Di tengah hiruk pikuk kota Bandung yang modern, seorang pemuda terjebak dalam cinta yang tidak seharusnya. Ia tak tahu, bahwa wanita yang ia cintai menyimpan masa lalu yang kelam — dan hubungan mereka bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan takdir yang berulang dari masa lampau...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BABAK VI: ROMANSA YANG MENGALIHKAN ADIEGAN 18: JANJI DI BAWAH LANGIT BANDUNG H
Hubungan antara Reza (yang memperkenalkan dirinya sebagai David) dan Ratih berkembang dengan cepat. Nomor telepon yang didapatkan Reza di warung kopi itu menjadi jembatan yang menghubungkannya kembali ke Bandung. Selama beberapa minggu setelah kepulangan dari pelayaran, setiap kali ia mendapatkan waktu cuti dari pekerjaannya di Jakarta, Reza segera melajukan mobil mewahnya ke Kota Kembang.
Bandung, yang awalnya menjadi kota kegagalan dan kekecewaan, kini terasa hangat karena kehadiran Ratih.
Ratih, dengan kecantikan alaminya yang ayu dan kesederhanaannya, adalah antitesis sempurna dari kehidupan Reza yang penuh ambisi dan obsesi. Saat bersama Ratih, Reza bisa melepaskan identitasnya sebagai Nahkoda yang berwibawa dan anak Ayah yang sukses. Ia hanya David, pria biasa yang jatuh cinta pada pelayan warung.
Keromantisan mereka tumbuh di tempat-tempat sederhana. Reza tidak pernah membawa Ratih ke restoran mewah di Jakarta. Sebaliknya, mereka menghabiskan waktu di warung kopi Ratih, atau berjalan-jalan di taman-taman kota yang teduh, mengenang masa-masa Reza masih kecil.
Momen di Bawah Bintang
Salah satu malam, saat warung Ratih tutup, mereka duduk berdua di bangku kayu panjang yang terletak di depan warung. Lampu warung sudah dimatikan, hanya diterangi oleh cahaya rembulan dan lampu jalanan yang redup. Suasana Bandung yang dingin membuat mereka duduk sangat berdekatan.
"Kamu tidak pernah bosan, A' David, jauh-jauh dari Jakarta cuma untuk datang ke sini, ke warung kopi butut ini?" tanya Ratih, menyandarkan kepalanya di bahu Reza.
Reza melingkarkan lengannya di bahu Ratih, menghirup aroma kopi dan parfum murah yang terasa menenangkan.
"Kenapa harus bosan, Ratih? Di sini, saya tidak perlu memakai topeng. Di sini, saya merasa jadi diri sendiri. Kamu adalah pelarian yang saya butuhkan," jawab Reza tulus. Tentu saja, ia tidak menjelaskan bahwa "topeng" yang ia maksud adalah wibawa Nahkoda, dan "pelarian" yang ia maksud adalah pelarian dari obsesinya terhadap Nawangsih.
Ratih tersenyum. Ia tidak tahu bahwa David adalah Nahkoda sukses yang tinggal di apartemen mahal. Ia hanya tahu David adalah seorang perwira pelayaran yang baik, romantis, dan memperlakukannya dengan sangat hormat.
"Aku senang kalau A' merasa tenang di sini. Tapi David, pekerjaan kamu membuat kita sering jauh. Aku takut..."
"Takut apa, Sayang?" Reza memotong lembut.
"Takut kalau kamu kembali berlayar, kamu akan melupakanku. Kamu sukses. Aku hanya pelayan warung kopi. Kita... terlalu jauh," bisik Ratih, suaranya dipenuhi ketidakpastian.
Mendengar kata-kata itu, hati Reza tersentuh. Ratih tulus dan polos, ia mengingatkannya pada kepolosan masa kecilnya yang hilang. Ia tidak ingin kehilangan koneksi murni ini. Ia ingin Ratih menjadi jangkar yang definitif, yang mengikatnya pada kehidupan normal, menjauhkannya dari jurang obsesi yang terlarang.
Reza menarik napas dalam, mengambil keputusan besar yang ia yakini akan mengakhiri pencarian gilanya terhadap Nawangsih.
"Lihat saya, Ratih," pinta Reza. Ia memegang kedua pipi Ratih, memaksa gadis itu menatap matanya.
"Saya tidak akan pernah melupakan kamu. Kamu adalah masa depan saya. Saya datang ke Bandung bukan hanya untuk mencari ketenangan, saya datang untuk mencari istri."
Ratih terkejut. Matanya melebar, air mata haru mulai menggenang.
"A' David... kamu serius?"
"Saya janji, Ratih. Saya akan menikahi kamu. Begitu saya kembali dari pelayaran besar berikutnya, saya akan datang ke sini, bertemu orang tuamu, dan kita menikah. Saya tidak peduli kamu pelayan warung atau putri raja. Yang saya tahu, saya mencintai kamu."
Keromantisan itu mencapai puncaknya. Ratih memeluk Reza erat-erat.
"Terima kasih, David. Terima kasih banyak. Aku juga mencintaimu."
Syarat Pernikahan yang Sederhana
Setelah pelukan panjang yang hangat, Ratih mengajukan permintaan yang sangat sederhana.
"Aku mau, A' David, kalau kita jadi menikah, ada satu permintaan yang harus kamu penuhi. Ini janji kita."
"Apapun, Sayang. Katakan saja."
"Aku ingin, di depan warung ini, kamu bangunkan sebuah gapura yang bagus, yang ada tulisannya 'Selamat Datang di Warung Ratih dan David'. Dan di sampingnya, aku mau ada sebuah taman kecil yang penuh dengan bunga warna-warni. Aku ingin itu menjadi tanda, bahwa dari warung sederhana ini, kita memulai segalanya."
Reza tertawa. Permintaan Ratih sangat jauh dari bayangan Arya yang meminta saham perusahaan. Permintaan Ratih menunjukkan kesederhanaan dan ketulusan cintanya.
"Gapura dan taman? Itu mudah sekali, Sayang. Jauh lebih mudah daripada membawa kapal kargo melintasi Samudra Pasifik," canda Reza.
"Jadi, janji?"
"Janji. Begitu saya kembali, gapura itu sudah ada. Dan kita akan menikah."
Reza kembali memeluk Ratih, menciumnya dengan lembut. Dalam momen romantis ini, Reza merasa damai. Ia telah menutup pintu masa lalu yang obsesif, dan membuka lembaran baru dengan Ratih.
Ia merasa lega. Ia telah menemukan cinta normal yang bisa ia miliki. Nawangsih, sang Ibu, akan ia biarkan hilang. Ia akan fokus pada kehidupan barunya.
Reza, sang Nahkoda, siap berlayar kembali, membawa janji Ratih dalam hatinya. Ia tidak tahu bahwa takdir tidak akan membiarkannya lepas dari ibunya begitu saja, dan janji pernikahan ini akan menjadi ironi yang menyakitkan di kemudian hari.
