Maheswara merasakan sesuatu yang berdiri di bagian bawah tubuhnya ketika bersentuhan dengan wanita berhijab itu. Setelah delapan tahun dia tidak merasakan sensasi kelaki-laki-annya itu bangun. Maheswara pun mencari tahu sosok wanita berhijab pemilik senyum meneduhkan itu. Dan kenyataan yang Maheswara temukan ternyata di luar dugaannya. Membongkar sebuah masa lalu yang kalem. Menyembuhkan sekaligus membangkitkan luka baru yang lebih menganga.
Sebuah sajadah akan menjadi saksi pergulatan batin seorang dengan masa lalu kelam, melawan suara-suara dari kepalanya sendiri, melawan penghakiman sesama, dan memenangkan pertandingan batin itu dengan mendengar suara merdu dari Bali sajadahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caeli20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : Klinik Dokter Priska
Hana menatap pintu rumah itu. Tangannya bergetar. Dia menyembunyikan tangannya yang bergetar di balik jubahnya. Dokter Farid yang sudah tahu akan hal itu mendekati Hana,
"Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Ada Ayah," dr. Farid merangkul bahu Hana.
Hana menatap ayahnya dan melangkahkan kaki masuk ke rumah.
"Welcome home, kakakku," seru Ammar dari dalam rumah. Ammar berjalan cepat ke arah pintu masuk. Menggapai tangan kakaknya dan menciumnya. Hana tersenyum. Kali ini bukan senyuman kaku tapi senyuman lebar. Hana terus melangkahkan kakinya. Bibi menyambutnya dengan haru.
Semua sudah menyambutnya. Tapi dia belum melihat Ibu dan adik bungsunya, Ayra.
**
"Bunda, jangan tinggalin Ayra," Ayra memeluk erat pinggang Ratna Dewi.
"Ayra, kak Hana sudah tiba. Bunda ke bawah dulu,"
"Gak mau," tangis Ayra pecah.
Terpaksa Ratna Dewi harus duduk di ranjang lagi, memeluk Ayra yang sudah ketakutan karena mendengar mobil ayahnya sudah tiba.
Sementara Hana sudah masuk ke kamar untuk beristirahat.
**
"Apa dia mau untuk besok?," tanya Ratna Dewi akhirnya bisa kabur dari pelukan erat Ayra.
"Bersedia. Biar ayah yang menemaninya. Bunda kan harus menyiapkan segala sesuatu untuk acara Ayra,"
"Baiklah," Ratna Dewi mematikan lampu besar. Menarik selimut. Tidur.
**
Dokter Priska membolak-balik dokumen di depannya.
"Saya belum menganjurkan untuk Anda berobat ke luar negeri, Tuan Mahes," dia menunduk untuk membaca lagi, "Anda tidak bisa disembuhkan dengan obat atau perawatan teknis. Yang Anda alami ini adalah sesuatu yang berasal dari dalam. Impoten Psikogenik hanya akan sembuh ketika Anda sudah berdamai dengan masa lalu. Atau...,"
"Atau apa dokter?," tanya Maheswara yang sedari tadi memasang wajah tegang. Dia sangat tidak menyukai datang ke dokter. Kalau bukan dalam keadaan terpaksa seperti sekarang ini
Dokter Priska membetulkan kacamatanya,
"Atau Anda bertemu gadis masa lalu itu dan menikahinya. Kemungkinan impoten psikogenik ini akan perlahan sembuh. Tapi kemungkinannya juga masih 50 50,"
Lalu apa gunanya kalian belajar mati-matian di bidang kedokteran kalau tidak bisa menyembuhkan total pasien kalian. (Maheswara).
Saya hanya meresepkan sedikit obat. Dua Minggu datang lagi untuk melihat hasil assessment test tadi,"
Pertemuan itu diakhiri dengan jabatan antara dr. Priska dan Maheswara.
