Kenneth memutuskan untuk mengasuh Keyra ketika gadis kecil itu ditinggal wafat ayahnya.
Seiring waktu, Keyra pun tumbuh dewasa, kebersamaannya dengan Kenneth ternyata memiliki arti yang special bagi Keyra dewasa.
Kenneth sang duda mapan itupun menyayangi Keyra dengan sepenuh hatinya.
Yuk simak perjalanan romantis mereka🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15. Mencium Ken
15
Pagi itu dimulai dengan Keyra berjalan lesu menuju kelas. Matanya sayu, pikirannya kacau, dan langkahnya terasa berat seolah sebagian jiwanya tertinggal di rumah bersama Ken.
Begitu masuk kelas, Amara langsung menyambutnya dengan senyum cerah dan lambaian tangan.
“Key! Sini deh, aku pengen cerita!”
Ia menarik Keyra duduk di sebelahnya tanpa menunggu jawaban.
Keyra memaksakan senyum. “Pagi, Ra…”
“Nggal usah basa-basi deh, Kamu kelihatan kayak habis nangis semalaman,” goda Amara.
Keyra buru-buru menggeleng. “Enggak. Cuma… kurang tidur.”
Amara mengangkat alis tinggi-tinggi. “Kurang tidur karena mikirin siapa nih?”
Keyra merengut. “Nggak mikirin siapa-siapa.”
Amara hanya terkekeh, tidak percaya sedikit pun.
Tak butuh waktu lama hingga pacar Amara, Rendi, datang menghampiri dan duduk di bangku depan mereka. Tanpa ragu, ia mengacak rambut Amara, menepuk pipinya, bahkan mencium pipi gadis itu sebelum kembali ke tempat duduknya.
Semua itu dilakukan di tengah kelas yang masih ramai.
Seolah hal itu normal-normal saja.
Keyra melongo sedikit. “Kalian… nggak malu?”
Amara santai sambil memainkan kuku yang baru ia cat.
“Lah, kenapa harus malu? Kami pacaran, bukan maling.”
“Tapi… kamu nggak takut ketahuan guru?”
Amara terbahak. “Key, semua orang di sini tahu aku pacaran sama Rendi. Guru juga. Selama nggak keterlaluan, ya sudah. Nikmati aja masa muda.”
Keyra menggigit bibir. “Aku nggak ngerti apa istimewanya pacaran SMA.”
“Itulah masalahmu.” Amara menyikut lengan Keyra. “Kamu terlalu polos.”
Polos? Mungkin hanya sikapnya. Tapi pikirannya tidak begitu.
Keyra mengalihkan pandangan. “Aku cuma… nggak kepikiran.”
Amara menyipitkan mata, menilai.
“Keyra… ngomong jujur deh. Kamu lagi naksir siapa? Rafael ya?”
Jantung Keyra sontak melompat.
Wajah Ken muncul di kepala begitu saja.
Suaranya… sentuhannya… pelukannya semalam…
“A-aku… nggak naksir siapa-siapa, Rafael cuma temen kok.” jawabnya cepat.
"Masa sih? Pacaran dong. Rafael kan juara umum, cakep lagi. Nggak rugi deh kamu pacarin dia."
"Nggak, Ra. Aku nggak tertarik."
“Yakin?” Amara makin mendekat. “Soalnya belakangan kamu kayak orang lagi jatuh cinta banget. Fokus hilang. Senyum-senyum sendiri. Terus gampang ngambek.”
Keyra buru-buru memalingkan wajah. “Kamu halu deh. Aku nggak begitu.”
Tapi Amara tidak berhenti.
“Kalo kamu punya orang yang kamu suka… jangan dipendam. Masa SMA tuh masa emas buat ngerasain hal-hal manis. Deg-degan, disayang, diperhatiin, dicemburuin, diapain gitu lah.”
Keyra merasakan pipinya panas.
“Punya gebetan itu bikin hidup berwarna, Key. Serius.”
Keyra menelan ludah.
Ia ingin mengatakan, “Aku sudah punya seseorang di kepala.”
Tapi orang itu… bukan anak SMA.
Bukan teman sekelas.
Bukan cowok random yang bisa ia taksir seenaknya.
Seseorang itu adalah Ken.
Satu-satunya orang yang harusnya tidak ia sukai.
Amara melanjutkan tanpa ampun.
“Kamu sayang banget sama seseorang, aku lihat dari mata kamu, Key.”
Keyra tersentak kecil. “Hah? Dari mana?”
