Versi Terbaik Cintaku

Versi Terbaik Cintaku

Prolog

Arvano Nathaniel Putra Dinata, anak tunggal dari keluarga terpandang di kotanya. Papanya seorang pengusaha terkenal yang memiliki banyak perusahaan yang begitu disegani oleh kompetitor.

Arvan, orang memanggil nya. Memiliki kepribadian tertutup dan terkenal anti dengan perempuan.

Ada trauma dimasa lalu yang membuat Arvan begitu menjaga batas dengan lawan jenis.

Arvan hanya tinggal berdua dengan sang papa. William Henry Dinata. Hanya berdua karena sang ibu telah meninggal saat Arvan masih berusia lima tahun. Dan sampai saat ini papanya masih setia dengan cinta yang dia miliki untuk sang mama. Sama sekali tak ada niat untuk mencari tambatan hati yang lain.

Bagi beliau, jatuh cinta hanya sekali dan menikah pun hanya sekali. Sisanya hanya melanjutkan hidup menjaga cintanya yang masih abadi didalam hati sampai suatu saat ajal menjemput.

Saat ini Arvan masih berkuliah, disalah satu universitas terkenal di Jakarta. Dikampus, Arvan menjadi incaran para wanita karena parasnya yang tampan. Tapi sayang, dari banyaknya wanita yang mendekati pria tampan yang memiliki gummy smile itu dan menginginkan dia untuk menjadi kekasihnya, Arvan sama sekali tak menunjukkan ketertarikannya.

Arvan memilih cuek dan tak menggubris perempuan-perempuan itu. Bagi Arvan, tak ada waktu untuk meladeni mereka. Perempuan hanya akan membuat hidup nya susah dan ribet.

Meski begitu, Arvan memiliki dua orang sahabat yang begitu setia dengan nya. Dia adalah Narendra Adiwiyata, atau sering dipanggil Naren dan Arga Satra Megantara biasa dipanggil Arga.

Naren memiliki sifat yang bertolak belakang dengan Arvan. Dia memiliki kepribadian yang ceria dan gampang bergaul. Kalau Arvan hanya memiliki dua teman sekaligus sahabat yaitu Naren dan Arga, berbeda dengan Naren. Pria itu memiliki banyak teman-teman selain Arvan, meski begitu hanya Arvan yang menjadi sahabat terbaik nya.

Tak hanya pertemanan, cerita cinta keduanya juga bertolak belakang. Naren memiliki banyak perempuan disisinya. Meski begitu, tetap saja Naren belum memiliki perempuan mana yang akan dia jadikan sebagai pacar. Naren hanya bersenang-senang dengan mereka.

Arga pun memiliki sifat yang tak beda jauh dengan Naren, yang membedakan hanya Arga tak suka mengumbar cinta seperti Naren.

Orang bilang Arvan kesepian, tapi Arvan rasa tak begitu. Ada dua sahabat yang selalu membuat hidup nya berisik.

Bayangkan, Arvan yang cuek diberikan sahabat yang super duper berisik seperti Naren dan Arga.

Tapi itulah hidup. Meski sering dibuat kesal oleh dua orang itu, tetap mereka adalah sahabat terbaik bagi Arvan. Mereka yang selalu ada disaat Arvan membutuhkan mereka.

Perbedaan sifat yang bertolak belakang tidak menjadi penghambat untuk bersahabat bukan?

______

"Woi Van, sendirian aja lo." Arga menghampiri Arvan yang tengah duduk di bawah pohon yang ada di taman kampus. Membaca buku dengan headphone yang menempel di kedua telinga nya adalah kebiasaan Arvan.

Arvan menoleh sebentar lalu kembali fokus dengan bukunya.

"Emang susah sih punya teman yang pacaran sama buku." Arga melepas headphone ditelinga Arvan.

"Bisa nggak usah ganggu gue?." Ucap Arvan dengan tatapan mengintimidasi. Cowok itu memang memiliki mata dengan sorot yang tajam.

"Gitu banget sih lo Van sama teman sendiri."

"Naren mana?." Tanya Arvan. Biasanya tom and Jerry itu selalu berdua.

"Nggak tau gue. Sama cewek-ceweknya itu kali. Van, kantin yok, laper nih gue." Begitu menoleh, ternyata Arvan kembali memasang headphone nya. "Nasib nasib. Nggak ada yang beres gue punya teman. Yang satu playboy yang suka menebar cinta, yang satu kulkas seratus pintu."

Arga tak lanjut mengganggu Arvan, dia tau teman nya yang satu itu kalau sudah berteman dengan buku dan headphone kesayangannya tak akan ada yang bisa mengganggu.

"Ke kantin sendiri lah gue. Dari pada disini jadi nyamuk." Arga akhirnya memilih ke kantin sendiri.

