NovelToon NovelToon
Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Langit di luar mendung kelabu, seolah mencerminkan suasana dalam ruangan. Dinding-dinding kayu tua diisi rak-rak buku antik, dan di tengahnya, duduk seorang pria tua dengan tongkat kayu hitam berukir singa emas di genggamannya.

Tuan Revantra Smith, kakek Lucane sosok yang dulu membangun fondasi kekuasaan keluarga dari darah dan ketakutan.

Usianya sudah lewat tujuh puluh tahuh, namun matanya masih tajam seperti pisau, suaranya berat seperti petir.

Lucane berdiri di seberang meja besar, tangannya menyelip di balik jas, ekspresi wajahnya datar, tapi sorot matanya keras.

"Aku dengar," kata Kakek Revantra pelan tapi penuh tekanan, "kau membawa wanita ke dalam mansion mu."

Lucane tidak menjawab.

Kakek mengetukkan tongkatnya ke lantai keras. DENTUM.

“Berani sekali kau mempermalukan garis keturunan kita! Sudah kuberi pilihan terbaik anak perempuan keluarga Asmara. Pewaris dari keluarga yang menguasai pelabuhan pelabuhan kecil di asia Tenggara! Dan kau gantikan dengan siapa?! Seorang sekretaris?!”

Lucane tetap diam sejenak, lalu menjawab, suaranya tenang namun penuh kekuatan:

“Xera bukan hanya seorang sekretaris. Dia satu-satunya orang yang melihat aku sebagai manusia.”

Kakek tertawa tapi itu bukan tawa bahagia. Itu tawa yang pahit, mengejek, dan penuh amarah.

“Manusia? Kau bukan manusia, Lucane. Kau raja di dunia bawah bawah. Rasa itu adalah kelemahan. Dan kelemahanmu akan menghancurkan semua yang sudah kau bangun selama ini!”

Lucane melangkah maju, mendekati meja.

“Kalau kekuasaan ini bergantung pada menikahi seseorang yang tidak aku cintai, maka biar hancur saja. Aku tidak akan hidup dengan kepalsuan hanya demi melanjutkan warisan yang tidak pernah kupilih.”

Mata Revantra membelalak. “Kau menentangku?”

“Tidak. Aku melindungi pilihanku.”

Hening.

Lalu Kakek berdiri perlahan, tubuhnya masih kokoh walau renta. Dia menatap cucunya dengan tatapan dingin.

“Kalau begitu, aku akan mulai mencabut semua dukungan. Aset-aset bayanganmu, jaringanmu, pelindung-pelindungmu. Kau akan jadi mangsa. Dunia tidak akan segan menelanmu hidup hidup.”

Lucane menatap lurus, tidak goyah.

“Kekuatan itu ada di tangan ku kek, jika kakek tidak menghargai pilihan ku jangan campuri hidup ku. Cukup lihat semua nya dari jauh.”

Kakek menahan napas sejenak. Ada sesuatu dalam sorot mata Lucane keras, namun bukan pemberontakan sembrono. Itu adalah tekad milik seseorang yang takkan mundur.

“Perempuan itu…” gumam Kakek akhirnya, lebih pelan tapi masih penuh racun, “akan membuatmu lemah.”

Lucane tidak menanggapi apa pun dia hanya diam.

* * * *

Xera berdiri di balkon, memandangi langit mendung. Dia tidak tahu bahwa di tempat lain, seseorang sedang mempertaruhkan segalanya demi dirinya.

* * * *

Lampu redup menyinari ruangan tua yang dipenuhi lukisan-lukisan klasik wajah-wajah masa lalu yang membeku dalam bingkai emas berdebu. Aroma kayu tua dan arang yang terbakar samar memenuhi udara, memberi kesan hangat namun berat.

Di dekat perapian yang nyalanya bergetar pelan, Tuan Revantra duduk di kursi kulit usang. Di tangannya, sebuah foto tua hitam putih yang telah menguning dimakan usia.

Di dalam foto itu, tampak seorang pria muda berdiri di samping seorang wanita dengan senyum yang begitu lembut, begitu hidup.

Pria itu adalah ayah Lucane, dan wanita itu cinta yang pernah dipilihnya, cinta yang mengubah segalanya.

Revantra memandangi foto itu dalam diam. Kelopak matanya menutup perlahan, dan bibirnya bergetar pelan.

"Kenapa kau memilih cinta waktu itu lalu pergi dan tinggalkan aku dengan ini warisan berdarah ini..." bisiknya lirih, nyaris tertelan suara kayu yang retak dalam perapian.

Ketukan ringan terdengar dari arah pintu.

"Masuk."

Seorang pria paruh baya melangkah masuk asisten pribadi Tuan Revantra, setia selama puluhan tahun.

"Tuan, saya baru kembali dari kantor pusat. Ada perkembangan mengenai Tuan Muda Lucane."

Revantra membuka matanya perlahan. Pandangannya tajam namun lelah.

"Dia masih bersikeras, bukan?"

"Ya, Tuan. Dia tetap memilih wanita itu. Sekretarisnya sendiri. Xera."

Hening. Hanya suara kayu terbakar yang menemani jeda panjang itu.

