Mengisahkan Keyla Ayunda seorang janda yang baru saja kehilangan saja kehilangan suaminya namun harus menghadapi kenyataan bahwa sang adik ipar rupanya menyimpan perasaan padanya. Drama pun terjadi dengan penuh air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ledakan Dan Permintaan Maaf
Sementara Keyla merasa terdesak dan sendirian, di Istanbul, Nazlian Inci sedang menikmati kemenangannya di kantor mewahnya. Ia sedang melihat chart analitik yang menunjukkan penurunan traffic dan engagement Keyla.
“Lagi, lagi, dan lagi,” Nazlian berkata pada dirinya sendiri, tawanya terdengar rendah dan serak, sebelum berubah menjadi brutal, membahana, dan penuh kegilaan yang nyata. Ia merasakan kekuatan tak terbatas dalam tangannya.
"Dia pikir dia bisa menolak saya? Dia pikir dia bisa melarikan diri dari konsekuensinya?” Nazlian tertawa lagi, memegang gelas champagne yang mahal. “Seorang vlogger kecil dari Jakarta tidak akan pernah bisa melawan kekuatan saya, tidak peduli seberapa kaya mantan suaminya! Dia akan hancur. Dan setelah itu, semua akan tahu siapa yang harus mereka takuti.”
Nazlian merasa dirinya kebal, ia yakin Rezi telah menyerah. Ia tidak tahu bahwa Rezi sedang menyusun rencana yang jauh lebih menghancurkan daripada sekadar membela reputasi.
****
Jauh dari kekacauan di Jakarta dan Istanbul, di Dapur Magnolia, Zehra mengalami momen emasnya. Keberhasilannya di televisi menarik perhatian stasiun-stasiun lain. Ia kini rutin tampil di segmen masak-masak pagi, memandu penonton membuat hidangan rumahan yang lezat.
Popularitas Zehra tidak hanya mendongkrak penjualan warungnya; itu membuka pintu menuju karir yang lebih tinggi.
“Mbak Zehra, ini ada tawaran dari Stasiun Kencana,” kata Ratih, seorang asisten baru Zehra, yang ia rekrut khusus untuk mengurus jadwal medianya. “Mereka menawarkan kontrak untuk menjadi Kepala Chef dan pembawa acara program memasak baru mereka. Gaji yang ditawarkan luar biasa, Mbak!”
Zehra menatap kontrak itu, matanya lebar karena terkejut. Menjadi Kepala Chef di stasiun televisi nasional adalah lompatan karir yang tidak pernah ia bayangkan. Ia akan mendapatkan program sendiri, status profesional yang tinggi, dan penghormatan tulus. Ini adalah pengakuan mutlak atas bakatnya, tanpa ada campur tangan bayangan dari Rezi atau gemerlap palsu dari Keyla.
"Aku… aku akan menerimanya,” kata Zehra, suaranya bergetar karena emosi. Ia tidak hanya menata hidupnya; ia membangun kerajaan barunya.
“Dan ada lagi, Mbak,” tambah Ratih. “Seorang publisher buku resep juga tertarik menerbitkan buku resep Dapur Magnolia.”
Zehra menutup matanya sejenak, menahan air mata syukur. Ia melihat ke belakang, pada kehancuran pernikahan, pada rasa sakit, pada Rezi yang mencintai kakaknya. Ternyata, semua kepahitan itu adalah batu loncatan.
“Aku sudah menemukan jalanku,” bisik Zehra.
Ia adalah Chef Zehra Magnolia, bukan lagi Nyonya Rezi Deja. Kesuksesannya adalah hasil dari kejujuran dan kerja keras. Ia telah memutus benang yang mengikatnya dengan Rezi dan kini bersinar dengan cahayanya sendiri.
Zehra sama sekali tidak menyadari bahwa di saat yang sama, kakaknya, Keyla, sedang berjuang di tengah badai yang diciptakan oleh pria yang sama-sama mencintai dan kemudian menghancurkan mereka. Keyla terdesak, terancam bangkrut secara reputasi, sementara Zehra sedang bersiap menandatangani kontrak yang akan mengubah hidupnya selamanya.
****
Istanbul. Malam itu, kota yang indah itu diselimuti ketegangan. Rezi dan Lucia Rodriguez telah menyusun rencana serangan balik yang kejam terhadap Nazlian Inci—serangan yang disengaja dirancang untuk menghancurkan Nazlian di dua sisi: psikologis dan finansial.
Lucia, didorong oleh dendam murni atas kehancuran bisnis keluarganya, memilih jalur yang paling destruktif.
