Dean Benicio dan Janella Winkler adalah sepasang suami istri yang saling mencintai.
Karena sebuah penyerangan, Jane yang tengah hamil besar harus berpisah dengan Dean. Tak lama kemudian sebuah kabar membuat Jane hampir kehilangan anak-anak yang dikandungnya. Dean dikabarkan meninggal, Rex sang asisten pribadi pun juga tidak kabarnya.
5 tahun berlalu, Jane bersama anak kembarnya datang kembali ke kota tempatnya dulu tinggal. Jane ingin mengenalkan kenangan Dean kepada Ethan dan Emma.
Tapi saat sedang berada di taman, Jane melihat Dean yang sang duduk di sana. Jane menggandeng kedua anak kembarnya berlari menghampiri Dean. Jane langsung memeluk Dean tapi sebuah kalimat membuat Jane tersentak.
" Kamu siapa?"
Bukan hanya itu yang membuat Jane terkejut, datangnya seorang wanita dan anak kecil yang memanggil ayah pada Dean semakin membuat Jane bingung.
" Jika itu adalah Daddy kita maka tidak ada yang boleh memanggilnya ayah," ucap Emma dan Ethan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Kembar 15
Semua tampaknya mulai sibuk dengan tujuan masing-masing. Begitu juga dengan Dean. Dia juga punya rencana nya sendiri. Mengingat sang ayah mertua begitu menginginkan kematiannya, maka tentu saja Dean akan mewujudkannya.
" Jadi, apa rencana Anda, Tuan Dean?" tanya dr. Arthur. Dia sungguh penasaran saat Dean mengatakan ingin melakukan sesuatu.
" Mari lakukan operasi pengangkatan tumor otak yang gagal. Aku akan mati di meja operasi, jadi secara garis besar kamu harus memalsukan kematian ku," jelas Dean.
Mata dr. Arthur langsung membelalak. Dia sangat kaget dengan keinginan Dean. Bagaimana bisa dia meminta seorang dokter untuk membuat berita kematian palsu. Ini sungguh diluar kode etik seorang dokter.
" Jangan melihat ku begitu dokter, dan jangan berlagak suci dok, bukankah Anda juga pernah melakukan hal buruk kepadaku. Kalau aku tidak menekan Anda begini, bukankah Anda akan terus memberikan obat yang bertolak belakang menuju kesembuhan?"
Glek
Skak mat
Dokter Arthur kesusahan menelan saliva nya. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Arthur jelas kalah telak, apa yang dikatakan Dean semuanya adalah benar, karena memang seperti itulah fakta yang ada.
" Bagaimana dokter, Anda setuju bukan. Diamnya Anda maka saya anggap setuju. Sekarang buatlah jadwal dan katakan pada 'istriku' itu megenai kondisiku yang semakin memburuk," pinta Dean.
Arthur membuang nafasnya kasar, sepertinya tidak ada lagi jalan baginya untuk mundur. Semua harus ia lakukan sesuai keinginan Dean. Bagaimanapun dia berhutang kepada pria yang saat ini duduk di depannya.
" Baiklah. Saya akan mengatakan apa yang Anda inginkan Tuan. Sekarang juga saya akan membuat Anda untuk rawat inap di sini, saya juga akan menjelaskan kepada Nyonya Eliz keadaan Anda sesuai yang Anda inginkan." Arthur benar-benar pasrah dan hanya bisa mengikuti apa yang Dean perintahkan. Ya, ucapan Dean lebih seperti perintah dari pada permintaan. Aura mendominasi itu terlihat sangat jelas bisa Arthur rasakan.
Sebenarnya siapa dia, aku merasa begitu tertekan setiap kali berbicara dengannya. dan, aku mencoba mencari informasi mengenai Tuan Dean ini, tapi sama sekali tidak bisa mendapatkan info apapun. Arthur hanya bisa berbicara dalam hati. Dia sangat penasaran dengan identitas asli Dean.
