NovelToon NovelToon
Mirror World Architect

Mirror World Architect

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Anak Genius / Horror Thriller-Horror / Epik Petualangan / Dunia Lain / Fantasi Wanita
Popularitas:202
Nilai: 5
Nama Author: PumpKinMan

Satu-satunya hal yang lebih buruk dari dunia yang rusak adalah mengetahui ada dunia lain yang tersembunyi di baliknya... dan dunia itu juga sama rusaknya.

Rania (21) adalah lulusan arsitektur terbaik di angkatannya. Sekarang, dia menghabiskan hari-harinya sebagai kurir paket. Baginya, sarkasme adalah mekanisme pertahanan, dan kemalasan adalah bentuk protes diam-diam terhadap industri yang menghancurkan idealisme. Dia hanya ingin hidup tenang, mengabaikan dunia, dan membayar sewa tepat waktu.

Tapi dunia tidak mau mengabaikannya.

Semuanya dimulai dari hal-hal kecil. Bayangan yang bergerak sepersekian detik lebih lambat dari seharusnya. Sensasi dingin yang menusuk di gedung-gedung tua. Distorsi aneh di udara yang hanya bisa dilihatnya, seolah-olah dia sedang melihat kota dari bawah permukaan air.

Rania segera menyadari bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. Dia adalah satu-satunya yang bisa melihat "Dunia Cermin"-sebuah cetak biru kuno dan dingin yang bersembunyi tepat di balik realita

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PumpKinMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14: ARSITEKTUR ORDO

KLIK.

Suara slot kuningan yang ditarik Rania terdengar sangat keras di kafe yang sunyi.

Dia menarik napas panjang—udara berbau ozon, kopi, dan ketakutan—lalu menarik pintu kayu yang berat itu ke dalam.

Dunia luar menyerbu masuk. Cahaya pagi yang kini terasa terlalu terang, dan kebisingan lalu lintas yang normal dan hiruk pikuk.

Ibu Elara berdiri di ambang pintu, tidak bergerak.

Dia persis seperti yang Rania lihat dari celah kerai. Tenang, rapi, dengan mata yang tajam dan cerdas yang seolah telah melihat segalanya. Dia tidak terlihat seperti pembunuh supernatural. Dia terlihat seperti dosen yang akan menguji skripsi Rania.

Di sebelahnya, pria yang lebih muda—Dion—tampak sangat gugup. Dia memegang tabletnya erat-erat, matanya melesat dari Rania ke kegelapan kafe di belakangnya, lalu kembali lagi.

"Rania," kata Elara. Suaranya sama tenangnya seperti di telepon. "Boleh kami masuk? Saya rasa kita semua lebih suka menyelesaikan ini di dalam."

Rania tidak menjawab. Dia hanya melangkah mundur, membiarkan pintu terbuka lebih lebar.

Elara mengangguk singkat, seolah Rania baru saja mempersilakannya minum teh. Dia melangkah masuk, diikuti oleh Dion yang tampak ragu-ragu.

Begitu mereka berdua berada di dalam, Rania membanting pintu kayu itu hingga tertutup dan mengunci slotnya lagi.

Mereka bertiga kini berdiri dalam kegelapan temaram kafe. Satu-satunya cahaya datang dari bilah-bilah kerai dan lampu gantung di atas konter.

Di belakang konter, Reza mengintip, matanya terbelalak ngeri.

SKRRRR.... KRAK!

Suara dari bawah lantai. Keras. Marah.

Dion tersentak dan hampir menjatuhkan tabletnya.

Elara, sebaliknya, bahkan tidak berkedip. Dia hanya menghela napas, sedikit jengkel, seolah-olah mendengar suara renovasi yang berisik dari tetangga.

"Ah," katanya, meletakkan tas kerjanya di atas salah satu meja kayu. "Faksi Pembersih. Selalu begitu... langsung. Tidak ada kehalusan sama sekali."

Dia menatap Rania. Penilaiannya cepat, tajam, dan analitis. Dia seperti seorang arsitek senior yang sedang meninjau karya juniornya.

"Anda telah membuat kekacauan yang cukup besar, Nak."