“Keliatan kok,” jawab Amara ringan. “Mungkin kamu ngerasa itu salah, atau rumit, atau mustahil. Tapi kalo kamu nggak ngapa-ngapain… kamu bakal nyesel. Serius.”
Keyra membeku.
Kalimat itu menusuk tepat di bagian hatinya yang paling rapuh.
Mustahil.
Itulah kata yang paling menggema di dalam dirinya.
Namun Amara terus berkata yang membuat Keyra semakin susah mengendalikan diri.
“Kamu pikirin ini ya… kalo seseorang bikin kamu nyaman, bikin kamu merasa berharga, bikin kamu ketawa, bisa bikin kamu nangis… mungkin dia memang orang yang tepat. Mau sekompleks apa pun proses dan keadaan, kamu harus perjuangkan..”
Keyra langsung mengalihkan tatapan ke meja, wajah merah, jantung kacau.
Amara tidak tahu.
Tidak mengerti.
Tidak sadar bahwa kata-katanya membuat Keyra semakin sulit menahan perasaan yang ia sembunyikan.
Sampai akhirnya Keyra berbisik lirih penuh beban.
“…Tapi kalo orang itu nggak boleh aku suka… gimana?”
Amara terdiam sebentar.
Lalu ia tersenyum nakal, seolah menemukan sesuatu yang jauh lebih menarik.
“Key… yang kamu suka itu siapa sih? Guru?”
Keyra langsung berdiri panik. Mencari alasan agar tidak ditodong dengan pertanyaan itu lebih jauh lagi.
“Bentar! Aku harus ke toilet!”
Ia kabur sebelum Amara bisa bertanya lebih jauh.
Namun di sepanjang koridor, di dalam dadanya sendiri…
Nama itu terus terulang.
Ken.
Ken.
Ken.
Dan sekarang… Keyra semakin sulit menghentikan perasaan itu.
**
Keyra pulang dengan langkah cepat. Kepalanya penuh dengan suara Amara...
“Kalo kamu suka seseorang… jangan dipendam."
“Kamu bakal nyesel kalo diem aja.”
“Mau serumit apa pun, kalau dia bikin kamu nyaman… mungkin dia memang orang yang tepat.”
Kalimat itu terus terngiang, membuat pikiran Keyra kacau dan dadanya sesak oleh keberanian yang tiba-tiba muncul.
Saat memasuki rumah, ia mendapati Ken di dapur sedang membuka tutup botol air mineral.
“Sweetheart? Kamu cepat pulangnya,” ujar Ken. Suaranya tenang, kebiasaan lamanya.
Keyra berhenti di ambang pintu.
Dulu ia akan menyapa biasa saja.
Tapi sekarang… semua berbeda.
Ia melangkah mendekat tanpa ragu, lalu berdiri di depan Ken dengan tubuh disandarkan sedikit ke counter dapur, mencoba terlihat santai padahal jantungnya kacau.
“Aku kangen,” katanya tiba-tiba.
Ken hampir tersedak air. “K… kangen apa? Kita kan ketemu pagi tadi.”
“Tapi aku tetap kangen.”
Keyra menatap langsung ke matanya meski harus mendongak karena perbedaan tinggi mereka cukup jauh.
Biasanya ia masih memilih kata-kata.
Sekarang matanya dipenuhi keberanian yang baru ia temukan.
Ken memalingkan wajah sambil menghela nafas pelan.
“Sweetheart… jangan bercanda begitu.”
“Aku nggak bercanda.”
Keyra mendekat setengah langkah.
Ken mundur setengah langkah.
Sikap yang justru membuat hati Keyra berdebar lebih keras, karena ia tahu pria itu bukan menjauh karena tidak suka. Tapi karena bingung.
Keyra ingat kata Amara,
“Kalau kamu nggak bergerak sedikit lebih berani… dia nggak akan pernah sadar.”
Ia pun mengulurkan tangan, menyentuh kerah baju Ken, merapikannya seolah itu tindakan wajar.
Ken membeku. “Key… kamu ngapain?”
“Rapiin,” jawab Keyra, sengaja berkata lembut. “Baju Ken miring.”
Tangan kecil itu masih menahan kerah Ken dengan sedikit gerakan menarik hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa jari.
Ken menelan ludah. “Keyra, sudah… itu...”
“Ken.”
Keyra memotong.
Dengan agak memaksa, Keyra berjingkat dan mengecup pipi kiri Ken. Kilat, namun cukup memiliki arti baginya, lebih-lebih Ken.
