Aluna, gadis sebatang kara yang harus terlibat dengan pernikahan kontrak dengan seorang Ceo demi membayar denda atas insiden yang tidak sengaja terjadi.
Dan Haris laki-laki berusia 32 tahun yang juga terpaksa menawarkan pernikahan kontrak pada Alana demi maminya.
bagaimana kelanjutan kisah keduanya ??
ikutin terus perjalanan cinta mereka.
Plagiat ! hus hus ☠️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona_Written, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Setelah Nyonya Ghania memerintahkan kepada Art yang tadi sedang memijat dirinya untuk kembali ke kamarnya, dia ingin ngobrol empat mata dengan sang anak.
"Haris,"Panggil Nyonya Ghania.
"Iya mi."Jawab Haris.
"Gimana. Apa kamu sudah menemukan wanita yang akan kamu bawa kepada mami?" Tanya Nyonya Ghania.
"Belum."Jawab Haris singkat.
"Lalu kapan?" Tanya Nyonya Ghania. "Mami hanya tidak mau terlambat, karna wanita yang mau mami jodohkan dengan kamu ternyata sudah memiliki kekasih."Lanjut Nyonya Ghania dengan wajah sedihnya.
Haris menatap mami dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Ya, kalau dia sudah punya kekasih, ya biarin saja. Ngapain Mami maksa untuk menjodohkan Haris dengan dia?" ucap Haris dengan rasa kebingungan yang tak bisa diungkapkan. Pemikiran Mami benar-benar di luar dugaannya. Haris tidak mengerti apa yang ada di benak Maminya itu hingga berani memaksakan perjodohan dengan wanita yang sama sekali tidak dikenal, bahkan lebih parahnya, wanita yang sudah memiliki kekasih.
"Apakah Mami benar-benar tidak peduli dengan perasaanku? Apakah Mami tidak memikirkan apa yang akan terjadi setelah perjodohan itu?" Gumam Haris dalam hati. Dia merasa kesal dan marah pada Maminya itu namun juga bingung bagaimana cara menghadapi masalah ini tanpa melukai perasaan orang tuanya.
"Tapikan baru pacaran belum menikah, makannya mami maunya kamu segera bertemu dengannya sebelum dia menikah dengan kekasihnya itu."Ucap Nyonya Ghania, dia tetap dengan pendiriannya ingin menjodohkan Haris dengan Aluna.
"Mih, mami waras kan?" tanya Haris dengan tatapan yang aneh. Dia merasa sangat heran kenapa mami-nya begitu terobsesi dengan wanita itu.
Apa yang membuat mami sampai sebegitu terpesona? Sejak kapan mami memiliki ide aneh seperti ini? Apakah ini sebuah kelainan ataukah keinginan dari hati terdalam mami? Aku harus mencari jawabannya.
Haris mulai merasa penasaran dengan wanita yang mami-nya ingin jodohkan dengannya.
''Secantik apa sih dia? Apa keistimewaannya hingga membuat maminya seantusias ini?'' pikir Haris sembari mencoba mencari gambaran tentang wanita misterius itu dalam benaknya.
"Akankah dia benar-benar menjadi pendamping yang cocok untukku? Atau ini hanya keinginan mami yang ingin menikahkanku dengan cepat?". sambung Haris dalam hati, merasa bingung dan ingin segera mengetahui jawaban dari semua pertanyaannya tersebut.
"Apa maksud kamu, kamu menuduh mami tidak waras. Iya?" Tanya Nyonya Ghania dengan tidak senang kepada Haris.
"Ya habisnya Haris heran, kenapa mami sangat antusias sekali mau jodohin Haris dengan dia, hanya gara- gara dia pernah meminjamkan sweaternya kepada mami."Ucap Haris.
"Bukan hanya itu Haris, mami menyukai dia karna dia wanita yang baik dan juga sederhana, bahkan dengan kesederhanaannya saja dia bisa semenarik itu, apa lagi kalo dia mau make up dan berpakaian yang rapih, mami yakin kecantik-kannya makin sempurna."Ucap nyonya Ghania, dia tersenyum membayangkan kecantikan Aluna.
"Mi, tapi dia kekasih orang loh, jangan ngaco deh, masa iya nanti ada pemberitaan seorang Haris Alandra. CEO CIOGRUPS merebut kekasih lelaki lain, kan gak lucu mi."Ucap Haris sudah sangat frustasi dengan keinginan sang mami.
"Mami tidak perduli, kan mereka hanya pacaran belum menikah, kecuali kamu merebut istri orang baru itu tidak boleh."Ucap Nyonya Ghania tetap tidak mau kalah.
"Terserah mami lah, aku pusing."Ucap Haris sambil bangun dari duduknya, tubuh jangkungnya itu berjalan meninggalkan sang mami, dia menaiki anak tangga satu persatu untuk tiba di kamarnya.
"Haris kemana tante?" Tanya Reza, padahal tadi saat dia lewat ke dapur Haris masih duduk di sofa bersama maminya.
"Dia naik ke atas, mau istirahat kali."Ucap Nyonya Ghania.
Reza hanya mengangguk.
"Tante gak istirahat?" Tanya Reza.
"Ini mau istirahat."Ucap Nyonya Ghania, dia bangkit dari duduknya, lalu meletakan bantal soda yang sedari tadi dia peluk, dia berpamitan kepada Reza sang keponakan, lalu melangkah menuju ke dalam kamarnya.
Melihat Haris frustasi, Nyonya Ghania malah sangat senang, itu artinya Haris akan sangat mudah untuk di paksa menuruti kemauan sang mami.
**
Aluna tiba di rumahnya jam 11 malam, karna tadi dia dan Arga mampir terlebih dahulu untuk makan.
