Hai.. aku balik nulis lagi setelah menghilang hampir 4 tahun. semoga kalian bisa menemukan serta bisa menerima kehadiran karya ini ya...
Rania dan Miko, bukan pasangan masalalu. Mereka saling membenci. Rania memiliki sifat jahat di masa lalu. Namanya di blacklist hingga jatuh sejatuh-jatuhnya, dibuang ke tempat asing, lahirkan anak kembar hingga menikah dengan orang yang salah, siksaan mental dan fisik ia terima selama 4 tahun. Menganggap semua itu Karma, akhirnya memilih bercerai dan hidup baru dengan putra-putrinya. Putranya direbut ibu Miko tanpa mengetahui keberadaan cucu perempuan, hingga berpisah bertahun-tahun. Si kembar, Alan-Chesna tak sengaja bertemu di SMA yang sama.
Gimana kisah lengkapnya?
Selamat membaca yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Hari-hari berikutnya, Chesna mulai terbiasa dengan ritme sekolah bergengsi itu. Namun, tidak semua berjalan mulus. Suatu siang di kelas, beberapa anak perempuan yang terkenal populer mulai mengomentari penampilan Chesna dengan nada mengejek.
“Lihat deh, bekalnya selalu nasi bungkus… kayak bukan murid sekolah ini aja.”
“Iya, tasnya juga bukan merk terkenal. Pantas aja dia jarang ngobrol.”
Bisik-bisik itu sengaja dibuat keras, cukup untuk didengar Chesna. Ia terdiam, berusaha fokus pada bukunya. Dadanya sesak, tapi ia menahan diri.
Tiba-tiba suara Shenia terdengar tegas.
“Berhenti, deh. Kalian pikir hebat cuma karena bawa barang mahal? Aku malah salut sama Chesna. Dia berani masuk sekolah ini dengan percaya diri. Dia penter dan gak ngandalin duit orang tua kayak kalian.”
Kelas mendadak hening. Anak-anak yang tadi mengejek saling pandang, lalu mendengus sebal, memilih diam. Ternyata… Shenia adalah sosok yang tidak bisa diremehkan di sekolah ini. Kabarnya, gedung sekolah ini merupakan aset keluarga Shenia.
Shenia menoleh pada Chesna, memberi senyum kecil. “Nggak usah peduliin mereka. Kalau mereka punya waktu untuk ngejek, artinya hidup mereka terlalu kosong.”
Chesna menunduk, bibirnya sedikit melengkung senyum dengan perasaan haru sekali gus. Ia berbisik pelan, “Makasih, Shenia.”
Shenia menepuk pelan bahunya. “Ingat, aku di sini buat kamu.”
___
Di sudut ramai sebuah kafe di pinggir kota, Chesna, remaja berusia 16 tahun dengan rambut hitam lurus yang terikat rapi dan senyum ceria, sedang melakukan pekerjaan paruh waktunya. Tangannya membawa nampan berisi segelas kopi. Matanya tiba-tiba terbelalak pada sosok familiar berada di meja tujuannya. Jantung Chesna berdegup kencang. "Om Miko!" pekiknya, hampir tak percaya. Meski baru bertemu Miko dua kali, tapi Chesna masih sangatnya, seorang ayah yang sangat perhatian dan sayang pada putri kecilnya kala itu.
Om Miko tampak hanya sedikit berbeda. Terlihat masihsegar dan bugar, seolah waktu enggan menyentuhnya. Rambutnya yang hitam masih tebal dengan sedikit kilau, dan senyumnya yang hangat masih sama seperti yang Chesna ingat. Meski ada kerutan halus di sudut matanya yang menambah pesona kedewasaan. Ia mengenakan kemeja biru muda yang rapi, lengan digulung santai, menunjukkan gaya yang tetap muda dan energik.
Dengan semangat yang meluap, Chesna mengabaikan rasa ragu yang menyelinap di hatinya. Ia melangkah mendekati meja Om Miko, tangannya sedikit gemetar karena campuran kegembiraan dan cemas.
