Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Malam harinya sebelum tidur, Queensa menatap langit-langit kamar yang dulu terasa asing, kini mulai terasa seperti miliknya sendiri.
Rasa untuk Affin benar-benar pergi dari hatinya. Tapi bukan karena paksaan Anjasmara. Justru karena suaminya itu rela mundur untuk Affin jika itu menjadi pilihannya. Justru karena Anjasmara menghargai apa yang menjadi keinginannya, mengingat Queensa pernah hilang. Dan akhirnya sadar yang dicari bukanlah sebuah pelarian, tapi pulang.
Dan Anjasmara, pria yang hatinya sempat hancur karena ulah istrinya sendiri, masih bersedia untuk menunggunya pulang.
*****
Pagi hari, mereka berangkat lebih pagi dari biasanya. Queensa duduk di kursi penumpang, memandang keluar jendela, mengenakan blus biru sederhana dan celana kain hitam. Tangannya bergerak turun naik di atas perutnya yang mulai tampak membuncit, tapi tak mengatakan apa-apa. Perjalanan ke rumah sakit seperti menuju sebuah pengadilan, bukan karena takut akan hasil pemeriksaan nanti, hanya Queensa merasa grogi karena kali pertama membawa serta Anjasmara bersamanya. Nyatanya masih banyak hal yang belum benar-benar dibicarakan dan membuat hubungan mereka menjadi canggung setelah ia ingin memperbaiki keadaan dari awal.
Anjasmara juga tak bertanya apa-apa. Ia tahu, keberanian istrinya datang dari dalam. Dan sadar ia tak perlu mengorek, tapi menemani.
Sesampainya di rumah sakit, keduanya berjalan beriringan. Keduanya sama-sama mengambil nomor antrian, disana mereka juga bertemu dengan Ridwan, wajah pria itu kaku beberapa detik, lalu sedikit melunak saat melihat mereka datang berdua.
"Paman pikir kamu akan datang sendirian, apa semua baik-baik saja?" tanyanya, bukan sekedar basa-basi, namun perhatian yang tulus. Anjasmara mengangguk pelan.
"Queensa," suara Ridwan terdengar pelan, "Gunakan kesempatan ini untuk memperbaiki hubungan kalian, percayalah tidak ada laki-laki sebaik suamimu."
Queensa menatap pamannya. Mengangguk kecil dengan tangan saling bertaut gugup. Queensa menahan napas, lalu kemudian berujar,
"Aku tahu semua orang kecewa. Termasuk paman, tapi aku tidak berada disini untuk sekedar menemani. Aku ingin paman tau, aku masih memperjuangkan rumah tanggaku. Dan aku mau memulainya dengan jujur."
Anjasmara tertegun. Kata-kata Queensa sederhana, tapi menggetarkan. Ridwan menarik nafas dalam, lalu mengangguk pelan. Pria itu tak memeluk Queensa, hanya menepuk punggungnya pelan.
Pagi itu Anjasmara benar-benar menemani istrinya cek kandungan, netra Anjasmara memindai layar hitam putih itu dengan jeli dan serius, seakan tak ingin melewati 1 mili pun gambar yang tertera di sana. Tangan laki-laki itu menggenggam telapak tangan istrinya erat. Anehnya, Queensa merasa sedikit basah di telapak tangan mereka yang tergenggam, Anjasmara berkeringat? Diruangan yang dingin?
"Bagus. Perkembangan janinnya bagus. Kalau bisa, mulai bulan depan rutin cek ke sini atau dokter kandungan yang lain. Akan lebih baik kalau bisa melihat setiap perkembangan janinnya melalui USG." kata dokter memberi saran seraya mengakhiri sesi check up USG Queensa.
"Apa ada pantangan?" tanya Anjasmara.
Dokter setengah baya itu menggeleng seraya membersihkan gel dan membantu Queensa memperbaiki pakaian. "Tidak. Alhamdulillah istri Anda tidak mengalami kendala selama kehamilan ini. Tekanan darahnya normal dan anemia yang dulu sempat ia derita juga sudah pulih. Berkat istirahat yang cukup dan tidak ada tekanan di pikirannya. Itu sangat berpengaruh."
Pria itu mengangguk memahami penjelasan dokter tersebut.
"Oya, Bapak juga boleh jika ingin menggauli istrinya. Insya allah sudah melewati masa rentan kandungan."
Refleks pria itu mengerutkan kening dan menatap dokternya penuh tanya.
Dokter itu justru melirik Queensa seraya tersenyum penuh arti.
"Maksudnya kalian aman jika mau berjima, tidak akan membahayakan baik ibu ataupun janinnya." tambah dokter seakan mengerti kebingungan Anjasmara.
"Hmph... ya. Terima kasih informasinya." dan hanya kalimat itu yang Anjasmara ucapkan sebagai responnya.
******
Sepanjang perjalanan pulang, Queensa kerap melirik Anjasmara. Dalam hati perempuan itu bertanya, mengapa Anjasmara berubah jadi pendiam dan lebih dingin seperti ini? Semakin memperhatikan semakin Queensa berhasil menilai sosok suaminya. Pria itu tinggi dan tegap. Kulit Anjasmara sawo matang mencerminkan pria yang kerap menghabiskan waktunya di bawah terik matahari. Wajahnya sangat khas keturunan Jawa, terlihat tegas dan berkarisma, perempuan itu yakin setiap orang yang bertemu dengan Anjasmara mereka mampu membaca sifatnya yang dingin dan pekerja keras.
"Sudah sampai!"
Karena terlalu banyak berpikir Queensa sampai tidak menyadari jika mereka sudah berada di pekarangan rumah.
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Anjasmara membukakan pintu mobil istrinya.
"Perutku sedikit kencang, mungkin terlalu lama duduk!" hanya sebuah alasan guna menarik perhatian pria itu.
Dan berhasil.
Anjasmara menyelipkan tangannya di bawah lutut Queensa, satu tangan lainnya menyangga punggung dan sekali angkat Queensa berhasil berada di gendongannya.
Queensa mengulum senyum tipis, perlahan ia mengaitkan kedua tangannya ke leher Anjasmara, hanya hal sederhana tapi hatinya terasa lebih tenang.
"Tidurlah, nanti saya bangunkan jika sudah waktunya sholat." tubuhnya diletakkan perlahan di atas pembaringan, sementara laki-laki itu berjalan keluar dari kamar.
Queensa melihat punggung suaminya yang menjauh. Hasil pemeriksaan Anjasmara memang tak ada yang perlu di khawatirkan, pembengkakan ginjal yang sempat terjadi sudah pulih, bagi penderita gagal ginjal orang bisa tiba-tiba tak sadarkan diri, dan itu umum terjadi. Dan biasanya akan semakin parah hingga perlu melakukan cuci darah. Ketika ginjal tidak dapat menyaring limbah dan cairan dari tubuh, sehingga menyebabkan penumpukan zat beracun.
Sementara setelah menutup pintu kamar, Anjasmara bersandar di balik pintu, matanya terpejam seperti memikirkan banyak hal yang begitu banyak.
"Walaupun kamu hanya berpura-pura, tapi saya terkesan Queensa, biarlah saya tetap bermimpi meski pada akhirnya harus terbangun dengan luka." gumam Anjasmara sebelum benar-benar melangkah menjauh.
makanya gak usah sooook...
untung gak dicere
semoga Anjas menemukan perempuan yang tepat dalam hidupnya...
queensa ini gak kapok kapok lho ya ...
haddeuh 🤦♀️