NovelToon NovelToon
Jodoh Pilihan Ibu.

Jodoh Pilihan Ibu.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Tukar Pasangan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rinnaya

Dijodohkan dengan pria kaya raya? Kedengarannya seperti mimpi semua perempuan. Tapi tidak bagi Cloe.

Pria itu—Elad Gahanim—tampan, sombong, kekanak-kanakan, dan memperlakukannya seperti mainan mahal.

“Terima kasih, Ibu. Pilihanmu sungguh sempurna.”

Cloe tak pernah menginginkan pernikahan ini. Tapi siapa peduli? Dia hanya anak yang disuruh menikah, bukan diminta pendapat. Dan sekarang, hidupnya bukan cuma jadi istri orang asing, tapi tahanan dalam rumah mewah.

Namun yang tak Cloe duga, di balik perjodohan ini ada permainan yang jauh lebih gelap: pengkhianatan, perebutan warisan, bahkan rencana pembunuhan.

Lalu, harus bagaimana?
Membunuh atau dibunuh? Menjadi istri atau ... jadi pion terakhir yang tersisa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinnaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Izen.

Elad menutup laptopnya dengan keras, lalu mendesah panjang. Dokumen yang harusnya ia baca untuk rapat dewan komisaris terbengkalai, huruf-hurufnya menari-nari tanpa arti di layar.

Sudah tiga hari. Dan Cloe masih tidak muncul.

Seharusnya itu bukan masalah. Seharusnya ia bisa bersantai, kembali ke hidupnya yang bebas—tanpa istri yang suka mengomel, menyindir, dan memelototinya setiap kali ia pulang.

Tapi nyatanya rumah ini jadi terlalu sunyi. Terlalu kosong.

“Kenapa sih,” gumamnya, melempar pulpen ke sofa seberang. “Kenapa wajah nyebelin itu masih muncul di kepalaku?”

Ia berdiri, berjalan ke jendela besar di ruang kerja. Langit berwarna kelabu. Di luar, suara lalu lintas mengisi udara. Tapi di dalam, hanya gema pikirannya sendiri.

Ia bisa saja menghubungi orang suruhannya. Bisa saja menyuruh detektif swasta. Tapi bagian dari dirinya menolak. Mungkin ego. Mungkin rasa malu. Atau mungkin karena ia takut jika benar-benar menemukan Cloe, ia akan memohon untuk tetap tinggal.

Pintu dibuka tanpa izin. Dhara masuk tanpa ekspresi, seperti biasa, membawa aura dingin yang bahkan AC pun kalah.

“Aida baru meneleponku,” katanya tanpa basa-basi. “Dia tidak senang. Kau bahkan tidak berusaha mencari Cloe.”

Elad menoleh malas. “Lalu? Memangnya aku satpam pribadi Cloe?”

“Kau suaminya, Elad.”

“Suami kontrak,” koreksi Elad cepat. “Kesepakatan bisnis. Jangan lupa kita semua sedang main peran di sini.”

Dhara mendekat. Tatapannya tajam, lebih menusuk daripada biasanya. “Sayangnya, peran itu harus dimainkan dengan serius. Kau pikir Aida akan diam jika Cloe tidak kembali? Jika pernikahan ini gagal, semua kesepakatan jatuh. Termasuk saham perusahaan yang kalian per-tukarkan.”

Elad menggeram pelan. “Sialan.”

“Aku sudah mengutus orang mencarinya, tapi akan lebih cepat kalau kau sendiri turun tangan,” lanjut Dhara dingin. “Aida bilang, ‘Jika Elad tak sanggup menjaga istri, maka dia tak pantas menjadi pemilik apa pun milik kami.’”

Elad tertawa pendek, tapi tidak ada nada lucu di sana.

“Lucu ya. Aku dikawinkan dengan wanita yang tidak mencintaiku, dan sekarang semua orang menyalahkanku karena dia pergi.”

Ia berjalan menjauh dari jendela, lalu berhenti, menatap lantai dengan sorot kosong.

“Tapi dia... benar-benar pergi. Tanpa jejak. Dan itu yang paling menyebalkan.” Ia menatap Dhara, suaranya lebih rendah. “Cloe nggak seperti wanita-wanita yang biasa aku hadapi. Dia bisa marah, bisa nyolot, tapi dia juga ... tahu caranya membuatku merasa kalah.”

Dhara menatap anaknya lama, lalu berkata pelan. “Mungkin karena untuk pertama kalinya kau merasa kehilangan sesuatu yang bukan milikmu.”

Elad terdiam.

Kepalanya penuh suara. Gambar Cloe—di tepi kolam, di ruang makan, saat ia melawan, saat ia menangis—semua muncul tak diundang.

Ia mengacak rambutnya frustasi, lalu bergumam lirih,

“Sial. Aku bahkan enggak tahu dia suka bubur manis atau asin.”

Dhara pergi tanpa menanggapi, meninggalkan Elad sendiri dalam ruangan yang makin terasa pengap. Pria itu akhirnya meraih ponselnya, ruang chat kontak Cloe yang sama sekali tidak ada balon percakapan di sana. Benar-benar kosong.