"Om Miko?" panggilnya pelan, suaranya penuh harap. Om Miko mendongak dari layar laptopnya, alisnya bertaut, mencoba mengenali wajah di depannya. "Iya, kamu...?" jawabnya ragu, matanya menyipit seolah berusaha menarik kenangan dari sudut pikirannya yang sudah pudar.
Chesna tersenyum lebar, meski ada sedikit nyeri di hatinya melihat kebingungan di wajah Om Miko. "Chesna, Om! Yang dulu pernah kenalan pas nolongin anak, Om, Lila..." katanya dengan antusias, berharap itu akan membuka pintu kenangan.
Om Miko tersenyum tipis, tapi sorot matanya masih menunjukkan kebingungan. "Oh, Chesna... ya, ya, sudah besar sekarang, ya?" ujarnya, nada suaranya sopan tapi datar, seperti seseorang yang berusaha menyembunyikan fakta bahwa ia tak sepenuhnya ingat.
Chesna mengangguk, tetap berusaha menjaga senyumnya. "Iya, Om! Sudah lama banget kita nggak ketemu. Om apa kabar?" Ia duduk di depan Om Miko tanpa diminta, berharap percakapan ini bisa menghidupkan kembali kehangatan yang dulu pernah ada, walau singkat.
Om Miko mengangguk, menutup laptopnya perlahan. Ada perasaan aneh ketika bertatapan dengan gadis remaja ini. Wajah remaja cantik ini rasanya mirip dengan seseorang yang Miko kenal "Baik, Ches. Om... cuma sibuk kerja akhir-akhir ini," jawabnya, suaranya lembut tapi ada jarak di dalamnya.
Chesna bertanya, "Lila apa kabar Om?" Chesna berharap, Lila sudah sehat dan tidak sakit-sakit lagi.
"Lila ..." Om Miko tampak menarik napas pelan. "Lila... dia tidak sehat." Miko teringat sesuatu, tentang anak perempuan kecil yang dulu pernah menolong Lila, putrinya.
Merasa tidak perlu melanjutkan perbincangan, "Permisi ya Om, saya mau lanjut bekerja lagi."
"Kamu umur berapa? Tidak sekolah lagi?" tanya Miko, setelah menyadari Chesna masih sangat polos untuk menjadi seorang pekerja.
"Oh, saya sekolah kalau pagi, Om. Sore sampai malam biasanya saya kerja. Anu, Om, biasalah cari-cari uang jajan" jawab Chesna dengan wajah riang. "Kerja part time aja, Om, saya mengganti pegawai disini yang lagi sakit. Setiap dua hari sekali saya ngajar anak-anak tetangga saya belajar calistung Om." terang Chesna, tanpa ditanya.
Miko tampak kagum mendengar penjelasan Chesna tentang dirinya. "Kamu tinggal dengan siapa?" tanyanya pula.
"Saat ini tinggal sendiri, Om. Di rumah kos yang tidak jauh dari sini."
"Kenapa harus kos? Orang tuamu dimana?"
"Oh, mama kerja di kapal Om. Sambil jualan snack sama minuman."
"Kamu cuma punya mama?"
"Iya, Om. tapi sebenarnya mama punya dua anak. Tapi, saudara laki-laki saya ikut dengan keluarga papa."
Terlihat Miko mengangguk. Ada rasa iba, merasakan kehidupan penuh perjuangan yang dijalani oleh anak manis dihadapannya ini. "Mungkin Alan juga akan mengalami hidup yang berat kalau aku tidak mengambilnya dari Rania. Rania? Apa kabarmu?"
"Om, saya ke belakang dulu, ya..." Chesna menyadarkan Miko dari lamunan.
"Chesna, ini kartu nama saya. Kamu boleh menghubungi saya kapan saja. Saya akan bantu kamu." Miko mengingatkan Chesna kembali soal balas budi saat ia menolong ketika sakit Lila kamuh, lima tahun lalu.
"Oh, baik om." Chesna menerima kartu itu seraya berterima kasih.
Miko masih menatap langkah lebar gadis itu yang semakin menjauh. Ada rasa yang aneh di dadanya.
___