After Divorce

Ishani benar-benar tak tau kalau Kalanza bisa menunjukkan perubahan secepat itu ketika tau dirinya mengandung. Laki-laki itu dengan sigap melakukan apa saja yang untuk membuatnya nyaman. Sedangkan Ishani masih terjebak dalam perasaan harus berhenti atau lanjut memupuk terlalu dalam. Jika berhenti, artinya sama saja dengan menelan ludahnya sendiri. Ia meminta Kalanza belajar mencintai tapi ia justru yang melupakan. Kalau memupuk terlalu dalam, ia sadar akibatnya di masa depan, seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Ia takut lukanya terlalu dalam

"Arghhhh" tanpa sadar ia berteriak meremas rambutnya sendiri. Jalani saja, tapi bagaimana menjalani ini kalau hati bimbang

"Ishani" Kalanza tiba-tiba membuka pintu dengan kasar, laki-laki itu bahkan memegang sutil di tangan kanannya

"Kalan!" Ishani malah terkejut melihat laki-laki itu ada dirumah, padahal masih pukul tiga sore. Tadi pagi ia ingat laki-laki itu izin untuk berangkat bekerja

"Apa yang terjadi? Kenapa kamu berteriak? Apakah sakit?" "Pertanyaan beruntun itu ia terima, namun ia hanya menggeleng

"Kenapa kamu ada di rumah dan bukan di kantor? Bukankah ini masih jauh dari jam pulang kerja?"

" Aku tak ingin membuatmu merasa sendiri dirumah ini dan mengerjakan semuanya sendiri. Aku tidak ingin kamu merasa diperlakukan sebagai pembantu dirumah milikmu sendiri" Ishani mengernyitkan alis, sepertinya Kalanza terlalu banyak membaca kisah rumah tangga orang di media sosial sampai berpikir sejauh itu

"Aku tidak merasa seperti itu, dan kamu tidak perlu memperlakukan aku seperti ini. Aku hanya sedang hamil bukan sakit keras" ia kesal juga lama-lama, ia bahkan belum mengunjungi butik seminggu terakhir setelah meninggalkan Jenar dengan berbagai pertanyaan. Teman sekaligus karyawannya itu sampai mengirim pesan berkali-kali dan Ishani berjanji akan bercerita saat masuk kerja, tapi justru ia tak kunjung masuk sampai hari ini

"Aku takut kamu kenapa-napa"

"Hahahaha" Ishani malah tiba-tiba tertawa sendiri, Kalan jadi semakin berpikir macam-macam

"Aneh melihatmu bersikap seperti ini, padahal dulu yang hanya dalam pikiran kita hanya main-main saja tak sadar umur"

"Ishani, aku tak mungkin mengejarmu karena nakal di rumah ini, aku akan membahayakan kalian berdua" romantis sekali sampai Ishani sepertinya tak akan bisa melupakannya. Ishani mengambil langkah serius, biarkan ia jatuh cinta tanpa batasan. Biarkan takdir yang membawa jalan ini nanti entah kemana

"Apakah kamu lapar? Kenapa membawa sutil sampai kesini?" Ishani mengalihkan pembicaraan itu

"Maaf ya, aku tidur setelah dzuhur dan tidak pernah ke dapur. Rencananya aku akan memasak nanti sore sebelum kamu pulang kerja" Kalanza tak pernah menyuruhnya melakukan ini dan itu, laki-laki itu simpel, kalau malas masak tinggal beli saja. Tapi Ishani tau dalam rumah tangga mereka yang seperti ini, itu justru bisa menambah kesan harmonis yang sesungguhnya. Ia juga paham akan kewajibannya sebagai seorang istri terlepas bagaimana hubungan mereka sebelumnya

"Jadi kamu belum makan siang?" Ishani mengangguk kaku

"Tapi aku sudah makan banyak camilan tadi sekitar jam 10" ia membela dirinya karena tau Kalanza pasti akan marah kalau tau

"Astaga, kamu tidak boleh sampai melewatkan makan siang. Kamu harus makan banyak karena nutrisi tubuhmu terbagi. Aku ingin kalian selalu sehat"

"Ayo turun, aku sudah memasak nasi goreng dibawah" Ishani melihat cuaca diluar yang panas terik, sebenarnya kurang cocok makan itu saat seperti ini, tapi ia tak ingin mengecewakan Kalanza. Apalagi ini pertama kalinya laki-laki itu berinisiatif memasak. Dari dulu Kalanza memang hanya bisa memasak mi instan, itupun kadang-kadang kelebihan atau kekurangan air. Ishani tak tau kalau tiba-tiba ia bisa memasak nasi goreng