"Keyra...! Kamu ngapain?" Ken berekspresi penuh kebingungan di wajahnya yang semerah kepiting rebus.
Keyra melepaskan kerah baju Ken lalu tersenyum penuh percaya diri sambil berpeluk tangan membelakangi Ken.
"Mencium pipi Ken." Ia memperjelas.
Ken membalikkan tubuh Keyra agar bicara dengan menatap wajahnya.
"Kamu pikir Om senang dengan tindakan kamu itu? Kamu tidak ..."
Belum lagi Ken selesai dengan kalimatnya, Keyra langsung mengangkat tangannya meminta Ken diam karena dirinya yang akan mengambilalih kendali.
“Nanti malam… temenin aku tidur lagi, ya?”
Ken langsung panik halus.
“Tidak, Keyra. Kamu sudah besar. Tidak boleh seperti itu lagi. Kita sudah bahas ini berkali-kali sebelumnya.”
“Aku takut sendirian.”
Keyra mendekat lagi, suaranya mengecil, nada yang lebih manja yang belum pernah ia gunakan sebelumnya.
“Aku cuma mau ditemenin. Boleh, kan?”
Ken memejamkan mata sebentar, wajahnya jelas menunjukkan pergulatan.
“Sweetheart… kamu tahu aku sayang kamu. Tapi caramu bicara sekarang…”
Ia membuka mata, menatap Keyra dengan hati-hati.
“…tidak pantas untuk hubungan pengasuh dan anak.”
Keyra merasakan keberaniannya bertambah.
“Siapa bilang aku mau Ken jadi pengasuhku terus? Aku udah nggak butuh diasuh lagi.”
Ken terdiam.
“Keyra…”
Nada Ken melemah.
Keyra tersenyum, senyum kecil yang berbahaya, sesuatu yang tak pernah ia lakukan pada Ken sebelumnya.
“Mulai sekarang… aku mau Ken melihat aku sebagai Keyra yang sudah besar, juga dewasa.”
Ia menyentuh lengan Ken sebentar.
“Bukan anak kecil lagi.”
Seketika Ken menarik napas tajam dan menatap lantai, seolah membutuhkan jeda untuk tetap waras.
“Sweetheart… tolong jangan seperti ini. Kamu… kamu membuatku kesulitan.”
Keyra mencengkeram ujung baju seragamnya, wajahnya memerah, bukan malu, tapi keberanian remaja yang sedang tumbuh.
“Bagus kalau Ken kesulitan,” gumamnya.
“Itu artinya Ken sedang bingung. Kalau Ken menolak aku kan nggak perlu pake bingung segala."
Ken terdiam. Sekali lagi Keyra merasa menang, mendapatkan jawaban dari raut wajah bingung Ken.
Keyra lalu berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Ken terpaku di dapur dengan air mineral di tangannya yang belum diminum.
Untuk pertama kalinya…
Ken kehilangan kendali emosinya.
Dan Keyra mengetahuinya.
Itu membuatnya semakin ingin melangkah lebih jauh.
Apakah Ken benar-benar akan luluh?
Sementara itu, Keyra yang menghempaskan tubuhnya di atas ranjang pegas terusik oleh suara notifikasi ponselnya yang terdengar beruntun. Seolah ada pesan penting hingga harus dengan tindakan spam chat.
Keyra buru-buru memeriksanya karena penasaran.
Begitu ia buka, ada lima pesan dari Amara. Tapi begitu Keyra membukanya, sepasang matanya terbelalak melihat lima buah foto yang dikirim oleh temannya tersebut.
Foto itu menunjukkan beberapa adegan Rendi yang tengah melahap area leher dan dada Amara. Hal tersebut mereka lakukan saat di dalam mobil Rendi.
Jantung Keyra berdegup kencang. Nafasnya memompa tak beraturan.
Bibirnya ingin berkata "ini gila", tapi dalam hatinya justru berkata "aku ingin".
Ya. Keyra mendadak kembali memikirkan Ken. Ia menginginkan Ken memperlakukan dirinya seperti Rendi memperlakukan Amara.
Akankah Keyra bertindak lebih nekad lagi?
.
YuKa/ 051225
keburu Keyra digondol Rafael😏
gitu aja terus Ken. sampe Keyra berhenti mengharapkanmu, baru tau rasa kamu. klo suka bilang aja suka gitu loh Ken. sat set jadi cowok. hati udah merasakan cemburu, masih aja nyangkal dengan alasan, kamu tanggung jawabku😭😭😭