"Woi bro. Makan nggak ngajak-ngajak lo." Naren datang bersama seorang wanita. Sepertinya sih masih teman satu kampus sama mereka.

"Dari mana aja lo?." Tanya Arga.

"Biasalah." Naren merangkul cewek yang datang bersama nya.

"Hai Arga." Sapa cewek yang bersama Naren.

"Oh, hai." Arga balas melambaikan tangan, lalu kembali fokus dengan makanan nya.

"Naren, aku gabung sama teman-teman aku yang disana dulu ya." Ucap cewek itu menunjuk kearah meja lain yang sudah ada beberapa teman nya disana.

"Oke baby, nanti aku telpon ya." Ucap Naren.

"Cewek mana lagi tuh?." Tanya Arga begitu cewek itu sudah pergi.

"Masih dekat-dekat sini kok. Nggak jauh." Ucap Naren tak pernah serius. "Mana teman lo satu lagi?." Naren menyomot kentang goreng yang sedang dimakan Arga.

"Ada."

"Mana?."

"Dimana lagi teman lo yang satu itu kalau bukan ditaman. Pacaran sama buku-buku dia itu." Ucap Arga. "Habis kentang gue ege. Kalau mau beli sana." Arga menepuk punggung tangan Naren yang tak berhenti menyomot kentang goreng nya.

"Ya elah Ga, pelit banget jadi teman. Dikit doang padahal."

"Dikit dari mana? Hampir habis nih."

"Orang pelit kuburan nya sempit." Ucap Naren.

"Bodo amat. Lagian ukuran kuburan mah segitu-gitu aja. Nggak yang lega."

Seperti itulah contoh kecil keributan dua sahabatnya yang setiap hari dihadapi Arvan.

______

Jika Arvan hanya tinggal berdua dengan sang ayah, beda halnya dengan seorang gadis cantik bernama Ellena Anasya Dirgantara,dia hanya tinggal berdua dengan sang bunda. Ellen, adalah panggilan akrabnya.

Ayah Ellen, meninggal tiga tahun yang lalu akibat sebuah kecelakaan. Dalam kejadian itu mereka sekeluarga sedang dalam perjalanan menuju luar kota, pulang kampung ke kediaman nenek Ellen.

Sayangnya dalam kecelakaan itu hanya ayah Ellen yang tidak selamat.

Setelah kecelakaan itu, Ellen dan bundanya memutuskan untuk tinggal di kampung sang nenek. Dan melanjutkan masa SMA nya di kampung tersebut. Meninggalkan perusahaan sang ayah dan mempercayakan kepada orang kepercayaan keluarga Dirgantara.

"Ellen, duduk sini nak. Bunda mau ngomong sesuatu sama kamu." Bunda Dian. Satu-satunya orang tua yang Ellen punya.

"Iya bunda." Ellen duduk di sofa ruang keluarga bersama bundanya.

"Gimana nak, kamu udah ambil keputusan mau lanjut kuliah dimana?." Tanya bunda Dian.

"Ellen ikut keputusan bunda aja. Kalau bunda mutusin untuk pulang ke Jakarta, Ellen ikut. Lagian disini nenek juga nggak ada. Nggak mungkin kita ninggalin perusahaan ayah terlalu lama. Kak Arya pasti juga butuh bantuan bunda." Ucap Ellen. Arya adalah orang kepercayaan keluarga Dirgantara yang dipercaya melanjutkan perusahaan selama bunda Dian dan Ellen memutuskan tinggal di kampung.

Satu tahun yang lalu nenek Ellen sudah meninggal dunia. Setelah dipertimbangkan, mereka memutuskan untuk kembali ke kehidupan mereka yang lama. Hidup menjadi keluarga konglomerat Dirgantara.

"Kalau kamu setuju sama keputusan bunda, satu minggu lagi kita pulang ke Jakarta. Bunda bakal kasih tau kak Arya buat ngurus kuliah kamu di sana." Ucap bunda Dian.

"Bunda udah siap buat ingat kenangan bersama ayah, setelah kita pulang ke Jakarta?." Tanya Ellen. Tujuan utama mereka pindah ke kampung adalah untuk meninggalkan kenangan indah yang tak mungkin mereka lupakan di rumah sebelum nya bersama almarhum ayah nya.

"Siap nggak siap kita harus siap nak. Nggak mungkin selamanya kita disini. Rumah kita yang sesungguhnya adalah kediaman Dirgantara." Ibu dan anak itu saling berpelukan.

Saling menguatkan dan mempersiapkan diri untuk kembali ke kehidupan yang  telah lama mereka tinggalkan.

______

Disini, dikampung sang nenek, Ellen memiliki seorang teman. Teman yang selalu ada untuk nya. Dia adalah Zean, laki-laki yang selalu ada untuk Ellen. Dengan Zean, Ellen selalu bercerita banyak hal tentang kehidupannya.

