NovelToon NovelToon
DRAMA SI SANGKURIANG

DRAMA SI SANGKURIANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Tamat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: gilangboalang

Di tengah hiruk pikuk kota Bandung yang modern, seorang pemuda terjebak dalam cinta yang tidak seharusnya. Ia tak tahu, bahwa wanita yang ia cintai menyimpan masa lalu yang kelam — dan hubungan mereka bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan takdir yang berulang dari masa lampau...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BABAK V: JEBAKAN BARU DI KOTA LAMA ​ADIEGAN 17: PENGALIH PERHATIAN YANG MENYIMPA

​Setelah meninggalkan warung kopi dengan hati yang hampa, Reza mengemudi tanpa tujuan di jalanan Bandung selama hampir satu jam. Ia seharusnya kembali ke Jakarta, ke kemewahan apartemennya, tetapi ia tidak bisa. Rasa gagal dalam pencarian Nawangsih mencekiknya.

​Reza memutar mobilnya. Ia tahu itu gila, namun ia merasa harus kembali ke warung kopi itu. Bukan karena ia ingin bertanya lagi tentang Nawangsih—ia sudah putus asa. Kali ini, ia kembali karena alasan lain: Ratih, pelayan warung itu.

​Di tengah semua kegagalan, keramahan sederhana Ratih yang disajikan dalam dialek Sunda yang akrab, memberikan sedikit kehangatan yang telah lama ia rindukan. Gadis itu adalah satu-satunya manusia yang berbicara padanya tanpa ada rasa ingin tahu berlebihan tentang mobil mewahnya atau statusnya.

​Reza memarkir mobilnya di tempat yang sama, mencoba terlihat santai meskipun jantungnya berdetak kencang seperti saat ia berlayar melewati badai. Ia berjalan ke warung kopi itu lagi.

​Reza duduk di tempat yang sama, membiarkan dirinya tenggelam dalam kebisingan obrolan pelanggan lain. Ia menunggu, berharap Ratih yang tadi menyambutnya.

​Tidak lama kemudian, Ratih keluar dari dapur, membawa nampan berisi beberapa pesanan. Senyumnya yang tadi hangat, kini lenyap, digantikan ekspresi lelah dan tanpa senyum saat ia melihat Reza kembali. Ia tampak mengenali Reza, pria aneh yang datang dengan mobil mahal dan minum Golda sambil memasang wajah murung.

​Ratih berjalan ke meja Reza.

​"Mau pesan apa lagi, A'?" tanyanya, nadanya datar.

​"Saya... saya mau Golda lagi satu, Teh. Yang dingin," pinta Reza. Ia berusaha terdengar normal, tetapi ia merasa gugup.

​Saat Ratih kembali dengan minuman itu, Reza menahan gadis itu dengan suara hati-hati.

​"Maaf, Teh. Saya kembali bukan cuma karena Golda-nya. Tapi... Saya lupa belum kenalan sama Teteh. Siapa nama Teteh?"

​Ratih meletakkan kaleng minuman itu di meja, menatap Reza dengan curiga.

​"Nama saya Ratih. Kenapa, A'a? Mau nanya-nanya lagi soal orang yang hilang?" tanya Ratih jujur, ia lelah melayani pria-pria yang hanya ingin menggodanya.

​Reza tertawa kecil, sedikit lega karena Ratih begitu terus terang. Tawa ini adalah tawa yang tulus, tawa yang sudah lama tidak ia keluarkan.

​"Bukan, bukan. Saya sudah putus asa soal itu. Sekarang, saya mau kenalan sama Teteh Ratih saja," kata Reza, lalu mengulurkan tangannya. "Nama saya David."

​Reza menggunakan nama samaran: David. Ia tidak ingin nama "Reza" yang tercemar oleh masa lalu nakalnya, atau nama "Nahkoda Reza" yang terlalu sukses, mengganggu interaksi sederhana ini. Ia ingin menjadi David, pria normal yang tertarik pada seorang pelayan warung.