"Saya?" Suara Rania keluar lebih keras dari yang dia duga, dipenuhi kemarahan yang dingin. "Anda mengirim orang-orang Anda untuk mengawasi saya. Anda membiarkan saya masuk ke toko jebakan itu. Anda... Anda melakukan ini padaku!"

Elara mengangkat satu alisnya. "Kami? 'Mengirim' Anda?" Dia tertawa kecil, suara yang kering seperti kertas tua. "Anakku sayang, Anda terlalu melebih-lebihkan agensi kami. Kami bukan dewa. Kami adalah pustakawan. Kami mengamati, kami mengkatalog, dan kami melestarikan."

Dia menunjuk ke lantai, ke arah pantry.

BOOM!

Sebuah benturan tumpul mengguncang cangkir-cangkir di rak.

"Pria itu," kata Elara, "adalah Faksi Pembersih. Mereka adalah... katakanlah, petugas kebersihan yang terlalu bersemangat. Mereka percaya bahwa satu-satunya cara untuk memperbaiki kebocoran Gema adalah dengan menghancurkan sumbernya. Termasuk, sayangnya, orang yang terikat pada kebocoran itu."

"Dan kalian?" tanya Rania, tangannya terkepal di sisinya. "Kalian berbeda?"

"Kami adalah Faksi Pelestari," kata Dion, suaranya sedikit gemetar tapi berusaha terdengar profesional. Dia mengetuk tabletnya. "Kami percaya pada studi, penahanan, dan... pemulihan. Apa yang Anda lakukan di bawah sana... membengkokkan geometri... itu..."

"Itu belum pernah terjadi sebelumnya," Elara menyelesaikan kalimatnya. Dia menatap Rania dengan intensitas baru. "Anda tidak hanya 'terkontaminasi'. Anda seorang Arsitek. Yang asli. Seorang 'Sensitif' dengan kemampuan desain aktif. Kami tidak pernah melihat yang seperti Anda... setidaknya, tidak dalam dua generasi."

"Apa... apa yang kalian bicarakan?" tanya Rania. "Apa itu 'Gema'? Apa itu 'Arsitek'?"

SKRRRRR-KRAK-BOOM!

Suara dari bawah jauh lebih keras. Pintu jebakan itu melengkung ke atas, menumpahkan biji kopi dari salah satu karung.

"Dia akan keluar!" pekik Reza dari balik konter.

Elara menatap Dion. "Dion. Sekarang."

"Baik, Bu." Dion bergegas ke pantry. Dia tidak terlihat seperti seorang pejuang. Dia terlihat seperti teknisi IT.

Dia berlutut di depan pintu jebakan yang bergetar itu. Dia mengabaikan karung kopi dan meletakkan tabletnya langsung di atas kayu jati kuno.

Dari tas selempangnya, dia mengeluarkan sebuah benda aneh: sebuah garpu tala besar dari logam berwarna perak kusam, dan sebuah kompas kuningan kecil.

"Dia akan mendengarnya!" kata Reza.

"Memang itu tujuannya," kata Dion.

Dia meletakkan kompas di atas tablet. Jarum kompas itu berputar liar, tidak menunjuk ke utara, tetapi ke pusat pintu jebakan.

"Resonansi Gema Tipe-7... sangat tidak stabil," gumam Dion.

Lalu dia memukul garpu tala itu ke tepi konter.

BZZZZZZZZZ....

Sebuah nada frekuensi tinggi yang murni memenuhi kafe. Suara itu menyakitkan, membuat gigi Rania ngilu.

Di bawah lantai, suara gedoran itu berhenti seketika.

Dion menempelkan pangkal garpu tala yang bergetar itu ke tablet. Di layar, gelombang sinus hijau yang rumit mulai terbentuk. Dion mulai mengetik kode di tabletnya dengan cepat.

"Menyesuaikan frekuensi penahanan..." bisiknya. "Menerapkan Pola Akustik Segel Solomon... Tiga... Dua... Satu..."

Dia menekan satu tombol terakhir.

Garpu tala itu berhenti bergetar.

Keheningan.

Keheningan yang sama pekatnya, sama matinya, seperti di ruang bawah tanah itu.