Dean tersenyum puas. Ia sungguh ingin segera pergi dari rumah itu. Memang benar jika dia tetap di kediaman Martinez akan mendapatkan banyak informasi, tapi pergerakannya terbatasi. Lebih baik segera membuat rencana untuk keluar dari sana agar ingatannya segera pulih. Lagi pun dia tidak pernah benar-benar menikah dengan Eliz, jadi semua menjadi lebih mudah.
" Nyonya Elizabeth, kita harus bicara dengan serius. Ini menyangkut Tuan Dean." Arthur memanggil Eliz yang duduk di kursi tunggu.
" Ada apa, ada apa dengan suamiku dokter. Please, jangan membuatku takut dr. Arthur," tanya Eliz sangat penasaran.
Arthur belum berkata apa-apa, dia memilih untuk membawa Eliz ke dalam ruangannya. Rasanya kurang pas jika harus membicarakan masalah hidup dan mati seseorang sambil berdiri di lorong rumah sakit.
" Silakan duduk Nyonya, apa Anda ingin minum sesuatu?" ucap Arthur seperti mengulur waktu. Dan bisa Arthur lihat bahwa Eliz sangat tidak sabar untuk mendengarkan apa yang akan Arthur katakan.
" Tidak dok, terimakasih. Aku ingin cepat tahu apa yang terjadi dengan suamiku," tukas Eliz cepat. Dia begitu menggebu-gebu ingin tahu.
Arthur membuang nafasnya kasar. Banyak rasa yang saat ini ada dalam hatinya. Rasa sesak karena harus berbohong dan rasa gelisah karena sepertinya karir sebagai dokter malah membuat dirinya masuk ke dalam permasalahan yang penuh tipu-tipu.
" Nyonya, tumor di kepala Tuan Dean mulai menyebar. Ini sungguh diluar dugaan, tumor ini ternyata sejenis tumor ganas."
" Jadi maksud dokter bagaimana? Apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan Dean, tindakan apa yang perlu dilakukan. Dan apakah Dean masih punya kesempatan?" desak Eliz. Terlihat dalam sorot matanya, wanita itu begitu ketakutan kehilangan Dean.
" Kita harus menjalani operasi. Tapi keberhasilannya hanya sekitar 30%. Saya sendiri tidak bisa menjamin Tuan Dean akan bisa selamat. Semua saya kembalikan kepada Nyonya. Mungkin Anda bisa membicarakan ini terlebih dulu dengan Tuan. Tapi saran saya jangan terlalu lama dalam mengambil keputusan. Tuan Dean harus segera menjalani tindakan operasi."
Duaaar
Seperti disambar petir di siang bolong. Eliz sangat terkejut dengan penjelasan Dean. Bagaimana bisa semua ini bisa terjadi. 5 tahun hidup bersama , Dean terlihat sehat saja. Dia hanya tidak punya ingatan, tapi mengapa tiba-tiba Dean punya tumor ganas yang bersarang di otak.
" Bagaimana ini, mengapa begini. Dean selalu sehat. Dan mengapa sekarang tiba-tiba hanya punya kesempatan hidup yang kecil?" lirih Eliz.
" Maaf kalau saya lancang, tapi semua ini bisa saja karena obat yang dikonsumsi oleh Tuan selama ini. Semuanya terakumulasi, obat pencegah seseorang untuk mengingat sesuatu membuat kerja otak menjadi terhambat dan akhirnya menjadi pemicu adanya tumor ganas ini."
Eliz semakin terkejut dengan penjelasan Arthur. Ia saat ini tidak bisa berpikir dan memilih untuk pamit keluar. Arthur bisa melihat air mata yang terus keluar dari mata wanita itu.
" Haiiiish, sudah terlanjur bohong ya bohong saja sekalian. Biar dramatis, itu akan mempercepat rencana yang sudah dibuat," gumam Arthur pelan. Entah dari mana tadi ia mendapat ide itu. Tapi yang jelas apa yang dia katakan tadi akan mendapat kan sebuah poin lebih untuk Eliz menyetujui tindakan operasi pura-pura Yanga direncanakan Arthur dan Dean.
TBC
ilang ingatan dll
semoga sukses selalu