Bagaimana caranya Hanum si preman pasar yang bar- bar seketika menjadi anggun saat dia harus menikah dengan anak majikannya.
"Ada uang Abang kucinta. Gak ada uang Abang kusita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Tangkap
Hanum benar-benar datang ke rumah rentenir bernama Anji. Di temani Jono dan Bang Tigor ketiganya memasuki kawasan rumah paling besar di kampung Hanum.
Hanum menghela nafasnya saat melihat pria tua yang katanya punya empat istri itu. "Ada apa nih dateng rame- rame begini, udah kayak mau kondangan aja?"
Anji menatap Tigor dan Jono, tentu saja dia mengenal dua orang itu, preman pasar yang sering memunguti iuran dari pedangan. Meski tidak kenal secara personal tapi Anji tahu dari berita yang dia dengar.
Anji menoleh pada Hanum dan langsung berbinar saat melihat wajah cantik yang baru dia lihat. "Siapa nih? Cantik bener?" Hanum mendengus.
"Kenapa? Lupa ingatan lo?" Hanum mengejek Anji.
Anji memicingkan matanya. "Suaranya gue kenal, tapi wajahnya gue lupa, bentar ..." Anji nampak berpikir. "Hanum?" Anji menatap dari atas ke bawah. "Wah, gila, bening lo sekarang, Num? Tahu gitu dari dulu kenapa gue gak minta lo aja buat lunasin hutang Bapak lo." Anji masih meneliti Hanum bahkan ekstra menjilat bibirnya.
Hanum mendengus. Ini alasannya mengajak Bang Tigor dan Jono. Kalau si hidung belang ini menunjukkan taringnya setidaknya ada yang membantu Hanum.
"Gak usah basa basi, Bang." Hanum mencebik. "Gue heran udah tua masih di panggil, Bang. Lo udah pantes di panggil encang."
Bukannya marah Anji justru terkekeh. "Gue suka gaya lo, Num. Yang liar kayak lo lebih menggoda." Anji mendudukan dirinya di kursi teras masih dengan wajah mesumnya. "Jadi kedatangan lo kemari mau apa?"
"Gue mau minta kejelasan soal hutang Bapak gue. Bisa- bisanya lo bawa duit gue 10 juta lo bilang itu cuma bunga?"
Anji terkekeh. "Lah, lo gak tahu kalau bunga pinjaman gue 200 persen."
"Anji—ng, lo bukan nolongin orang kalau begitu caranya, tapi bunuh orang!" Hanum berseru dengan marah. 200 persen di kali setiap bulan dalam 5 tahun sudah berapa hutang bapaknya kalau begitu?
Anji tertawa. "Lah siapa yang mau nolongin orang. Gue bukan dermawan. Lagian hutang bapak lo udah lima tahun, lo bayangi aja berapa tuh bunga?"
Hanum memejamkan matanya kesal. "Lo gak takut dosa, Bang?"
Anji berdecak. "Gue gak pernah maksa orang buat minjem sama gue, itu pilihan mereka, masa gue masih dosa?"
Hanum mendengus. "Sumpah ya, lo, Bang. Udah bau tanah masih nantang."
"Bau tanah gini gue masih bisa muasin daun muda kayak lo, Num. Gue jamin lo puas. Gue bahkan masih kuat main 2 jam, Num."
"Cuih!" Hanum meludah ke samping. "Gue kasih paham lo, api neraka itu panas, yakin disana lo bakal ditanya kuat berapa jam?"
"Gue dateng buat peringatin lo, hutang bapak gue lunas kemaren, anggap itu sama bunganya."
"Jangan maen- maen lo, Num. Gue bukan orang yang takut sama preman pasar kayak lo. Harusnya lo bersyukur gue gak pake kekerasan waktu nagih ke bapak lo. Gue gak mau tahu, bayar sama bunganya atau hutang Bapak lo makin banyak."
Hanum menatap tajam. "Gak pake kekerasan lo bilang. Lo lupa anak buah lo suka mukulin bapak gue?"
Anji mengedikkan bahunya acuh. "Itu bukan gue, tapi anak buah gue. Dan salahin Bapak lo kenapa gak bayar setiap di tagih."
"Anjritt lo bener- bener." Hanum menggeleng tak percaya.
"Jadi, lo gak takut sama hukum Tuhan, lo juga pasti gak takut sama hukum negara ini, kan?"
Anji berdecih dan menegakkan duduknya. "Polisi mana yang gak kenal gue. Mereka takut sama gue."