Zean juga tau, kalau Ellen tak akan selamanya tinggal didesa itu. Dan suatu saat akan kembali ke kehidupan nya yang lama. Menjadi Ellena Anasya Dirgantara, anak pengusaha terkenal yang memiliki kekayaan yang berlimpah.

"Tumben ngajak ketemuan, ada apa?." Tanya Zean. Ellen sengaja mengajak Zean untuk bertemu, memberitahu kalau satu minggu lagi Ellen akan pulang ke Jakarta.

"Zean, aku mau ngomong sesuatu." Ucap Ellen.

"Apa sih, kelihatan nya serius banget?." Tanya Zean.

"Aku mau pulang." Ucap Ellen.

"Pulang? Kamu baru aja sampai, masa udah mau pulang aja." Ternyata Zean belum mengerti kalau kata pulang yang Ellen maksud adalah kembali ke Jakarta.

"Bukan Zean. Aku mau pulang kerumah aku. Rumah yang di Jakarta." Beritahu Ellen.

Untuk sepersekian detik, Zean tak mengucapkan apa-apa. Zean tau Ellen akan pulang ke Jakarta, tapi tidak sekarang.

"Zean..." Ellen membuyarkan lamunan Zean. "Kamu dengerin aku kan?."

"Kapan?." Hanya satu kata itu yang berhasil lolos dari mulut Zean.

"Satu minggu lagi." Ucap Ellen.

"Satu minggu? Dan kamu baru kasih tau aku sekarang." Kesal Zean.

"Mendadak Zean. Kak Arya butuh aku sama bunda disana. Dan kita juga udah lulus SMA. Kan kamu tau setelah lulus SMA aku mau lanjutin kuliah di Jakarta."

"Kenapa nggak kuliah disini aja. Banyak kok universitas yang nggak kalah bagusnya dari Jakarta. Selama tiga tahun ini juga kak Arya sendiri yang ngurus perusahaan ayah kamu." Zean belum ikhlas kalau Ellen harus pergi sekarang.

"Nggak bisa Ze. Mau gimanapun aku yang akan melanjutkan perusahaan itu. Aku anak satu-satunya yang ayah punya."

"Ooh, yaudah. Kalau itu sudah keputusan kamu. Aku nggak bisa apa-apa. Sebagai teman aku cuma bisa mensupport keputusan yang kamu ambil." Ucap Zean. Meski bilang nggak apa-apa, Ellen bisa melihat raut kecewa diwajah Zean.

"Zean. Maaf." Ellen menundukkan kepalanya.

"Nggak perlu minta maaf Len. Disana kehidupan kamu yang sesungguhnya." Ucap Zean, meski berat dia harus bisa menghargai keputusan Ellen.

"Zean." Panggil Ellen.

"Hmm, apa Len?." Zean menoleh, menatap wajah Ellen.

"Satu minggu lagi aku pulang. Kamu masih belum mau jawab pertanyaan aku?." Tanya Ellen.

Zean menunduk, seolah berat untuk berbicara.

"Zean... aku butuh jawaban kamu."

Zean sahabat yang baik dan selalu ada untuk Ellen. Sejak awal kepindahan Ellen ke desa itu, Zean lah orang pertama yang mengajak Ellen untuk berteman. Jika Ellen membutuhkan bantuannya, Zean pasti selalu siap.

Diperlakukan istimewa seperti itu, cewek mana yang tak baper. Perasaan yang awalnya hanya sekedar sahabat kini berubah jadi cinta. Kata orang, tidak ada persahabatan yang murni antara laki-laki dan perempuan. Dan itulah yang terjadi diantara mereka.

Bukan Zean yang menyatakan perasaan nya, tetapi Ellen. Bagi Ellen lebih baik mengungkapkan dari pada memendamnya. Tapi sampai sekarang, Zean belum menjawab pernyataan cinta nya itu.

"Maaf Len, aku nggak bisa." Ucap Zean.

Tau apa alasan Zean menolak cinta Ellen?

Zean tau latar belakang keluarga Ellen seperti apa. Dia merasa tak pantas bersanding dengan gadis seperti Ellen, karena dia hanya berasal dari keluarga sederhana.

Ibu dan bapak Zean hanya seorang petani yang bekerja menggarap ladang dan sawah orang.

"Nggak, aku nggak mau dengar sekarang. Simpan jawaban kamu nanti dihari aku pulang ke Jakarta." Ellen sengaja menutup kuping nya sebelum Zean menjawab pertanyaan nya. Ellen berlari meninggalkan Zean sendiri.

"Maaf Len, sekarang atau nanti jawaban aku tetap sama." Ucap Zean, menatap punggung Ellen yang terus menjauh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!