NovelToon NovelToon
If I Life Again

If I Life Again

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / CEO / Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Ws. Glo

Apakah kamu pernah mengalami hal terburuk hingga membuatmu ingin sekali memutar-balik waktu? Jika kamu diberikan kesempatan kedua untuk hidup kembali di masa lalu setelah sempat di sapa oleh maut, apa yang akan kamu lakukan terlebih dahulu?

Wislay Antika sangat mengidolakan Gustro anggota boy band terkenal di negaranya, bernama BLUE. Moment dimana ia akhirnya bisa datang ke konser idolanya tersebut setelah mati-matian menabung, ternyata menjadi hari yang paling membuatnya hancur.

Wislay mendapat kabar bahwa ibunya yang berada di kampung halaman, tiba-tiba meninggal dunia. Sementara di hari yang sama, konser BLUE mendadak dibatalkan karena Gustro mengalami kecelakaan tragis di perjalanan saat menuju tempat konser dilaksanakan, hingga ia pun meregang nyawanya!

Wislay yang dihantam bertubi-tubi oleh kabar mencengangkan itu pun, memilih untuk mengakhiri hidup dengan melompat dari gedung. Namun yang terjadi justru diluar dugaannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ws. Glo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

IILA 13

Di kamar kos yang sederhana penuh warna, Wislay tampak terguling-guling di atas kasurnya sambil tertawa riang. Ponsel di tangannya ia peluk seperti benda paling berharga malam itu. Ia baru saja membaca ulang pesan balasan dari Gustro.

“KYAAAAAA!!” serunya sambil menendang-nendang udara di atas kasur. Wajahnya memerah, matanya bersinar.

"Apa ini mimpi? Gustro baru saja memujiku!" gumamnya sambil memeluk guling. “Astaga, Tidak berlebihan kan kalau aku bahagia seperti ini?"

"Sebab... Dengan sifat dingin dan kaku begitu, sebuah pujian menjadi sesuatu yang lebih membahagiakan daripada mendapatkan sebongkah emas."

Ia menatap langit-langit dengan senyum terukir lebar di wajahnya, lalu berguling ke kiri... dan ke kanan. "Gustro... Kesayangan, i love you!"

Tetapi kegembiraan itu seketika buyar saat perutnya merintih keras. Krrrrrttt.

“Hah? Eh... perutku? Serius?” ujarnya dengan pandangan kaget ke arah perut sendiri.

Ia duduk tegak, menatap jam dinding.

Pukul 22.08.

Matanya lalu beralih ke rak makanan di sudut ruangan. Kosong. Bungkus keripik, kotak biskuit, semua tinggal kenangan. Bahkan mie instan pun habis, hanya menyisakan satu telur setengah busuk yang ragu ia konsumsi.

"Kalau beli mie ke warung... pasti gak kenyang. Dan aku lagi malas masak," gerutunya sambil memeluk lutut.

Tiba-tiba—TING!—lampu ide menyala di kepalanya.

“KIW KIW RAMEN!!” ucapnya sambil menepuk lutut sendiri.

Ia mengangkat ponsel dan cepat-cepat membuka kontak Rani Gemoy. Jempolnya bergerak cepat:

[Wislay: Ran... Mau ditraktir nggak?]

Tak sampai dua menit, balasan masuk:

[Rani Gemoy: Gass!]

Dengan semangat, Wislay bersiap. Ia hanya mengenakan hoodie oversized warna pastel dengan celana training abu dan totebag kecil. Wajah tanpa makeup, tapi tetap terlihat imut.

Tak lupa, sebelum keluar, ia membawa kunci, dompet, dan... harapan agar ramen kali ini semewah rasa pujian dari Gustro.

Beberapa menit setelahnya, Wislay dan Rani sudah berjalan beriringan di jalanan malam kota yang mulai sepi. Lampu jalan remang-remang menyinari langkah mereka. Dimana angin malam menyapu lembut wajah keduanya.

“Kau kelihatan bahagia banget malam ini, Lay,” ucap Rani sambil menguap kecil.

“Hehehe... iyalah. Gustro muji aku nyanyi loh. Terus ngajakin duet!” jawab Wislay dengan wajah bersinar.

“Serius? Gustro si ganteng yang sering ke toko buku kita itu? Waaah, jadi ini alasannya kenapa malam ini kamu traktir aku? Ke Kiw Kiw pula!” goda Rani sambil mencubit lengan Wislay.

“Eyyy jangan cubit! mood aku lagi bagus, nanti suasananya rusak!” jawab Wislay sambil menangkis cubitan itu dengan tertawa geli.

Mereka pun sampai di depan kedai ramen kecil yang bercahaya hangat dengan papan nama berkedip bertuliskan Kiw Kiw Ramen. Aroma kaldu dan miso menyeruak hingga ke jalan. Pelanggan masih ada beberapa, duduk bersahaja, menikmati ramen dalam kesunyian malam.