"Sama seperti ayahnya dulu" gumam Revantra, lebih pada dirinya sendiri. "Keras kepala memilih cinta ketimbang garis keturunan"

Asisten itu ragu sejenak, lalu memberanikan diri berkata

"Tapi... Tuan, saya melihatnya sendiri. Wanita itu bukan biasa. Xera punya ketenangan, keteguhan. Bahkan keberanian. Dia tak tunduk, tapi juga tidak melawan. Dia berdiri sejajar."

Ucapan itu menggantung di udara. Revantra diam, tidak menjawab. Matanya kembali melirik foto di tangannya. Lalu entah kenapa, saat dia memandang wajah wanita di foto itu, sekelebat wajah Xera terpantul di matanya.

Wajah yang berbeda, namun senyum yang serupa penuh cahaya yang tidak bisa dijelaskan oleh logika atau silsilah.

Perlahan, Tuan Revantra menghela napas. Tangannya meletakkan foto itu kembali ke meja di sampingnya.

"Atur pertemuan. Aku ingin bertemu gadis itu."

Asisten itu mengangkat alis, terkejut.

"Tuan yakin?"

"Tidak," jawab Revantra, menatap api yang menari. "Tapi mungkin sudah saatnya warisan ini berhenti menjadi kutukan."

* * * *

Xera kembali bekerja seolah tidak terjadi apa-apa. Dia mengetik laporan, mengatur jadwal Lucane, menjawab telepon, dan menerima tamu-tamu penting perusahaan.

Namun, ada pola baru yang diam-diam muncul.

Setiap pagi, Xera tidak lagi datang sendiri. Sebuah mobil hitam akan berhenti di sebuah gang kecil tidak jauh dari gedung kantor pusat SmithGroup. Dari dalam, Xera turun dengan langkah cepat dan wajah tenang, menyusuri lorong belakang menuju pintu staf.

Tidak ada yang tahu bahwa di dalam mobil itu duduk Lucane dan Asistennya, Juan, sang pengawal sekaligus tangan kanan keluarga.

Tidak ada yang tahu bahwa perjalanan mereka selalu bersama tiga sosok berbeda, dalam satu kendaraan yang tidak pernah berhenti di depan gedung perusahaan.

Pagi itu, seperti biasa, mereka bertiga berada di dalam mobil.

Juan, yang duduk di kursi depan, membalikkan tubuhnya sebentar.

"Kau yakin harus turun di sini terus? Kita bisa masuk lewat pintu VIP. Takkan ada yang berani bertanya."

Xera menatap ke luar jendela, mengamati jalan kecil yang sempit, lalu menjawab

"Itu justru masalahnya, Juan. Kalau semua orang tahu aku datang bersamamu dan Lucane, mereka akan mulai membangun cerita. Dan aku tak bisa mengendalikan gosip. Tapi aku bisa kendalikan kehadiranku."

Lucane menatapnya dari samping. Matanya menyiratkan rasa hormat yang tidak diucapkan.

"Kau tidak perlu sembunyi selamanya."

Xera tersenyum samar. Bukan senyum bahagia, tapi senyum wanita yang tahu medan yang sedang dia tapaki.

"Aku tidak sembunyi. Aku hanya menunggu saat yang tepat. Seperti kau bilang, Lucane dunia ini tidak memaafkan kelemahan. Dan saat mereka tahu tentang kita, aku tidak boleh terlihat seperti bayangan yang menempel. Aku harus sudah berdiri di atas kakiku sendiri."

Lucane hanya mengangguk. Dalam diam, dia tahu Xera tidak sekadar wanita yang dia pilih. Dia adalah sekutu yang tahu cara membaca perang.

Xera membuka pintu mobil, lalu berhenti sejenak.

"Jangan lupa rapat dengan direktur Asia Selatan jam sembilan. Mereka tidak suka menunggu."

"Kau datang?"

"Tentu. Tapi kali ini, lewat pintu depan. Setelah mereka semua sudah duduk dan memperhatikanku seperti aku hanya sekretaris biasa."

Lalu dia turun, menutup pintu, dan menghilang di lorong.

Juan menghela napas panjang.

"Dia bukan seperti wanita-wanita yang dulu pernah dekat denganmu, Lucane."

Lucane tersenyum miring.

"Dia bukan 'wanita'. Dia satu bab tersendiri dalam sejarah kita."

"Apakah hubungan kalian sudah sangat jauh" tanya Juan hati hati

"Menurutmu" ucap lucane datar

"Kakek meneror kami" kekeh Juan

Lucane tidak menanggapi apa pun.

* * * *

Saat sedang menunggu pintu lift terbuka Xera di sapa oleh Clara.

"Hai Xera," sapa Clara

"Ah Hai Clara" jawab Xera melihat Clara yang baru tiba

"Apa kau sakit semalam" tanya Clara

"Ah iya, aku tidak enak badan" jawab Xera gugup

"Itu biasa terjadi, kau harus menjaga kesehatan mu" ucap Clara tersenyum

Lalu ting...

Saat pintu lift terbuka Xera melihat lucane berjalan menuju lift juga buru buru Xera mengajak Clara untuk naik.

"Ada apa" tanya Clara terkejut

"Tidak, hanya saja aku ingin ketoilet" Bohong nya

Tentu saja dia gugup bertemu Lucane terus.

Melihat tingkah Xera, lucane pun tersenyum tipis.

Juan yang fokus menatap ponsel nya berbisik kepada lucane.

"Nanti malam ada pertemuan" bisik nya

Lucane hanya diam dan dia tentu mengerti maksud Juan.

* * * *

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!