PERNIKAHAN MUDA BELIA

"Hmm kalau bisa budget lamaran gak usah terlalu banyak. Kan kamu lagi renovasi apartemen mu. Jadi mending budget lamaran cukup 100 juta aja. Nanti mahar nikah yang digedein" ujar Tante Alya semakin membuat aku shock.

Aku hanya bisa terdiam, mencerna semua informasi yang baru saja masuk ke telingaku. 100 juta untuk lamaran ? Renovasi apartemen ? Usaha Aldian sebesar apa sebenarnya ? Aku merasa seperti masuk ke dunia yang sama sekali berbeda. Aku tidak ingin membebani Aldian dengan biaya-biaya yang tidak perlu. Karena buat ku yang penting sederhana sudah cukup. Tapi mungkin Aldian ingin membahagiakan ku, sehingga ia ingin memberikan sesuatu yang layak untuk diriku.

"Sayang, kamu kenapa diem aja ?" tanya Aldian, menyadari perubahan ekspresiku. "Kamu gak suka ya sama rencananya ?". Aku menggeleng pelan. "Bukannya gak suka, cuma ... aku kaget aja. Aku gak nyangka semuanya akan semewah dan semahal ini" jawabku jujur. Tante Alya tersenyum lembut. "Caren, kamu gak perlu khawatir. Ini semua Aldian yang mau. Dia pengen memberikan yang terbaik untuk kamu dan karena Tante yakin Aldian mampu" ujarnya. "Iya, Sayang. Aku pengen kamu bahagia. Aku pengen semua orang tahu, betapa berharganya kamu buat aku" timpal Aldian sambil menggenggam tanganku erat.

Aku menatap mata Aldian, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di pikirannya. Aku melihat ketulusan dan cinta yang besar di sana. Aku tahu, dia melakukan ini semua karena dia sangat mencintaiku. "Tapi, Aldian, aku gak mau kamu terlalu memaksakan diri. Aku gak mau kamu jadi terbebani" ucapku khawatir. "Aku gak terbebani kok, Sayang. Aku malah seneng bisa ngelakuin ini buat kamu. Lagian, aku udah lama nabung buat masa depan kita. Tanya mama deh kalau gak percaya" jawab Aldian sambil tersenyum meyakinkan. Aku menghela napas lega. Aku percaya pada Aldian. Aku percaya dia tahu apa yang dia lakukan. Aku hanya perlu mendukungnya dan percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Ya udah deh, kalau itu yang kamu mau. Aku ikut aja" ucapku akhirnya, mencoba tersenyum. "Nah, gitu dong. Aku jadi makin sayang sama kamu," balas Aldian sambil mencium keningku tanpa malu didepan mamanya. "Eh belum sah gak boleh cium-cium dulu. Aldian main nyosor aja. Ingat ya nunggu lulus SMA baru kalian boleh menikah" omel Tante Alya melihat kelakuan putranya yang agak tidak tahu malu itu. Aku hanya tersipu malu ... andaikan Tante Alya tahu anaknya suka minta melakukan hal yang lebih dari itu, bisa jadi malam ini juga kami berdua bakal dinikahkan deh.

Setelah itu, kami melanjutkan obrolan tentang detail acara pertunangan. Tante Alya menjelaskan tentang hantaran yang akan dibawa, model cincin yang akan kami pilih, dan hal-hal lain yang perlu dipersiapkan. Aku hanya mendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna semua informasi yang disampaikan Tante Alya.

