Follow ig author : @Shikuzika97
PLAGIAT! BISULAN SEUMUR HIDUP 🤙🏻😤
Restu Anggoro Wicaksono, seorang pria yang sering kena bully ketiga sahabatnya lantaran dirinya yang belum pernah melakukan hubungan s*xs dengan lawan jenis. Jangankan berhubungan badan, dekat dan sekedar berciuman saja Restu belum pernah.
Hingga suatu malam, ketiga sahabatnya menyeretnya ke klub malam. Menyewakan seorang wanita untuk membantu Restu merasakan pengalaman bercinta.
Namun, pertemuannya dengan wanita malam tersebut, membuat Restu terkesan, terpikat dan tidak bisa melupakannya.
Bertahun-tahun berlalu, Restu masih mencari wanita malam itu. Tapi nihil, wanita tersebut menghilang seperti di telan bumi. Di sisi lain, keluarganya sudah menuntutnya untuk segera menikah.
Akankah Restu bisa menemukan kembali wanita yang ia cari? Ataukah akhirnya dia harus menyerah dan menerima perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya?
Yuk, ikuti dan dukung keseruan kisah Restu 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquarius97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mi Ayam.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 siang. Ponsel Qiana tiba-tiba bergetar, sebuah notifikasi dari nomor tak dikenal masuk.
Qiana melirik sekilas, tapi kemudian ia meraih ponselnya karena penasaran.
✉️ +62xxxx:
Qiana, carikan saya mi ayam dan es jeruk. Jeruknya harus manis ya, tapi ada asem-asemnya dikit. Saya kasih kamu waktu lima menit. Saya tunggu, gak pakai lama.
Dahi Qiana langsung berkerut. "Siapa nih, enak banget maen nyuruh-nyuruh gue?!" gerutunya.
Dengan kesal ia membalas sekena nya.
✉️ Qiana:
Siape lu? Cari sendiri lah, punya kaki kan.
Tak butuh waktu lama, balasan masuk lagi.
✉️ +62xxxx:
Saya Restu. Ingat, waktu kamu cuma lima menit, Qiana.
"Mampus... si bos ternyata!" Qiana buru-buru meletakkan ponselnya, lalu menutup wajah dengan kedua telapak tangan.
"Huwaa... kok si bos bisa dapet nomor gue sih!" hatinya langsung dibuat dag-dig-dug oleh Restu.
"Eh, Qi. Kenapa lu? Ayok kita ke kantin, udah waktunya istirahat!" ajak Andira yang tiba-tiba muncul.
Qiana langsung membuka tangannya dengan cepat. "Hehehe, gak papa kok, Mba!" kilahnya, kembali memasang wajah normal.
Tak lama, ponselnya kembali bergetar.
Drrt... drttt...
✉️ +62xxxxx:
Lima menit dari sekarang, Qiana. 😤
Qiana melotot.
"Eh, Mba... Mba duluan aja, Qia masih ada perlu!" katanya tergesa.
"Baiklah, Mba duluan kalau begitu," jawab Andira sambil berlalu.
Begitu Andira menghilang, Qiana langsung berdiri dan melangkah cepat keluar kantor. Untung saja ia punya langganan warung mi ayam yang dekat dengan kantor, jadi ia tidak perlu pusing-pusing mencari.
"Eh, kalo dipikir, beneran nih si bos minta cariin mi ayam?! Yang bener aja? Seleranya nggak banget, padahal orang kaya! Tadi pagi nasi box, sekarang mi ayam...."
Ia berdecak sambil menggelengkan kepala, langkahnya makin cepat seolah takut waktu lima menit itu benar-benar dihitung pakai stopwatch.
*
*
*
Setelah pesanan Restu berhasil didapatkan, Qiana kembali ke kantor dan segera berlari menaiki lift. Napasnya ngos-ngosan, keringatnya mengalir di pelipis.
Tadi saat berada di warung mi ayam, ia hampir ribut dengan pembeli lain gara-gara minta didahulukan. Karena tidak mau ribet, Qiana rela membayar lebih, demi mempercepat urusannya. Bahkan, ia juga rela membayari beberapa ibu-ibu yang sedang mengantri hanya supaya dirinya bisa dilayani lebih cepat.
Begitu sampai di kantor, kebetulan Niko sedang membuka pintu dari dalam. Ia baru saja menawarkan makan siang untuk bosnya, tapi Restu menolak dengan alasan sudah menyuruh seseorang. Betapa herannya Niko ketika melihat Qiana yang muncul, menenteng sebuah kantong plastik. Ia sempat mengira yang ditugaskan adalah Viva, sekretaris Restu, bukan resepsionis seperti Qiana.
"Kenapa Si Bos nyuruh resepsionis?" namun pertanyaan itu hanya mampu ia ucapkan dalam hati.
"Silahkan, Pak Restu sudah menunggu," ujar Niko kemudian.
Qiana hanya mengangguk singkat sebelum melangkah masuk.
Restu yang sejak tadi sudah menunggu Qiana, langsung menoleh. Sekilas, wajahnya sempat sumringah, namun dalam sekejap ekspresinya berubah dingin.