"Ga, makasih ya untuk hari ininya."Ucap Aluna kepada Arga saat dia tiba di rumahnya.
"Iya Lun sama-sama, makasih juga ya untuk waktunya."Ucap Arga, dia tersenyum ke arah Aluna.
"Ok, "Ucap Aluna, jujur dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya jika dia benar-benar sangat bahagia.
"Yaudah masuk gih sana, udah malem, kamu istirahat ya, sampai ketemu di kampus besok."Ucap Arga, dia mengusap kepala Aluna dengan lembut.
"Iya Ga, kamu hati- hati ya di jalannya."Ucap Aluna dia tersenyum dengan pipi merahnya.
Arga mengangguk perlahan, mengakui perasaan bingung yang sedang menyelimuti pikirannya. Ada rasa bahagia yang begitu mendalam, sehingga dia tak mampu menahan senyum ketika berada di dekat Aluna.
Namun, dia selalu berusaha untuk mengalihkan pandangannya agar Aluna tidak menyadari perasaan canggung yang muncul akibat perasaan yang tengah dirasakannya.
"Ayolah Ga, kamu jangan jadi pengecut seperti ini" gumam Arga dalam hati, merenungkan setiap momen yang mereka lalui bersama. Dia tak ingin membuat Aluna merasa canggung dan terbebani oleh perasaannya, namun di sisi lain, hatinya berharap Aluna juga merasakan hal yang sama.
"Apa aku ungkapin sekarang aja ya? Tapi tidak lah, masa saat ini momennya gak romantis, tapi kalo menunggu lagi Aluna gak akan di ambil laki- laki lain kan? Terus aku harus gimana?" tanya Arga pada dirinya sendiri, mencari solusi terbaik dalam menjaga perasaan dan hubungan mereka. Selalu ada keraguan dan rasa takut, namun begitu, ada kebahagiaan yang begitu jelas terpancar dari wajah Arga saat bersama Aluna. Apapun pilihan yang akan dia ambil, Arga tahu bahwa dia harus melangkah hati-hati agar tidak merusak segalanya.
"Bye."ucap Aluna dia melambaikan tangannya kepada Arga, dia berjalan menuju ke pintu rumahnya, dan Arga juga mulai menghidupkan motornya kembali untuk pulang ke rumahnya.
Aluna masuk ke dalam rumahnya yang masih gelap itu, setelah membuka pintu utamanya dia melangkah dengan menghidupkan senter di ponselnya mencari saklar lampu, lalu menghidupkannya.
Setelah memastikan dia sudah mengunci pintunya kembali Aluna melangkah menuju ke lantai dua, dia ingin segera membersihkan dirinya.
"Kenapa aku sangat bahagia ya." Gumam Aluna sambil bercermin di cermin yang ada di dalam kamarnya, dia menghapus make up dan sisa-sisa debu yang menempel di wajahnya.
"Jangan-jangan tadi arga liat gimana saltingnya aku."Lanjut Aluna, dia mencoba menenangkan perasaannya yang tidak karuan itu.
"Sudah Luna, bisa gila nanti kamu."Ucap Aluna lagi kepada dirinya sendiri sambil menampar pelan pipinya.
**
Sedangkan di mansion mewah, di salah satu kamar yang sangat luas dengan nuansa gelap itu, seorang laki-laki sedang menghisap rokoknya entah yang ke berapa batang, dia berdiri di balkon kamarnya itu.
Lalu laki-laki itu mengeluarkan ponselnya dari dalam kantong celananya, dia memencet satu nomor di ponselnya dan menatap foto profil dari nomor itu.
"Apa gue hubungin dia aja ya, kira-kira dia mau gak gue bayar buat menjadi kekasih pura-pura gue."Gumam Haris, foto yang dia lihat itu adalah foto Aluna.
"Dia sangat berbeda, tapi dia sudah memiliki kekasih, apa dia mau gue ajak kerja sama untuk sementara waktu." Lanjut Haris.
"Huuuffffttt." Haris membuang nafasnya dengan berat, tak dapat menyembunyikan rasa frustrasi yang mulai membuncah di dalam hatinya.
"Lagian, kenapa Mami begitu gigih ingin gue menikah? Bukankah gue sudah cukup bahagia dengan kehidupan seperti ini?" gumam Haris dalam hati, merasa tertekan oleh tuntutan Mami nya yang seolah tak pernah berhenti. Dia membuang sisa rokoknya ke bawah, lalu berjalan masuk kembali ke dalam kamarnya.
Tubuh Haris terhempas ke kasur berukuran king size miliknya, mencari pelarian dari kegalauan hati yang semakin menyiksa. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang luas, seakan mencari jawaban yang selama ini tak pernah didapatkannya.
"Apakah benar bahwa menikah akan membuat gue lebih bahagia? Atau justru akan semakin menambah beban hidup gue?" batin Haris, berusaha mencari kebenaran dalam keraguan yang terus mengganggu pikirannya.
Ada rasa takut dalam hatinya, takut bahwa kebahagiaan yang selama ini ia rasakan akan sirna jika ia memutuskan untuk mengikat janji suci pernikahan.
Akankah Haris menemukan jawaban yang ia cari, ataukah ia akan terus terjebak dalam dilema yang tak pernah ada habisnya? Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan itu, seiring dengan pergulatan batin yang terus berlanjut dalam hati Haris.
Ketidak inginan Haris untuk menikah, kenapa membuat semua orang di sekelilingnya menganggap jika dirinya tidak normal? Apa kah keputusan untuk tidak menikah sangat buruk di mata masyarakat saat ini, bukan kah yang menikah saja banyak yang gagal, dan Haris sangat tidak ingin terjebak dalam ke gagalan, karna semasa hidupnya dia harus selalu berhasil dengan apa yang di jalaninya.