Akhirnya malam semakin larut, Aldian sudah mengantarku ke rumah Tante Ella. Sebelum dia pulang, aku meminta ijin padanya mengenai tawaran menjadi asisten pelatih pada event drumband 1 bulan ke depan. "Ald ... mengenai tawaran yang dikasih sama senior-senior tadi untuk posisi asisten pelatih itu gimana ? Apa boleh ?" aku menanyakan nya kepada Aldian. Dan Aldian cukup bijaksana dalam memberikan pendapatnya "Gini sayang ... kira-kira kamu merasa kebebanan gak kalau dapat tambahan tugas itu ?" tanya Aldian kepadaku. "Gak beban sih sayang asal jadwalnya sama dengan jadwal latihan drumband yang sudah terjadwal. Karena aku kan harus mempersiapkan pernikahan kita dan pertandingan basket tahunan dengan SMA HN International 2 bulan lagi" jawabku sambil memikirkan semoga semua jadwal tidak berbenturan. "Sayang ... kalau kamu merasa berat tolong jangan diambil kesempatan itu. Karena kita juga harus spare waktu untuk diri kita berdua. Tapi kalau kamu rasa bisa, gak masalah ambil aja. Menurut mu kerepotan gak sayang ?" tanya Aldian kembali. "Gak tau juga sayang ... Karena jobdes nya belum diomongin sama mereka. Yang penting gak diluar jadwal yang udah ada. Kalau diluar itu aku gak mau sayang" ujarku. "Nah gitu dong ... tunanganku harus bisa memilih skala prioritas untuk hidupnya. Kan mikir sekarang udah gak untuk diri sendiri aja. Tapi juga harus mikir aku dan keluarga kita sayang" mencelos rasanya hatiku mendengar penuturan dari Aldian. Gak salah dia memimpin sebuah organisasi motor terkenal di kota ini. Dia bisa memilah apa yang harus menjadi prioritas hidupnya. "Ya udah aku pulang dulu, Sayang. Besok pagi aku jemput ya" ucap Aldian dan tidak lupa mengecup keningku sebelum pulang.

Lambaian tanganku mengiringi kepergian Aldian. Aku bergegas untuk masuk ke dalam rumah. Dan rupanya Tante Ella sudah mendengar dari ayah bahwa akan ada acara pertunangan antara aku dan Aldian. "Aduh ... yang mau tunangan. Deg-degan gak ?" goda Tante Ella saat aku menceritakan apa yang disampaikan mamanya Aldian tadi. "Ya pasti deg-degan Tante. Dulu Tante Ella dan Om Rizal gimana ?" tanyaku ke Tante Ella. "Ya pasti deg-degan juga apalagi Om Rizal posisi kerja di Qatar. Takut jadwal cutinya berubah" jawab Tante Ella. Ya mereka berdua saat ini sedang long distance married sejak 1 tahun lalu. Namun rencananya akhir tahun ini Tante Ella akan mengikuti suaminya yang bekerja di perusahaan Oil & Gas di Qatar.

Malam itu, aku sulit tidur. Pikiran tentang acara kami nanti di hari Minggu dan semua yang menyertainya terus berputar di kepalaku. Aku bertanya-tanya, apakah aku pantas mendapatkan semua ini? Apakah aku bisa menjadi istri yang baik nantinya untuk Aldian. Kelulusan hanya tinggal 5 bulan lagi. Aku takut, aku tidak bisa memenuhi ekspektasinya.

Pagi harinya seperti biasa, Aldian menjemput ku untuk ke sekolah. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam, memikirkan semua keraguan yang ada di benakku. "Sayang, kamu kenapa sih dari tadi diem aja ?" tanya Aldian, menyadari kegelisahanku. "Kamu masih kepikiran soal pertunangan kita hari Minggu ya ?". Aku mengangguk pelan. "Iya. Ini udah hari Selasa loh. Tinggal 5 hari lagi. Aku takut, Aldian. Aku takut gak bisa memenuhi ekspektasi mu" jawabku jujur. Aldian menggenggam tanganku erat. "Sayang, dengerin aku. Aku cinta sama kamu apa adanya. Aku cinta sama kepribadian kamu, hati kamu, dan semua yang ada dalam diri kamu" ucapnya tulus. "Aku gak butuh pasangan yang sempurna. Aku cuma butuh kamu, Caren. Aku cuma butuh kamu untuk selalu ada di sampingku, mencintaiku, dan mendukungku. Itu aja udah cukup buat aku" lanjutnya. Air mataku mulai menetes mendengar ucapan Aldian. Aku merasa terharu dan lega. Aku tahu, dia benar-benar mencintaiku dengan tulus. "Makasih, sayang" ucapku lirih, menghapus air mataku. "Aku janji, aku akan berusaha jadi pasangan yang baik buat kamu". Aldian tersenyum lembut dan mencium tanganku. "Aku tahu kamu pasti bisa, Sayang. Aku percaya sama kamu" balasnya.

***