NovelToon NovelToon
Dia Yang Kau Pilih

Dia Yang Kau Pilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Selingkuh / Berondong
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Rika Nurbaya adalah seorang guru honorer yang mendapat perlakuan tak mengenakan dari rekan sesama guru di sekolahnya. Ditengah huru-hara yang memuncak dengan rekan sesama guru yang tak suka dengan kehadirannya, Rika juga harus menghadapi kenyataan bahwa suaminya, Ramdhan memilih wanita lain yang jauh lebih muda darinya. Hati Rika hancur, pernikahannya yang sudah berjalan selama 4 tahun hancur begitu saja ditambah sikap ibu mertuanya yang selalu menghinanya. Rika pun pergi akan tetapi ia akan membuktikan bahwa Ramdhan telah salah meninggalkannya dan memilih wanita lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lanjutan Drama Di Ruang Guru

“Milea bilang begitu? Kenapa? Dia tidak suka Ibu membelanya?” tanya Cahya, suaranya mulai bergetar.

“Dia tidak suka melihat aku dan Ibu terus-terusan mengusik Rika, Bu. Milea bilang, Rika sudah memilih pergi dengan martabatnya. Dan kita, seharusnya bersikap sama. Dia bilang, ‘Ramdhan, fokuslah pada masa depan kita, jangan terus-terusan mengurus masa lalu.’”

Cahya merasa dunia berbalik. Wanita yang ia harapkan menjadi penyelamat, kini justru mengkritik tindakannya. Dan Ramdhan, anak kesayangannya, justru mengulang kata-kata Rika.

“Jadi, kamu biarkan dia menang? Kamu biarkan dia menghina Ibu di depan umum, dan kamu diam saja?” jerit Cahya. Ia tidak terima. Ia telah mengorbankan segalanya, bahkan hubungannya dengan anaknya, demi menyingkirkan Rika.

“Dia tidak menghina Ibu, Bu. Dia hanya membalas. Dan Ibu yang memulai.” Ramdhan mendekati ibunya, mencoba meredakan ketegangan. “Ibu tahu, Rika memang tidak cocok dengan kita. Dia terlalu mandiri, terlalu keras kepala. Tapi dia tidak pernah mencuri, dia tidak pernah berbohong tentang gajinya. Dia hanya terlalu jujur tentang ambisinya.”

“Tapi dia guru honorer! Dia tidak punya apa-apa! Dia merendahkan kita!”

“Dia merendahkan kita karena kita terus merendahkannya, Bu!” seru Ramdhan, suaranya akhirnya meledak. Ia jarang sekali membentak ibunya. “Rika memang honorer, tapi dia berani menghadapi Ibu di Pengadilan. Dia berani menghadapi Ibu di sekolah. Sementara aku? Aku bahkan tidak berani datang ke mediasi. Siapa yang sebenarnya malu, Bu?”

Ramdhan menarik napas. “Aku menceraikannya karena dia tidak bisa memberiku anak, dan karena aku pengecut yang tidak bisa melindungi dia dari cacian Ibu. Sekarang, dia sudah pergi. Biarkan dia hidup damai. Ibu fokus pada Milea. Jangan usik Rika lagi.”

Ramdhan berbalik dan berjalan ke kamar. Ia menutup pintu tanpa membanting, namun suara itu terasa mematikan bagi Cahya.

Cahya duduk sendirian di ruang tamu. Wajahnya yang memerah kini digantikan oleh kepucatan. Ia merasa hancur, dikhianati, dan sendirian. Ramdhan, anak satu-satunya, sudah menyerah pada Rika. Milea, calon menantu kaya raya, mengancam akan pergi jika ia terus mengusik Rika.

Ia meraih bantal di sebelahnya dan berteriak ke dalamnya, suara teredam yang penuh keputusasaan dan amarah yang tertahan.

“Aku tidak terima, Rika! Aku tidak terima kamu menang!” bisik Cahya, air mata pahit mengalir di pipinya. Air mata itu bukan air mata sedih, melainkan air mata kegagalan. Ia telah kehilangan anak perempuannya, meskipun Rika hanyalah menantunya. Dan ia telah kehilangan kontrol atas hidup Ramdhan. Rika, si guru honorer yang lemah, telah memenangkan pertempuran terakhir.

****

Gema teriakan Bu Cahya di gerbang sekolah telah merambat cepat, jauh melampaui tembok SMA Negeri 2. Meskipun Rika sudah membalikkan situasi dan memenangkan martabatnya di hadapan murid-murid, drama itu menjadi amunisi baru bagi Bu Rosba dan Miss Rini. Mereka tidak melihat Rika sebagai korban, melainkan sebagai pembuat onar yang berani melawan orang tua.

Bu Rosba, yang sudah bersekutu erat dengan Miss Rini, duduk di ruang guru dengan wajah angkuh yang semakin menjadi-jadi. Ia merasa Rika telah melangkahi norma kesopanan timur yang sangat ia junjung. Baginya, melawan mertua, bahkan yang kejam sekalipun, adalah dosa yang tak termaafkan bagi seorang wanita yang mengklaim diri sebagai pendidik.

Pagi itu, Rika masuk ke ruang guru dengan tumbler pemberian Arya dan senyum tipis di wajahnya. Ia menyapa Bu Rosba dan Miss Rini dengan sapaan formal, namun tidak ada niat untuk berlama-lama.

Bu Rosba, yang sudah menunggu momen ini, meletakkan pulpennya keras-keras di meja. Suara dentuman itu menarik perhatian beberapa guru lain.

“Wah, sudah datang Guru Teladan kita,” sindir Rosba, nadanya setajam jarum.