**
"Kita sengaja datang lebih awal supaya Hana bisa menyesuaikan diri dulu. Tidak tergesa-gesa. Kalau Hana takut bilang sama Ayah," dr. Farid menatap putrinya yang memandang tajam ke klinik bertuliskan :
Praktik Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Psikiater).
dr. Priska Puspawati, Sp.K.J
Mereka berdua keluar mobil.
"Ayo," dr. Farid mengulurkan tangan nya agar Hana bisa menggandengnya.
"Hana pasti bisa," dr. Farid mengelus punggung tangan putrinya.
Detak jantung Hana terpacu. Untungnya tangan ayahnya menyebarkan rasa ketenangan untuk menekan kegelisahan hati Hana.
"Dokter Farid," seseorang berseru.
Dokter Farid menoleh.
"Eh, Sem!," dr. Farid melambaikan tangannya, "Ayah ke sana dulu yah. Itu teman lama Ayah. Hana duduk di situ dulu. Tunggu ayah baru masuk ya. Ayah tidak lama,"
Hana mengangguk.
Hana penasaran melihat ayahnya yang bersua dengan teman lamanya itu. Hana terus menengok gerakan ayahnya.
**
"Mana Elmo. Bukannya menunggu di sini. Malah menghilang," gumam Maheswara sambil mengotak-atik hp nya. Pertemuan 90 menit nya dengan dr.Priska membuatnya seperti baru saja dari dunia yang lain sehingga dia tidak terlalu konsentrasi.
Brruukk!! Tabrakan tidak bisa dihindari.
Maheswara menabrak seorang gadis berhijab yang kebetulan berdiri di jalan yang Maheswara lewati.
Reflek Maheswara menarik tangan gadis itu agar tidak jatuh dan membentur lantai. Karena kejadian begitu cepat, gadis itu kehilangan keseimbangannya. Tubuhnya oleng. Maheswara segera menggunakan tangannya yang satu menarik pinggang gadis itu. Tubuh mereka bersentuhan. Jarak wajah mereka sangat dekat. Mereka bisa merasakan napas satu sama lain.
Dug. Ada sesuatu yang terjadi pada bagian tubuh Maheswara. Dia terkejut. Hal itu hampir membuat Maheswara kehilangan keseimbangan. Untungnya dia reflek menarik tubuh gadis itu sehingga bisa berdiri tegak lagi.
"Maaf.. Ehm, maaf," Maheswara salah tingkah.
"Hana," seru dr. Farid segera berlari melihat adegan tadi.
Wajah Hana memerah. Dia memaksakan diri untuk tersenyum. Tanpa orang lain tahu, tangannya bergetar hebat tepat ketika Maheswara melepas genggaman tangannya.
"Maaf, Pak. Tadi saya tidak sengaja menabrak ehm...,"
"Putri saya,"
"Eh iya, putri Anda. Saya benar-benar minta maaf,"
"Tidak apa-apa. Hana tidak apa-apa?,"
Hana menggeleng. Dokter Farid memahami yang terjadi pada putrinya. Dia melirik tangan Hana. Bahkan di balik jubahnya, dr. Farid bisa melihat getaran tangan Hana.
"Maaf, kami masuk dulu ya," ujar dr. Farid segera menarik Hana untuk masuk. Tangan Hana sudah gemetar parah.
Maheswara terdiam menatap dr. Farid dan Hana. Wajahnya kebingungan. Penuh tanda tanya.
Maheswara menengok ke bawah.
Apa itu tadi? (Maheswara).
Bagian tubuhnya yang telah tertidur selama tujuh tahun tiba-tiba bangun saat dia bersentuhan dengan Hana.
"Tuan, sudah selesai?," Elmo datang.
Maheswara tidak bersuara. Wajahnya penuh kebingungan.
Dia bisa berdiri tadi. Tadi itu siapa. (Maheswara).
psikologi mix religi💪