Satu notifikasi masuk.

Dari salah satu staf rumah—pengasuh kancil miliknya.

[Pak, saya dengar kabar dari penjaga pintu belakang, motor hilang waktu itu. Ada kemungkinan Bu Cloe keluar lewat jalur desa. Mungkin kembali ke tempat asalnya dulu.]

Elad membaca pesan itu berulang kali.

Perlahan, sebuah nama muncul di kepalanya. Nama yang belum pernah ia pikirkan sejak malam pengantin mereka—waktu Cloe lari dan nyaris menghilang juga.

Mala.

***

Gemercik air sungai terdengar seperti bisikan masa lalu. Cloe duduk di atas batu besar yang sedikit menjorok ke aliran dangkal, membiarkan kakinya terendam air yang sejuk. Udara di desa, segar dan bersih, seperti pelukan lembut yang tak pernah ia dapat di villa mewah itu.

Di sampingnya, Sintia duduk dengan senyum tak pernah lepas dari wajah. Gadis itu masih sama seperti dulu—sederhana, cerewet, dan selalu punya gosip terbaru.

“Kalau bukan karena Juna, aku nggak tahu kau udah balik, Clo,” katanya sambil melempar kerikil kecil ke sungai. “Kamu itu legenda di desa ini, tau enggak?”

Cloe tersenyum kecil. “Legenda apa? Wanita yang kabur dari perjodohan dan berakhir jadi ... istri orang asing?”

Sintia melirik. “Justru karena itu. Kau menghilang tiba-tiba. Banyak yang penasaran, bahkan Izen sempat tanya-tanya soal kamu.”

Cloe menoleh. “Izen?”

“Iya.” Sintia meneguk air dari botolnya, lalu menyender santai ke pohon kecil. “Dia yang dulu mau dikenalin sama kamu. Yang kamu kira duda tua.”

Cloe terbatuk pelan. “Cukup, aku malu!”

Sintia tertawa, geli melihat ekspresi temannya. “Ya ampun. Izen itu anak dari Anos . Dia cuma ke kamar mandi waktu kamu datang. Kamu masuk, lihat ayahnya, langsung panik dan lari. Kami semua bingung.”

Wajah Cloe memerah, antara malu dan shock. “Astaga...”

“Sekarang kamu ngerti kenapa aku nyari-nyari kamu waktu itu? Aku cuma pengen kamu lihat dia dulu sebelum kabur!” Sintia terkekeh. “Kalau kamu tahu siapa Izen, mungkin kamu bakal nyesel seumur hidup.”

Cloe mengerutkan kening. “Emangnya segitunya?”

Sintia mengangguk mantap. “Izen itu primadona. Putra tunggal, ganteng, ramah, pinter. Baru aja pulang dari kota buat ngelanjutin usaha ayahnya—perkebunan teh di atas gunung. Luas banget. Dia bisa aja tinggal di kota, tapi katanya desa ini rumahnya. Semua cewek di tiga desa sebelah aja berebut kenalan.”

Cloe menatap air, diam beberapa saat. “Dan dia sempat nanya soal aku?”

Sintia tersenyum lembut. “Iya. Waktu tahu kamu kabur, dia cuma bilang, ‘Mungkin dia takut. Tapi semoga dia baik-baik saja.’”

Hening sejenak. Air terus mengalir di bawah kaki mereka. Angin dataran tinggi membelai rambut Cloe, menyapu wajah yang mulai kehilangan kilau kerasnya.

“Kayak mimpi,” bisiknya. “Dulu aku takut dijodohkan dengan orang tua. Sekarang ... aku malah dijebak masuk ke kandang yang lebih dingin dari kutub utara.”

Sintia menatapnya lama. “Dia nyakitin kamu, ya?”

Cloe mengangguk pelan. “Bukan dengan pukulan ... tapi dengan cara mereka membuatku merasa tidak punya pilihan.”

Sintia menggenggam tangan Cloe, hangat dan erat. “Kamu sudah pulang. Kalau kamu mau, hidupmu bisa dimulai lagi dari sini.”

Cloe tersenyum sendu. “Tapi aku bukan lagi gadis yang sama. Aku pulang bukan sebagai Cloe yang dulu.”

“Kamu tetap Cloe. Cuma hatimu yang belajar lebih keras sekarang.”

Langkah kaki terdengar dari kejauhan. Cloe menoleh, dan di kejauhan, bayangan seorang pria tinggi, berkulit bersih dan mengenakan topi caping, melangkah pelan ke arah mereka sambil membawa sekeranjang daun teh segar.

Sintia melambaikan tangan. “Izen!”

Cloe menegang.

Dan ketika pria itu mendekat, menurunkan topinya dan tersenyum, Cloe baru menyadari bahwa ia sedang menatap versi lain dari dunia yang tak sempat ia kenali dulu.

“Cloe, ya?” Izen menyapa lembut. “Akhirnya kita bertemu.”

Bersambung....

1
Rittu Rollin
yuk up nya dtunggu ya thor
Rittu Rollin
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!