Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengungkap Mata-mata
Di sisi kota yang berbeda, Sarah, mantan istri Yansya, sedang menikmati secangkir kopi mahal di sebuah kafe mewah bersama Herman. Ia sesekali tersenyum tipis ketika Herman dengan bangga menceritakan proyek bisnis terbarunya, yang tentu saja menjanjikan keuntungan besar.
Sarah memilih hidup seperti itu karena ia memang menginginkan kemapanan, dan Herman bisa memberikan segalanya yang tidak pernah Yansya berikan. Baginya, Yansya sekarang hanyalah bagian dari masa lalu yang tidak perlu lagi ia pikirkan.
Meskipun Sarah berusaha menepisnya, ia segera menggelengkan kepala. Ia meyakinkan dirinya bahwa semua itu hanyalah khayalan belaka. Ia sudah membuat pilihan dan sekarang ia hanya perlu fokus pada kehidupan barunya yang penuh kenyamanan bersama Herman.
"Sayang, apa kamu tidak bosan terus-menerus membahas pekerjaan?" tanya Sarah, suaranya lembut, namun ada nada lelah di sana. Ia meletakkan cangkir kopinya dan menatap Herman. "Bagaimana kalau kita bicarakan sesuatu yang lebih menyenangkan? Misalnya, rencana liburan kita ke Bali minggu depan?"
Herman tersenyum, mengenggam tangan Sarah dengan erat. "Tentu saja, Sayang. Maaf, aku terlalu bersemangat. Aku hanya ingin memastikan masa depan kita terjamin. Aku sudah memesan vila terbaik di sana, lengkap dengan pemandangan laut yang indah untukmu."
Sarah mengangguk, tersenyum puas. "Bagus sekali. Aku tidak sabar menantikannya."
Herman kembali membenarkan posisi duduknya, menatap Sarah dengan sorot mata yang penuh janji. "Aku ingin setiap hari kita seperti liburan, Sayang. Kamu tidak perlu khawatir soal apa pun lagi, semua akan aku urus. Yang penting kamu bahagia."
Sarah tersenyum dan menyandarkan kepalanya di bahu Herman, menikmati momen itu. "Aku tahu, Sayang. Kamu memang yang terbaik. Aku sangat beruntung punya kamu."
Suasana kafe yang ramai dengan obrolan orang lain seolah tidak mengganggu kedekatan mereka. Mereka berdua tenggelam dalam rencana masa depan yang sudah Herman susun dengan rapi, seakan tidak ada masalah apa pun yang bisa mengganggu kebahagiaan mereka.
Akan tetapi, di balik senyum dan tawa itu, ada sedikit kekosongan yang masih tersimpan di hati Sarah. Perasaan yang ia sendiri tidak bisa mengidentifikasinya. Herman memang bisa memberikannya semua kemewahan, tetapi terkadang, Sarah merindukan percakapan yang lebih dalam atau candaan sederhana yang dulu selalu Yansya lontarkan. Sesuatu yang kini terasa hilang dalam hubungan barunya yang serba sempurna. Ia tidak tahu apakah perasaan itu wajar atau hanya sisa-sisa emosi masa lalu yang belum sepenuhnya pergi.
Sementara itu, Yansya tidak membuang waktu. Setelah sesi latihan yang menguras tenaga, ia segera fokus pada misi baru dari Lisa. Tablet yang diberikan Lisa berisi data-data rumit dengan pola aneh, menantang kemampuan analisis super cepatnya.
Yansya duduk di ruang kerjanya yang dipenuhi layar monitor, jari-jarinya menari di atas keyboard, memecahkan kode dan mengurai benang kusut informasi yang tersembunyi. Sesekali, ia mendengus atau bergumam sendiri ketika menemukan koneksi yang mencurigakan. Ia menikmati setiap tantangan yang ada, karena ia tahu misi ini bukan hanya tentang uang sepuluh miliar, tetapi juga tentang membuktikan dirinya kepada Lisa dan seluruh tim.
Setelah berjam-jam berkutat dengan data, mata Yansya menangkap sebuah anomali. Ada pola pengaksesan informasi sensitif yang terlalu sering dari satu akun tertentu, lebih dari yang seharusnya. Akun itu milik Fabian, ketua tim lawan yang digadang-gadang paling dekat menggantikan ketua utama.
Yansya menyipitkan mata, menekan beberapa tombol untuk melacak jejak digital Fabian lebih jauh. Ia menemukan bahwa Fabian melakukan transfer data kecil secara berkala ke alamat IP asing. Yansya menyeringai tipis, karena ia baru saja menemukan benang merah pertama, dan ini jelas bukan sekadar kebetulan.
Yansya melanjutkan penyelidikannya, menggali lebih dalam ke setiap detail data, mencoba menemukan koneksi lain yang mungkin terlewat. Namun, semakin lama ia menelusuri, semakin banyak kejanggalan yang muncul.
Transfer data dari Fabian memang ada, tetapi isinya ternyata hanya laporan kinerja tim dan beberapa dokumen internal yang tidak memiliki nilai strategis apa pun. Setelah menganalisis ulang pola akses dan membandingkannya dengan log sistem lainnya, Yansya akhirnya menyadari bahwa ia telah salah sangka.
Jejak digital yang ia ikuti memang mengarah ke Fabian, tetapi itu hanyalah sebuah pengalihan. Sebuah umpan untuk mengalihkan perhatian dari mata-mata yang sebenarnya jauh lebih licik.