"Hati-hati" Ishani ingin tertawa saat laki-laki itu menuntunnya pelan turun dari tangga

"Aku bisa Kalan, aku serius. Ini bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan"

"Aku takut, biarkan aku memegangmu agar aku tenang"

"Kamu jangan lupa kalau punya riwayat asam lambung, aku nggak mau kamu sakit"

"Kamu jangan ngomel lagi, aku nggak mau denger ceramah panjang-panjang" Kalanza menarik nafasnya panjang, padahal ia hanya memberitau yang benar. Tapi semua perempuan yang dikenal memang selalu seperti itu. Ia akan banyak-banyak bersabar

"Astaga Kalanza, apa yang sudah kamu kerjakan di dapur ini?" Semuanya benar-benar berantakan, kulit bawang yang berserakan dimana-mana. Lantai dan kompor yang penuh tepung, sampai-sampai wastafel yang sudah penuh dengan cucian piring segunung. Ishani ingin pingsan melihatnya, padahal tadi pagi semuanya sudah bersih

"Nanti aku minta Bibi Rumi yang bersihkan" Kalan dengan santai menyebut nama ART yang baru mereka pekerjakan seminggu yang lalu

"Dia izin pulang tadi pagi setelah membersihkan semuanya karena anaknya yang sakit. Mau tidak mau harus kamu yang bersihkan sendiri" Helaan nafas Kalanza terdengar berat sekali, maklum saja laki-laki itu bahkan sepertinya pertama kali memegang peralatan seperti ini. Ketika kuliah saja, orang tuanya menyewa ART untuk membersihkan apartemennya dan membuatkan makanan untuknya. Orang kaya memang berbeda

"Oke, sekarang kamu harus makan dulu" Kalanza menuntun wanita itu untuk duduk di kursi meja makan, sementara ia memindahkan nasi goreng dari wajan ke piring.

Ishani ragu melihat tampilan nasi goreng itu yang hitam pekat dan terlihat sedikit becek. Benar-benar seperti tak layak konsumsi walaupun baunya sangat menggoda. Tapi ingat untuk tak menilai sesuatu dari tampilannya saja, karena dalamnya bisa jadi istimewa

"Cicipilah, aku mencari resep nasi goreng di internet tadi" Kalanza dengan percaya diri duduk didepan perempuan itu, dan ikut mengambil sendok untuk mencicipi. Ishani dengan ragu menyendok nasi goreng itu ke mulutnya, seketika rasa asin dan kecap manis yang begitu kuat menguar kedalam indra perasa membuat perutnya mual

Kalanza yang penasaran juga mencoba dan langsung meludahkannya begitu saja

"Muntahkan cepat" Ia membawa Ishani ke kamar mandi dekat toilet untuk memaksa memuntahkan makanan itu

"Maaf Kalan rasanya aneh" mulutnya mengatakan maaf tapi ekspresinya menunjukkan tawa yang ditahan

"Tak perlu menahan tawa seperti itu, lepaskan saja. Aku akan belajar lain kali"

"Aku akan mengajarimu"

"Sekarang duduklah, aku akan memesan makananan untukmu. Tunggulah sebentar" laki-laki itu membuka ponselnya dan memilih makanan yang sekiranya sehat untuk dikonsumsi Ishani

"Apa kamu butuh bantuan?" Ishani sebenarnya tak tega melihat laki-laki itu membersihkan semuannya sendiri, tapi ia juga tidak bisa untuk tidak tertawa

"Duduk saja disana, aku bisa sendiri"

"Awshh" baru saja mengatakan itu, lukanya tergores pisau yang ia taruh di wastafel karena tak memperhatikan mata pisau saat mencuci benda tajam itu

"Kamu memang ceroboh" Ishani menarik tangan laki-laki itu untuk duduk disebelahnya, mengambil kotak P3K dari laci dan mengobatinya dengan telaten

"Lukanya cukup panjang tapi tak terlalu dalam, pasti perih" Ishani meneteskan obat merah dan melilitnya dengan perban

"Kamu duduk saja, biar aku yang selesaikan sisanya"

"Tapi kamu..."

"Hamil bukan penyakit keras seperti apa yang aku katakan, lagipula aku tak melakukannya setiap hari"

"Lantainya biar aku yang pel nanti"

"Iya" Ishani malas meladeni ucapan yang sama berkali-kali

"Seandainya tidak menikah denganku, maka laki-laki itu sungguh beruntung memilikimu Ishani"

Deg