Suara gedoran telah berhenti. Suara gesekan telah berhenti. Seolah-olah pria di bawah sana baru saja... lenyap.

Dion menyeka keringat di dahinya. "Segel akustik sementara... terpasang. Dia tidak akan bisa mendengar kita, dan dia tidak akan bisa keluar. Setidaknya... untuk satu jam ke depan. Frekuensi itu akan membatalkan kemampuannya untuk berinteraksi dengan Titik Buta."

Reza perlahan bangkit dari balik konter, menatap Dion dengan takjub.

Elara mengangguk puas. "Bagus sekali, Dion. Sekarang..."

Dia berbalik menghadap Rania, yang masih berdiri kaku di dekat pintu depan.

"Mari kita bicara, Rania," kata Elara, nadanya kembali tenang seperti seorang dosen. "Kita punya waktu satu jam sebelum Pembersih kita di bawah sana menyadari segelnya rusak dan mencoba cara lain yang lebih... eksplosif. Silakan. Duduk."

Elara menarik kursi kayu yang tadi diseret oleh pria di bawah, dan duduk dengan tenang di salah satu meja kafe.

Rania tidak bergerak. Otaknya memproses apa yang baru saja dilihatnya. Sebuah garpu tala. Sebuah tablet. Teknologi dan sihir kuno.

"Apa... apa kalian?" bisik Rania.

"Saya sudah bilang," kata Elara, merapikan roknya. "Kami adalah Ordo Pelestari Arsitektur Asli. Kami adalah para sejarawan, fisikawan, arsitek, dan pustakawan yang mendedikasikan hidup kami untuk menjaga keseimbangan antara dua desain."

"Dua desain?"

"Dunia Anda," Elara menunjuk ke luar jendela, ke jalanan yang ramai. "Dunia Fisik. Berisik, kacau, emosional, dan terus berubah. Sebuah desain yang dibuat oleh kekacauan."

"Dan..."

Elara menunjuk ke lantai, ke pintu jebakan yang kini sunyi. "Dunia Cermin. 'Denah', seperti yang Anda lihat dalam mimpi Anda. Dunia Gema. Sebuah desain yang dibuat oleh tatanan murni. Sempurna, dingin, matematis, dan abadi."

"Ikan-ikan itu..."

"Gema," kata Dion, memberanikan diri untuk berbicara. "Manifestasi visual dari data arsitektural murni yang bocor dari Dunia Cermin. Mereka tertarik pada emosi manusia yang kuat atau struktur fisik yang tua."

"Dan Pria Berpayung itu?" tanya Rania, matanya menajam. "Payungnya... menghancurkan mereka."

"Sebuah 'Peredam' frekuensi," jelas Dion. "Kain nilon yang ditenun dengan benang perak murni, diselaraskan dengan frekuensi yang membatalkan. Itu bukan senjata. Itu alat pembersih. Seperti penghapus papan tulis."

Rania menatap Elara. "Dan 'Sang Geometer'?"

Wajah Elara menjadi kaku. Ketenangan profesionalnya retak untuk sesaat.

"Ah," katanya pelan. "Jadi Anda sudah membaca jurnal itu."

Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. Suaranya kini bukan lagi suara dosen, tapi suara seorang penjaga yang memperingatkan.

"Sang Geometer bukan 'pria'. Itu adalah... prinsip. Entitas kuno. 'Arsitek Patah' yang Anda rasakan di bawah Menara Aeterna..."

Rania membeku. "Bagaimana... bagaimana Anda tahu soal Bima?"

"Bima?" Elara mengerutkan kening. "Kami tidak tahu 'Bima'. Kami tahu tentang Aeterna Development. Kami tahu mereka sedang menggali di atas Titik Buta terbesar di kota ini. Kami mengira mereka hanya korporasi serakah yang bodoh."

Dia menatap Rania dengan tajam. "Ceritakan padaku tentang 'Bima'."

Rania menyadari keseimbangan kekuatan telah bergeser. Dia bukan lagi hanya seorang anomali yang ketakutan.

Dia adalah seorang arsitek. Dan dia memiliki data blueprint yang tidak mereka miliki.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!