Rika berhenti di mejanya. Ia tidak menoleh, hanya menata buku-bukunya. “Selamat pagi, Bu Rosba. Selamat pagi, Miss Rini.”

“Pagi yang tidak menyenangkan bagi kami, Rika,” balas Rosba, suaranya meninggi. “Kami ini guru senior, kami menjunjung tinggi adab dan sopan santun. Kami dengar, kamu kemarin membuat pertunjukan sirkus lagi di depan gerbang sekolah.”

Miss Rini, yang duduk di sebelah Rosba, mengangguk setuju dengan ekspresi jijik. “Kami dengar lengkap dengan teriakan-teriakan dan penghinaan pada orang yang jauh lebih tua. Benar begitu, Rika?”

Rika akhirnya berbalik. Ia menatap kedua wanita itu, matanya tenang. Ia tahu ini adalah serangan personal terakhir mereka.

****

"Saya hanya membela diri, Bu Rosba. Dan Bu Rini,” ujar Rika, nadanya terkontrol. “Ibu Cahya datang ke sekolah, mengganggu jam pelajaran, dan menghina saya di tempat kerja saya. Saya berhak mempertahankan martabat saya.”

Rosba tertawa keras, tawa yang dibuat-buat dan penuh cemoohan. “Martabat? Wanita macam apa yang mempertahankan martabatnya dengan berteriak pada mertuanya di tempat umum? Kamu itu tidak punya adab, Rika! Tidak punya tata krama!”

“Dia itu mertua kamu, Rika! Sejahat-jahatnya dia, dia tetap orang tua yang melahirkan suami kamu! Kamu seharusnya diam, menahan diri, dan menyelesaikan masalah rumah tangga di rumah. Bukan malah membuat malu sekolah dengan drama murahan kamu!” Rosba menunjuk-nunjuk Rika.

“Kami ini pendidik, Rika! Kami mengajarkan budi pekerti, sopan santun! Bagaimana mungkin kamu mengajarkan etika pada murid, sementara kamu sendiri tidak punya sopan santun pada orang tua?”

Rika merasakan serangan ini menusuk, karena menyentuh ranah moralitas. Namun, ia tidak gentar. Ia telah melalui badai yang jauh lebih besar.

****

“Bu Rosba, saya mengerti pandangan Ibu tentang sopan santun. Tapi saya harus bertanya, di mana sopan santun mertua saya ketika dia datang ke sini, ke tempat kerja saya, untuk menghina dan merendahkan status saya sebagai guru honorer?” balas Rika.

“Di mana sopan santun Ibu Cahya ketika dia memfitnah saya di depan umum, di depan murid-murid saya, hanya untuk memuaskan egonya?”

"Dia orang tua, Rika! Orang tua selalu benar!” seru Rosba, emosinya memuncak.

“Orang tua tidak selalu benar, Bu Rosba!” jawab Rika, nadanya meninggi. “Orang tua juga bisa berbuat salah, dan anak atau menantu berhak membela diri dari perlakuan yang tidak adil! Apakah sopan santun berarti saya harus diam saja ketika harga diri saya diinjak-injak di hadapan umum?”

Miss Rini ikut menyela. “Kamu terlalu dramatis, Rika. Kamu sengaja membuat skandal ini menjadi viral agar semua orang kasihan padamu. Kamu memang pandai sekali memutarbalikkan fakta!”

"Saya tidak memutarbalikkan fakta, Bu Rini. Saya hanya jujur!” Rika menatap tajam Rini. “Saya tidak akan membiarkan kebohongan, fitnah, dan kebencian merusak reputasi saya di tempat saya bekerja keras!”

Bu Rosba bangkit dari kursinya, wajahnya merah padam. Ia melangkah mendekati Rika, menatap Rika dari atas ke bawah dengan tatapan penuh kebencian yang nyata.

“Kamu tahu, Rika? Dengan semua tingkah laku kamu ini, kamu sudah membuktikan bahwa kamu memang tidak pantas jadi guru!”

Rika terdiam. Kalimat itu, tidak pantas jadi guru, adalah penghinaan terberat yang ia terima. Itu menyerang inti dari identitas barunya, identitas yang ia perjuangkan setelah kehancuran rumah tangganya.

“Guru itu harusnya teduh, sabar, dan mencontohkan adab yang baik! Kamu? Kamu hanya wanita yang penuh dendam, penuh emosi, dan tidak bisa mengendalikan diri!” Rosba melanjutkan, suaranya lantang dan berapi-api. “Bagaimana bisa kami percaya kamu mendidik anak-anak, kalau kamu sendiri tidak bisa menghormati orang tua? Kamu seharusnya jadi aktris di sinetron, Rika! Jangan di sekolah ini!”

1
Purnama Pasedu
nggak lelah Bu cahaya
Aretha Shanum
ada orang gila lewat thor
La Rue
Ceritanya bagus tentang perjuangan seorang perempuan yang bermartabat dalam meperjuangkan mimpi dan dedikasi sebagai seorang perempuan dan guru. Semangat buat penulis 👍❤️
neur
👍🌹☕
Purnama Pasedu
Shok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba panik
Purnama Pasedu
bo rosba nggak kapok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba,,,itu Bu riika bukan selingkuh,kan dah cerai
Purnama Pasedu
benar itu Bu Guru
Purnama Pasedu
wanita yg kuat
Purnama Pasedu
lah Bu rosba sendiri,bagaimana
Purnama Pasedu
bener ya bu
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 1 replies
Purnama Pasedu
lawan yg manis ya
Purnama Pasedu
bawaannya marah terus ya
Purnama Pasedu
Bu rosba iri
Purnama Pasedu
jahat ya
Purnama Pasedu
kalo telat,di marahin ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!