangannya.

Eliana menepuk ruang kosong di sebelah kirinya. "Duduk dulu, ini penting," pintanya. Gerak-geriknya sama sekali tidak mencerminkan bocah 5,5 tahun.

"Ayah berdiri aja," tolak Karel. "Buruan bilang, kamu mau apa? Ayah lagi banyak kerjaan, nggak bisa lama-lama di sini."

"El nggak mau bicara kalau Ayah nggak duduk dulu."

Karel memijit pelipisnya, mendadak pening. Daripada Eliana tantrum dan mengganggu kenyamanan pengunjung kafe, dia akhirnya menurut. Diambilnya posisi duduk di ujung, menyisakan lebih banyak ruang di sisi Eliana selaku pembatas antara dirinya dan Jovanka.

"Udah nih."

Eliana mengangguk. "Oke," ucapnya, "Ayah dengarkan baik-baik."

"Buruan ah,"

"Sabar dong." Kepada Jovanka, Hello kembali dititipkan. Sementara Eliana memutar tubuhnya menjadi penuh menghadap Karel—membelakangi Jovanka. Kakinya bersila, kedua tangannya saling bertaut di depan perut.

"Ayah," mulainya.

Karel yang sudah mumet dan nyaris mati ditelan frustrasi, menjawab ya dengan penuh penekanan. Belum apa-apa, firasatnya sudah buruk.

"Malam ini El mau menginap."

"Ya, boleh," sahut Karel cepat. Sudah biasa juga. Meski bukan jadwalnya Eliana menginap, nanti dia tinggal telepon Gavin untuk minta izin.

"Ssssttt." Jari sekecil biji kelengkeng itu sok-sok membungkam bibir Karel. Lagaknya betulan seperti orang dewasa, yang sedang dalam pembahasan serius—melebihi masalah negara. "Dengar dulu sampai habis, Ayah. Papa bilang no no memotong omongan orang. Itu tidak sopan."

Karel memutar bola mata malas. Jari kecil Eliana ia singkirkan dari bibirnya sembari kepalanya mengangguk ringan.

"El mau menginap, tapi bukan di rumah Ayah."

"Terus mau di rumah sia—" Kalimat Karel terhenti. Ia melirik Jovanka yang sedari tadi hanya diam bak pajangan. Tatapannya menyelidik, seakan hendak menembak, lo bikin ulah apa lagi, El Gracia Jovanka.

Jovanka yang merasa tertuduh meski hanya lewat tatapan mata, menggeleng cepat. Memasang raut tidak tahu apa-apa. Karena memang benar, kan? Dia pun tidak tahu apa rencana Eliana.

"Nggak." Karel menatap Eliana lagi, lebih serius. "Kalau di rumah Ayah, boleh. Selain itu, nggak."

Seketika, Eliana cemberut. "Tapi El mau menginap karena ada hal penting."

"Hal penting apa?"

Eliana melirik sekitar, kemudian meminta Karel mendekatkan telinga. Setelah bibir kecilnya mendarat di telinga lelaki itu, ia berbisik hati-hati, "El mau belajar mantera sama Penyihir. Biar nanti kalau ada yang nakal sama El di sekolah, El bisa sihir mereka jadi ubi."

Melongo. Karel menjauhkan kepakanya lagi dari Eliana dalam keadaan sulit mengontrol ekspresi. "Apaan, sih. Nggak ada—"

"Please, Ayah..." Dengan raut memelas, Eliana menggosokkan kedua tangannya di depan wajah. Memohon-mohon pada ayahnya. "El janji nggak akan nakal."

"Bukan it—ah, udahlah." Karel menyentak tubuhnya, meninggalkan sofa empuk dan kembali menjejakkan telapak kakinya ke lantai.

"Ayah...."

"Iya," sahutnya kesal. "Boleh, El, boleh. Silakan belajar sihir sepuasnya," tukasnya dengan nada menyindir. Tidak luput pula Jovanka kena getahnya. Lirikan tajamnya menghunus wajah innocent sang gadis. Membuatnya makin-makin menciut.