Hanum mengangguk. "Oke, kita tunggu polisi dateng." Anji menatap Hanum dengan tajam ektra menggebrak meja.
"Sialan, cari gara- gara, lo sama gue!" Anji berdiri dari duduknya dan memanggil anak buahnya. Hanya satu namun badannya besar sudah seperti atlit binaragawan.
"Hajar tuh cewek, bagus- bagus dia pingsan biar gue jarah sekalian. Barang bening gak bisa gue anggurin." Anji tertawa.
"Lo serius, Num. Badannya gede gila! Lebih gede dari bang Tigor" Jono berbisik di telinga Hanum.
Hanum mendengus. "Badan doang gede, otak cemen."
"Lo yakin laporan lo di terima sama polisi, Num?" tanya Tigor.
"Gue pertaruhin kepercayaan gue sama hukum negara ini, Bang."
Tigor menggeleng pelan. Itu artinya belum tentu polisi datang. Dan mereka hanya mengandalkan diri sendiri.
"Beneran gila lo, Num."
"Jangan banyak bacot, cepetan hajar aja mereka," teriak Anji dari teras rumahnya.
Anak buah Anji mendekat dan mulai menyerang Jono dan Tigor yang dengan cepat kewalahan sebab badan mereka dan kekuatan mereka kalah telak.
Kini giliran Hanum yang mundur beberapa langkah saat pria besar itu mendekat.
Anji yang melihat Hanum terpojok pun tertawa puas. "Jangan sampe dia lecet sisain buat gue nikmatin."
"Siap, Bos." Pria berbadan besar itu terus mendekat, hingga dia melihat bibir Hanum menyeringai.
Dalam satu kali hentakan Hanum menaikan kakinya ke atas lalu memutar tubuhnya untuk memberikan serangan.
"Ugh." Pria berbadan besar itu melenguh dengan memegang bagian inti tubuhnya.
Bukan cuma pria itu yang meringis, tapi Jono dan Tigor juga ikut memegang milik mereka seolah ikut ngilu hanya dengan melihat saja.
"Bapak gue bilang, serang pria macam mereka tepat di titik pusat." Hanum memutar lengannya lalu melayangkan tinjunya di rahang si pria besar itu hingga tanpa menunggu lama pria itu ambruk ke belakang.
"Sialan, itu curang namanya!" Anji menunjuk Hanum.
"Lah, emang kita lagi kompetisi, Bang? Lo aja ngasih bunga pinjaman gak kira- kira, masa yang begini lo bilang curang? Dan gue yakin orang yang pinjem ke lo rata- rata gak tahu bunga lo gede."
Anji gelagapan. "Mau lo gue tendang juga. Gue pastiin bini lo yang empat itu cari burung baru kalau punya lo loyo!"
Saat ini polisi datang, membuat Hanum tersenyum lebar. "Nih, Pak tangkap rentenir itu. Jeblosin aja dia ke penjara!" kata Hanum dengan menggebu. Namun bukannya menangkap Anji, polisi justru memborgol Jono dan Tigor, berikut Hanum.
"Loh, kok saya, pak?"
"Kalian di tangkap atas penyerangan dan pengancaman Bapak Anji." Anji terkekeh mengejek.
"Udah gue bilang jangan macem-macem sama gue. Bocah ingusan mau nantangin gue." Hanum menatap tak percaya pada polisi yang menyeretnya bersama Jono dan Tigor pergi dan membawa mereka dengan mobil polisi.
Hanum menghela nafasnya, ternyata dia terlalu mengharap lebih, Hanum melihat pada Jono dan Tigor, dan mulai merasa bersalah pada keduanya.
....
Hanum masih termenung dengan tangan terikat borgol. Bukannya bisa membuktikan jika Anji memang rentenir penghisap darah, tapi justru mereka yang di tangkap. Polisi bahkan tak peduli saat Hanum memberikan percakapannya dan Anji tadi. Mereka tetap menetapkannya salah karena bertindak menggunakan kekerasan dengan cara mendatangi rumah Anji.
Terhitung baru satu jam Hanum disana, saat seorang pria mengenakan jas rapi menghampirinya yang masih duduk berhadapan dengan polisi. "Hallo, Pak. Saya pengacaranya, Hanum." Hanum mendongak dan terkejut saat menemukan pria yang dia kenal di depannya.
"Pak Lukman?" Hanum tak tahu kenapa pria itu bisa ada di hadapannya dan mengaku sebagai pengacaranya. Dari mana pria itu tahu dia ada disana?
Doble Up kalau boleh kak