"Ma, Papa Anin masih hidup atau sudah pergi ke Sur_ga?" tanya bocah cantik bermata sayu yang kini berusia 5 tahun.
"Papa masih hidup, Nak."
"Papa tinggal di mana, Ma?"
"Papa selalu tinggal di dalam hati kita. Selamanya," jawab wanita bersurai panjang dengan warna hitam pekat, sepekat hidupnya usai pergi dari suaminya lima tahun yang lalu.
"Kenapa papa enggak mau tinggal sama kita, Ma? Apa papa gak sayang sama Anin karena cuma anak penyakitan? Jadi beban buat papa?" cecar Anindita Khalifa.
Air mata yang sejak tadi ditahan Kirana, akhirnya luruh dan membasahi pipinya. Buru-buru ia menyeka air matanya yang jatuh karena tak ingin sang putri melihat dirinya menangis.
Mendorong rasa sebah di hatinya dalam-dalam, Kirana berusaha tetap tersenyum di depan Anin.
Sekuat tenaga Kirana menahan tangisnya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan Anin. Kirana hanya berharap sebuah keajaiban dari Tuhan agar putrinya itu sembuh dari penyakitnya.
Bagian dari Novel : Jodoh Di Tapal Batas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 - Sebuah Tawaran
"Makasih banyak ya, Mia."
"Sama-sama," jawab Mia.
Kini keduanya masuk ke dalam rumah kontrakan Kirana selepas Bu Catur pergi dari sana.
"Gimana keadaan Anin?" tanya Mia.
Sebelumnya, ia tau dari Aisha kalau Anin masuk rumah sakit lagi. Namun kali ini bukan karena sakitnya kambuh melainkan tabrak lari setelah keserem_pet motor lain.
"Anin udah lebih baik," jawab Kirana terlihat lesu. Mia membaca jelas raut wajah Kirana yang seakan banyak pikiran.
"Apa kamu ada masalah, Ki?" tanya Mia secara to the point.
Kirana pun menghela nafas beratnya. Seakan dirinya saat ini terhimpit sebuah beban berat dan ingin dilepaskannya dalam arti berbagi cerita pada orang lain.
"Bilang saja padaku, Ki. Siapa tau aku bisa bantu," desak Mia karena Kirana masih diam membisu.
"Aku bingung bayar biaya rumah sakit dan sekolah Anin. Apalagi aku belum gajian. Masih seminggu lagi tanggal gajianku," jawab Kirana terpaksa. "Maaf, Mia. Aku tak ada maksud cerita hal ini padamu. Aku tak ingin meminjam uang ke kamu," sambungnya.
"Iya, aku tau. Kamu paling gak bisa merepotkan orang lain dan gak mau," sahut Mia yang cukup mengenal karakter Kirana sebagai tetangganya. Keduanya sudah bertetangga selama beberapa tahun terakhir ini.
"Uangmu nanti aku ganti waktu udah gajian ya, Mia."
"Soal itu gampang. Aku masih punya pegangan uang. Kebetulan setahun terakhir ini adikku di kampung dapat beasiswa sekolah dan bantuan desa jadi aku bisa nabung-nabung lebih banyak dari sebelumnya,"
"Alhamdulillah,"
"Gimana kalau kamu nyambi kerja di tempatku?" saran Mia. "Lumayan nambah-nambah uang penghasilanmu buat berobat Anin," imbuhnya.
"Maksudmu aku kerja di karaoke?"
"Iya. Kerjaannya cuma antar minuman doang," jawab Mia.
"Tapi, Mia_" ucapan Kirana seketika terpotong.
"Kamu butuh uang, Ki. Di sana juga kerjanya halal kok. Asal kita gak tergoda aja buat jadi selingkuhan suami orang!" terang Mia.
Lantas, Mia pun menambahkan bahwa kerja di tempat karaoke dominan sering bertemu pria dewasa yang berstatus suami orang. Jarang sekali ada laki-laki yang beneran masih single.