"Udah, kan? Ayah mau balik kerja."

Eliana tersenyum lebar, dan mengangguk senang. "Makasih, Ayah. El sayangggggggg banget sama Ayah!" serunya riang.

Karel tidak menjawab ungkapan cinta putrinya, yang dia tahu kali ini hanya dilebih-lebihkan. Sebagai gantinya, ia langsung angkat kaki dari sana. Entah rencana apa yang sedang disusun oleh Eliana—mungkin bersama Jovanka—dia hanya akan bisa melihatnya nanti, kalau rencana itu sudah terlaksana. Sekarang biarkan dirinya menepi sebentar, mengademkan pikiran.

"Heh!" Setelah memastikan Karel tidak lagi nampak, Jovanka menoel bahu Eliana sampai anak itu menoleh. "Apa-apaan maksudnya? Kenapa kamu bilang mau menginap di rumahku?"

"Katanya mau dibantu berbaikan?"

"Ya iya, tapi hubungannya apa sama nginep? Alasan mau belajar sihir lagi, kamu pikir aku beneran Penyihir?"

"Sssstttt..." Sama seperti yang dilakukannya pada Karel beberapa saat lalu, Eliana juga membungkam Jovanka dengan jari mungilnya. "Ayah itu cinta berat sama aku, jadi kamu percaya aja. Aku akan bantu kalian berbaikan."

Jovanka meraup jari mungil Eliana, menahannya dalam genggaman selagi matanya menatap anak itu lekat-lekat. "Kamu nggak lagi rencanain sesuatu buat ngerjain aku, kan?"

Bersambung.....

1
Zenun
Emak ama baba nya mah nyantuy🤭
Zenun
Udah mulai buka apartemen, nanti buka hati😁
Zenun
Kamu banyak takutnya Karel, mungkin Jovanka mah udah berserah diri😁
Zenun
asam lambungnya kumat
Zenun
Mingkin Jovanka pingsan di dalam
Zenun
Ayah harus minta maaf sama penyihir🤭
Zenun
Ntar kalo Elliana gede, kamu nikahin lagi
nowitsrain: Takut bgtttt
total 3 replies
Zenun
laaa.. kan ada babe Gavin😁
nowitsrain: Ya gapapa
total 1 replies
Zenun
iya betul Rel, harusnya dia anu ya
Zenun
dirimu minta maaf, malah tambah ngambek😁
Zenun
kayanya lebih ke arah ini😁
nowitsrain: Ssssttt tidak boleh suudzon
total 1 replies
Zenun
Coba jangan dipadamin, biar nanti berkobar api asmara
nowitsrain: Gosong, gosong deh tuh semua
total 1 replies
Zenun
Kan ada kamu, Karel🤭
nowitsrain: Harusnya ditinggal aja ya tuh si nakal
total 1 replies
Zenun
iya tu, tanggung jawab laaa
nowitsrain: Karel be like: coy, ini namanya pura-pura coy
total 1 replies
Zenun
Taklukin anaknya dulu coba😁
nowitsrain: Anaknya Masya Allah begitu 😌😌
total 1 replies
Zenun
Minimal move dulu, Karel🤭
nowitsrain: Udah move on tauu
total 1 replies
Zenun
kau harus menyiapkan seribu satu cara, kalau emang mau lanjut ama perasaan itu
nowitsrain: Awww ide bagussss
total 3 replies
Zenun
Dia santuy begitu karena Gavin sama kaya Karel, belum kelar sama masa lalu🏃‍♀️🏃‍♀️
nowitsrain: Stttt 🤫🤫
total 1 replies
Zenun
Kalo diramahin nanti kebawa perasaan😁
nowitsrain: 😌😌😌😌😌
total 1 replies
Zenun
Minta pijit Kalea enak kali ya
Zenun: hehehe
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!