Tepat saat Yansya akan menghela napas, pintu ruang kerjanya terbuka pelan. Lisa muncul di ambang pintu, membawa dua cangkir kopi mengepul di tangannya.
Ia tersenyum tipis melihat Yansya yang masih berkonsentrasi penuh pada layar. Rambutnya sedikit berantakan karena terus-menerus mengacaknya. "Aku tahu kamu pasti sudah menduga bukan Fabian pelakunya, kan? Karena itulah aku membawakan ini untukmu," ucap Lisa, meletakkan salah satu cangkir kopi di meja samping Yansya. Aroma kopi menyeruak, sedikit mengusir kantuk yang mulai menyerang. "Bagaimana progresmu? Ada sesuatu yang menarik?"
Lisa memperhatikan Yansya yang tampak sangat serius saat memeriksa layar monitornya, dan ia mengakui dalam hati bahwa pria itu memang sangat berbakat. Ada sisi unik dari Yansya yang selalu menarik perhatiannya.
Saat ia fokus pada pekerjaannya seperti ini, auranya berubah menjadi begitu tampan dan keren, benar-benar memancarkan profesionalisme yang mengagumkan. Tetapi di sisi lain, saat tingkah usil atau bocahnya keluar, Yansya bisa menjadi sangat menyebalkan dengan godaan-godaan dan ejekannya. Hal itu seringkali membuat Lisa ingin memukulnya, meskipun ia tahu bahwa Yansya tidak akan terpengaruh sama sekali.
Setelah meminum sedikit kopinya, Yansya kembali menatap layar dengan fokus baru. Ia mengabaikan semua data yang berhubungan dengan Fabian dan mulai mencari pola lain yang lebih subtil.
Kali ini, ia menyaring data berdasarkan waktu dan lokasi kebocoran informasi, mencari titik temu yang mungkin tersembunyi. Tidak lama kemudian, sebuah pola aneh muncul: setiap kali informasi penting bocor, selalu ada satu log akses yang terjadi dari sebuah terminal yang terdaftar sebagai 'terminal cadangan' yang jarang digunakan. Akses itu selalu terjadi tepat sebelum informasi bocor ke publik. Itu adalah celah yang sangat kecil, tetapi Yansya tahu ini adalah petunjuk yang sesungguhnya.
"Ini dia," kata Yansya pelan, matanya berbinar, menunjuk ke layar monitor. "Fabian hanyalah pengalih perhatian. Mata-mata sebenarnya menggunakan terminal cadangan yang jarang terjamah. Mereka berpikir cerdik, karena terminal itu tidak akan menimbulkan kecurigaan."
Ia kemudian mengambil napas dalam-dalam, mengatur strategi dalam benaknya. "Aku akan menyiapkan umpan, Lisa. Kita akan biarkan informasi penting bocor lagi, tetapi kali ini, kita akan melacak setiap akses ke terminal cadangan itu secara real-time. Begitu mereka masuk, jebakan kita akan tertutup, dan kita akan tahu siapa pelakunya." Yansya tersenyum licik, menatap Lisa dengan penuh keyakinan.
Lisa mengangguk pelan, mendengarkan penjelasan Yansya dengan saksama. Senyum tipis terukir di bibirnya, karena ia merasa bangga dengan kemampuan Yansya.
Ia tahu Yansya tidak hanya sekadar berbakat, tetapi juga memiliki insting tajam yang sulit ditandingi, terlebih lagi karena ia mampu menemukan celah sekecil itu. Rencana Yansya memang berani, dan ada sedikit rasa khawatir melintas di benaknya, tetapi ia memercayai Yansya sepenuhnya.
"Baiklah, Yansya, aku akan menyiapkan semuanya. Kapan kita akan mulai meluncurkan umpan itu?" tanyanya, suaranya mantap, siap untuk bergerak maju.
Yansya menyesap kopinya sejenak, lalu menatap Lisa. "Secepatnya, Lisa. Mungkin besok pagi kita bisa meluncurkan umpan itu. Untuk bagian lapangan, aku serahkan padamu."
"Kamu paling ahli dalam hal itu, dan aku yakin kamu akan bisa mengamankan situasi di luar sana. Aku akan tetap di sini, memantau pergerakan mereka secara langsung dan siap mengunci akses begitu mereka terjebak." Yansya menyeringai, menunjukkan kepercayaan penuhnya kepada Lisa, dan ia tahu Lisa akan menyukai tantangan tersebut.
Padahal, dalam hati, Yansya hanya ingin melihat langsung dan mengamati aksi dari wanita cantik itu dalam bertugas di lapangan. Ia membayangkan bagaimana Lisa akan bergerak dengan lincah, wajahnya serius namun tetap memancarkan pesona, dan ia merasa ada sensasi menyenangkan yang muncul di dalam dirinya. Memang, kesempatan untuk berdekatan dengan Lisa di tengah misi selalu menjadi bonus tak terduga yang membuat pekerjaannya semakin menarik.
Lisa tersenyum penuh percaya diri mendengar penugasan itu. Tanggung jawab di lapangan memang keahliannya, dan ia tidak akan pernah ragu menghadapi tantangan apa pun yang datang. "Baiklah, serahkan saja padaku," balasnya singkat, nada suaranya tegas.
Ia sedikit menggelengkan kepala, karena ia menangkap kilatan licik di mata Yansya, seolah pria itu punya motif tersembunyi selain sekadar mempercayainya, tetapi Lisa memilih untuk tidak membahasnya sekarang. Yang penting, misi ini harus sukses.