"Pokoknya kamu jangan sampai tertipu sama yang namanya pria di luar sana kalau di antara mereka ada yang coba deketin. Laki-laki red flag dan modus seperti itu pasti bilangnya ke kita kalau dia sudah cerai talak dua dengan istrinya, tapi gak ada bukti surat cerainya. Alasan masih proses lah, dipersulit istri sah dan keluarganya, masih ini lah. Ujungnya dia cuma mau nipu kamu dengan modus curhat problem rumah tangga dia. Mendadak istri sah nong0l terus melabrak kita deh. Lagu lama laki buaya kadal darat seperti itu kalau lagi menebar umpan cinta. Kamu paham kan?"
"Paham," sahut Kirana refleks.
"Kamu kan kerja di toko roti jadi admin juga bayaran gak seberapa. Paling-paling sebulan cuma dapat empat juta. Anin butuh biaya lebih, Ki."
☘️☘️
Mia pun menjelaskan jika pekerjaan sampingan di tempat karaoke, gak akan mengganggu jam kerja utama Kirana.
Sebagai admin toko roti, Kirana biasa masuk kerja jam sepuluh pagi sampai jam tujuh malam. Sedangkan di tempat karaoke, kerja mulai jam sembilan malam sampai pukul dua dini hari.
"Buktinya aku kerja di sana sampai sekarang enggak pernah jual sedikit pun urusan bawah. Walau teman-temanku ada yang rela dibooking om-om buat jadi teman tidur hanya demi segepok uang,"
Kirana semakin dilema. Teguran dari pihak sekolah serta desakan pihak rumah sakit untuk segera melunasi pembayaran, membuat Kirana semakin terpo_jok.
"Aku masih takut Mia untuk kerja ke tempat seperti itu," ucap Kirana yang memang ia bukan wanita yang terbiasa masuk ke tempat hiburan malam.
Sewaktu Kirana masih muda dan single, hanya satu atau dua kali saja dirinya masuk ke tempat hiburan malam. Itu pun karena terpaksa. Klien nya yang bekerja sama di perusahaan properti ayahnya meminta bertemu dan rapat di sana.
Jika karaoke, Kirana pernah beberapa kali pergi ke tempat karaoke bersama adik-adiknya dan teman SMA. Akan tetapi, mereka pergi ke tempat karaoke keluarga bukan karaoke plus-plus.
"Coba dulu. Kalau kamu sehari-dua hari kerja terus merasa gak sanggup, silahkan mundur aku enggak apa-apa kok. Minimal kamu mau berusaha demi Anin,"
"Nanti aku pikirkan lagi,"
"Tak perlu banyak berpikir terlalu dalam. Yang penting kamu bisa jaga diri dan jangan pernah makan atau minum apapun di sana. Kadang kita hidup tak punya banyak pilihan dan kesempatan, Ki. Jangan pernah sia-siakan kesempatan yang datang di hidup kita dan pastinya hal seperti itu tidak akan datang untuk kedua kalinya."
"Aku merasa enggak enak, Mia."
"Gak enak sama siapa?"
"Nanti kalau sampai dilihat orang kampung sini aku pulang larut malam. Aku harus jawab apa?"
"Jawab saja kerja. Gitu saja kok repot!"
"Mereka pasti tanya, kerja di mana kok pulang larut malam begini?"
"Bilang aja mau tau banget sih! Kepo banget!" ketus Mia yang mendadak gemas.
"Memangnya kamu dan anakmu mati kelaparan, apa mereka mau membiayai secara cuma-cuma? Enggak kan!" desis Mia. "Gak perlu mikirin apa kata orang. Kita hidup bukan ngemis-ngemis uang ke mereka kok. Kamu gak perlu dengerin omongan orang-orang yang suka iri sama hidup kita," sambungnya.
"Cuma antar minuman saja kan?"
"Iya," jawab Mia. "Nanti malam aku jemput kamu. Kita ke sana naik motorku aja," imbuhnya.
Mia pun berpamitan pergi. Lalu, Kirana juga bergegas untuk berangkat kerja.
Bersambung...
🍁🍁🍁
alasanya jelas karena dia merasa kecewa karena Kirana tidak lagi bisa digunakan sebagai boneka balas dendamnya pada Aldo
/Sob//Sob//Sob/