"Kamu...terlambat sepuluh menit!" Restu melirik jam tangannya.
"Ck,, bapak please, jangan marahi saya...saya sudah rela lho membayar lebih, bahkan sampai mentraktir ibu-ibu disana supaya pesanan saya di dahulukan!"
Restu sejenak tertegun, sedikit tersenyum, tapi saat Qiana menoleh ke arahnya ia merubah ekspresi nya menjadi datar. "Bodo amat, saya tidak peduli!" ketusnya dibuat-buat.
Tanpa banyak basa-basi, ia bangkit lalu menggiring Qiana menuju sofa. "Letakkan di sini," perintahnya tegas.
"Astaga bapak, bilang terimakasih kek seenggaknya.. Lagian nih, bapak tuh punya asisten pribadi, punya sekretaris...kenapa bapak nyuruh saya!" kata Qiana sambil mengeluarkan mi ayam tersebut dari dalam plastik.
"Suka-suka sayalah, kan ini kantor punya papa saya, jadi terserah saya mau nyuruh siapa!" Restu mengendikkan bahu, lalu mulai menyendok mi nya.
Mata Qiana menyipit, "Sumpah ya, ini bos ngeselin banget. Pen gue tonjok rasanya!"ucapan itu hanya bisa ia lontarkan dalam hati.
"Doa dulu, Pak, nanti keselek loh!" Qiana mencoba memperingatkan.
Restu yang sudah hendak melahap, mengurungkan gerakannya, lalu menoleh.
"Kamu doain saya keselek?"
Qiana menggeleng, "Astaga, Pak.. Saya cuma berusaha mengingatkan loh!"
"Iya, saya sudah doa kok. Emang kalau doa harus koar-koar gitu!"
Qiana memutar bola matanya, entah kenapa ia menjadi tidak ada takut-takut nya dengan Restu. "Yasudah, Pak. Saya turun dulu, saya juga mau ke kantin!" ucapnya sambil beranjak.
"Tunggu!" Restu mencegah, ia berjalan menuju mejanya mengambil sesuatu. "Ini cardlock apartemen saya, nanti kamu bersihkan sebelum mulai kerja di Indomaret!"
Qiana menerimanya, "Baiklah, permisi Pak!"
...🕊️🕊️🕊️...
Sore hari, para karyawan sudah bersiap akan pulang. Qiana pun sudah merapikan mejanya dan menata berkas-berkas ke dalam rak. Hingga Andira datang menghampiri.
"Qi, si butet gimana?" tanyanya penasaran.
"Tadi tukang bengkel telepon, katanya sudah bisa diambil, Mbak!"
Andira mengangguk kecil. "Kalau begitu, ayo Mbak antar kamu ke bengkel."
Mata Qiana langsung berbinar. "Serius, Mbak? Mbak nggak ada janji sama ayang hari ini?"
Andira terkekeh sambil menggeleng. "Nggak, Mbak bawa motor sendiri kok."
"Wah, makasih banget, Mbak!" ucap Qiana penuh syukur.
Andira benar-benar mengantarnya sampai ke bengkel. Setelah Qiana mengambil Butet dan menyelesaikan pembayaran, mereka pun berpisah di sana.
Qiana lalu memutar arah motornya, tujuannya saat ini bukan rumah, melainkan apartemen Restu. Ia sengaja tidak pulang dulu, sebab setelah tahu lokasi apartemen itu, ternyata jaraknya cukup dekat dengan indomaret tempatnya bekerja. Rencananya, ia ingin langsung bekerja dan pulang nanti saja sekalian.
Sesampainya di apartemen Restu, Qiana langsung menyingsingkan lengan bajunya dan mulai bekerja. Sebenarnya, tidak banyak yang harus dikerjakan, karena ruangan itu sudah cukup rapi dan bersih. Hanya butuh sedikit sapuan dan lap ringan. Dari situ, Qiana bisa menilai kalau Restu adalah tipe orang yang sangat menjaga kebersihan.
"Huft… akhirnya selesai juga," gumamnya sambil menepuk-nepuk tangannya.
Begitu selesai, ia meraih ponsel dan mengetik pesan singkat untuk Restu.
✉️ Qiana :
Pak, semua sudah beres. Saya pamit pulang.
Beberapa menit kemudian, bunyi notifikasi masuk.
✉️ +62xxxxx :
Okey.
Qiana menghela napas lega, lalu keluar dari apartemen. Ia berniat langsung menuju Indomaret untuk masuk shift sore. Namun, baru saja menyalakan motor, ponselnya berdering. Tanpa pikir panjang, Qiana mengangkatnya.
Wajahnya seketika menegang. Suara dari seberang membuatnya kaget bukan main.
Tanpa menunggu lama, ia memacu Butet sekencang-kencangnya ke rumah. Shift di Indomaret pun ia batalkan.
Si Butet....
...ΩΩΩΩΩΩΩ...
Apa yang membuat Qiana begitu terkejut? Apa yang kira-kira terjadi, ya? Yukk, nantikan di bab berikutnya 👋🏻
Alurnya juga nggak bikin bosen.
suka suka suka