​Ratih menyambut uluran tangan itu, genggaman mereka berlangsung singkat dan formal.

​"David. Jauh-jauh datang ke sini cuma buat Golda sama kenalan?" Ratih mencoba menggoda, meskipun ia tetap skeptis.

​"Jauh-jauh datang ke Bandung... buat mencari ketenangan. Dan Teteh Ratih adalah satu-satunya yang membuat suasana di sini terasa tenang," jawab Reza, melancarkan rayuan yang terasa tulus karena ia memang mencari pelarian.

​Ratih tersipu sedikit, lalu segera menyembunyikannya dengan menyilangkan tangannya.

​"Kalau A'a David mencari ketenangan, kenapa nggak ngopi aja? Di sini kopinya enak lho. A'a kerja apa? Kelihatannya bukan orang sini."

​Pertanyaan itu membuka peluang. Reza menceritakan pekerjaannya, tetapi dengan detail yang samar.

​"Saya kerja di Jakarta, Teh. Saya seorang... perwira pelayaran. Saya sering bolak-balik antar pulau, mengurus kapal-kapal besar. Sekarang lagi cuti, makanya saya iseng ke Bandung," jelas Reza. Ia tidak menyebut dirinya Nahkoda, hanya perwira.

​Ratih tampak terkesan. Ia menatap lencana kecil yang tersembunyi di saku sweater Reza.

​"Wah. Hebat ya, A'a bisa keliling Indonesia. Kalau di sini, paling jauh saya keliling cuma sampai ke Lembang."

​Mereka terus mengobrol. Reza merasa nyaman berbicara dengan Ratih. Ratih menceritakan kehidupannya yang sederhana, mimpinya membuka warung kopi sendiri, dan betapa kerasnya hidup di Bandung.

​Reza, sang Nahkoda sukses, merasa koneksi dengan Ratih adalah jangkar yang menahan dirinya agar tidak kembali tenggelam dalam obsessinya pada Nawangsih. Ratih adalah sosok yang normal, kebalikan dari Nawangsih yang ajaib dan Ayahnya yang super sukses.

​Namun, di tengah obrolan mereka, Reza secara naluriah tetap menjaga jarak. Ia tidak pernah bercerita mengapa ia datang ke Bandung, apalagi menyebut nama Nawangsih. Ratih hanya tahu ia adalah "David", seorang perwira pelayaran yang sedang mencari ketenangan di warung kopi.

​Setelah hampir setengah jam, Reza tahu ia harus pergi sebelum Ratih kembali sibuk dengan pelanggan lain.

​"Ratih, Teteh," Reza tersenyum. "Saya harus kembali ke Jakarta malam ini. Tapi saya harap, ini bukan yang terakhir. Saya merasa senang bisa ngobrol sama kamu."

​Ratih tersenyum tulus.

​"Terima kasih, A'a David. Senang juga bisa ngobrol. Hati-hati di jalan."

​"Boleh saya minta nomor ponsel Teteh? Biar saya bisa menghubungi, kalau saya ke Bandung lagi?" Reza bertanya dengan sedikit keraguan.

​Ratih terdiam sebentar, menimbang-nimbang. Pria di hadapannya tampan, sopan, dan pekerjaannya terdengar keren. Ia mengangguk.

​"Boleh, A'. Catat saja."

​Reza mencatat nomor itu. Nomor yang akan menjadi jembatan menuju pelarian sementaranya dari obsesi Nawangsih. Ia mengucapkan terima kasih, membayar tagihan, dan berjalan menuju mobilnya.

​Saat Reza mengemudi kembali ke Jakarta, ponselnya kini membawa dua beban: obsesi terhadap foto Nawangsih yang menghilang, dan potensi pelarian yang ditawarkan oleh nomor Ratih. Ia kembali ke Jakarta dengan satu penemuan tak terduga: ia mungkin bisa melupakan Nawangsih.

1
Agustina Fauzan
baguuus
gilangsaputra
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!