Pukul 02:00 dini hari, sebuah truk van kecil yang diparkir tepat di depan pintu masuk gedung kantor Nazlian Inci meledak. Ledakan itu tidak besar, tetapi cukup parah. Kaca-kaca pecah berhamburan, dinding marmer retak, dan alarm meraung-raung memecah kesunyian malam.
“Sudah selesai,” bisik Lucia dingin di telepon kepada Rezi. Ia berada di sebuah hotel terdekat, mengamati kekacauan itu dari jauh.
Di balik kaca jendela, Lucia tertawa—tawa yang brutal, membahana, dan penuh kegilaan yang nyata. Ia puas, melihat asap mengepul dari gedung itu, simbol dari kehancuran yang telah ia mulai. Beberapa petugas keamanan yang berjaga malam itu berlarian panik. Tiga di antaranya terluka parah akibat pecahan kaca dan puing-puing, termasuk seorang satpam yang berada tepat di dekat pintu.
“Inilah harga dari keserakahan, Nazlian,” Lucia mendesis, menikmati setiap detik kepanikan itu.
Rezi, yang berada di lokasi berbeda, sama sekali tidak terkejut dengan kebrutalan Lucia. Ia tahu Lucia menginginkan balas dendam total. Rezi sendiri memilih jalur serangan yang lebih terfokus, menunjukkan bahwa musuhnya bukan lagi seorang vlogger kecil yang rapuh, tetapi seorang pria dengan kekuasaan yang sama berbahayanya.
Rezi menekan tombol pemicu dari jauh.
BUM!
Ledakan kedua terjadi, lebih terarah dan intens. Kali ini, sasarannya adalah mobil mewah Nazlian Inci yang terparkir di basement apartemennya. Mobil itu, simbol kemewahan dan kesombongan Nazlian, meledak menjadi bola api yang besar, merusak area parkir dan memicu kepanikan di apartemen mewah itu.
Nazlian, yang baru saja menerima telepon panik dari kantornya, bergegas ke jendela apartemennya. Ia melihat api membubung dari area basement. Seketika itu juga, ia tahu siapa pelakunya.
“Rezi Deja! Dasar gila!” teriak Nazlian, wajahnya memerah karena amarah murni dan rasa ngeri. “Aku akan menghancurkanmu! Aku akan memenjarakanmu!”
Tindakan Rezi adalah peringatan yang jelas: ia tidak gentar dan ia bermain tanpa aturan. Ia telah melangkah jauh melampaui batasnya sebagai pebisnis yang bersahaja, terdorong oleh obsesi untuk melindungi Keyla. Ia telah menanggalkan sisa-sisa moralitasnya, menjadi sama brutalnya dengan Nazlian, hanya untuk memastikan Keyla aman.
****
Kembali ke Jakarta, Keyla Ayunda merasakan tekanan yang luar biasa. Berita bohong terus bergulir, menghancurkan reputasinya, dan ia tidak tahu bagaimana melawan. Ia merasa seperti kapal yang bocor di tengah badai, dan kapten kapal yaitu Rezi menghilang di tengah laut.
Dalam keputusasaan, Keyla membuka media sosial. Bukan untuk membalas komentar, tetapi untuk mencari Zehra.
Akun media sosial Zehra, yang dulu hanya berisi foto keluarga, kini dipenuhi dengan klip video dari program memasak baru yang ia pandu. Zehra tersenyum ceria di dapur yang profesional, tampak percaya diri dan menguasai panggung. Setiap post dipenuhi ucapan selamat dan pujian atas kecerdasan dan bakat memasaknya.
Keyla menonton cuplikan di mana Zehra dengan lancar menjelaskan resep barunya. Ia melihat cahaya yang memancar dari mata adiknya—cahaya yang tulus, yang tidak pernah Zehra miliki saat ia masih menikah dengan Rezi.
Zehra benar-benar bisa berdiri sendiri, pikir Keyla, merasakan gelombang rasa syukur bercampur rasa bersalah yang tajam.
Zehra sukses karena ia menolak Rezi. Ia menolak campur tangan, menolak uang, dan menolak bayangan. Ia membangun kesuksesannya sendiri, di atas kehancuran pernikahan yang Keyla dan Rezi ciptakan.
Keyla, di sisi lain, tenggelam dalam masalah karena ia secara tidak langsung menerima campur tangan Rezi. Ia membiarkan Rezi menjadi pelindungnya, dan kini, pelindung itu menjadi sumber kehancurannya.
Keyla menutup matanya, air mata mengalir membasahi pipinya.
“Zehra… aku minta maaf,” bisik Keyla. “Kau harus melewati rasa sakit itu, tapi kau menemukan kebahagiaanmu. Aku yang tersisa di sini, di tengah kebohongan ini.”