Tanpa ragu, Wislay mendorong pintu, memesan ramen spesial langganan yakni mie kenyal, kaldu pekat, telur setengah matang, dan potongan daging sapi karamel.

Rani tak kalah semangat. “Karena kau yang mentraktir, aku pesen porsi besar ya?”

Wislay mengangguk mantap. “Bebas! Asal habis ya!”

Tak lama, suara langkah kaki mendekat. Seorang pelayan pria membawa nampan besar dengan dua mangkuk ramen panas mengepul.

“Selamat malam. Ini pesanan kalian. Silakan dinikmati,” ucap si pelayan dengan suara yang dalam namun ramah.

Wislay yang semula menunduk menatap mangkuk, tiba-tiba mendongakkan kepala.

Deg.

Dunia seakan berhenti berputar sesaat. Matanya membulat.

Pemuda itu...

Rambut hitamnya dibiarkan jatuh alami, wajahnya tirus dengan garis rahang tajam, dan matanya...lebih tajam namun menyimpan sesuatu yang dalam. Tak salah lagi.

"Itu Jhon!" Wislay meneguk ludahnya dan melanjutkan telaahnya sesudah memperhatikan pemuda berkarisma itu dengan seksama, "tidak salah lagi. Dia Jhon... Pemuda yang dimasa depannya merupakan leader BLUE, grup idol terkenal yang akan mengguncang hampir seluruh dunia. Didalam grup ia menempati posisi main rapper. Berbakat, tampan bersuara berat dengan gaya khas yang karismatik."

"Dan yang paling jelas... Jhon adalah bias Michelle, sahabat terdekatku di kehidupan sebelumnya."

“Ma-maaf,” ucap Wislay spontan, berusaha tetap tenang. “Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Pegawai baru, kah?”

Pemuda itu tersenyum kecil dan mengangguk. “Benar... Semoga makanannya cocok dengan selera kalian," ia lalu membungkuk sopan kemudian berlalu dengan langkah cepat menuju dapur.

Wislay termenung. Matanya menatap kosong ke arah punggung pemuda itu yang menjauh.

"Tidak kusangka bahwa aku bertemu Jhon... di tempat yang seperti ini."

Pikiran Wislay melayang ke masa depan.

Ia teringat jelas bagaimana Jhon dulu bercerita saat wawancara di TV jikalau hidupnya penuh perjuangan. Ia bukan berasal dari keluarga berada. Sebelum menjadi idol, ia bekerja di mana saja. Menjadi pelayan, pengantar barang, bahkan pernah jadi badut ulang tahun anak-anak. Selain itu, dia anak yatim piatu dan hanya memiliki seorang adik perempuan sebagai keluarganya.

Namun dunia hanya mengenalnya setelah debut. Semua orang cuman tahu kesuksesannya, bukan perjuangannya.

Dan kini... Wislay menyaksikan langsung bagian yang dulu tersembunyi.

“Lay?” panggil Rani, yang menyadari ekspresi Wislay berubah.

“Hah?” Wislay tersadar. “Oh... eh, enggak apa-apa. Aku baru ngeh... kalau pelayan di sini ganteng-ganteng.”

Rani mengerutkan kening. “Kau kenal?”

Wislay menggeleng pelan, “Enggak. Cuma pernah lihat wajahnya... mirip seseorang.”

Rani mengangguk sambil menyeruput kuah ramen.

Wislay tersenyum samar, namun dalam hatinya berkecamuk. "Sekarang aku mengerti... Bahwa aku hidup kembali bukan sekedar untuk merubah takdir Gustro, ibu maupun diriku sendiri."

"Melainkan ternyata, langkah yang kuambil pun bisa membawa perubahan besar. Andai aku tidak bekerja dan tinggal di lingkungan sini... Aku takkan bertemu Jhon... maupun Gustro, kesayanganku."

Wislay menatap mangkuk ramen di depannya, uapnya naik perlahan, membentuk kabut kecil di udara. Tapi pikirannya jauh dari makanan.

...****************...

...****************...

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Lampu-lampu kedai Kiw Kiw Ramen mulai diredupkan, menandakan waktu tutup. Para pengunjung terakhir sudah meninggalkan meja masing-masing, dan aroma kaldu serta kecap asin masih menggantung di udara. Di dalam dapur, Jhon melepaskan celemeknya pelan-pelan, melipatnya rapi, lalu menyimpannya di laci. Wajahnya tampak letih, tetapi masih terjaga dengan keteguhan yang sama.

Ia menatap jam dinding sebentar, lalu menarik napas dalam-dalam. Dengan langkah tenang namun penuh pertimbangan, ia berjalan ke arah belakang, ke meja kecil tempat managernya duduk mencatat pembukuan harian.

“Permisi, Bu manager,” sapa Jhon sopan, suara baritonnya terdengar rendah dan dalam.

Manager perempuan itu menoleh dengan ekspresi malas. Rautnya tegas, usianya sekitar awal tiga puluhan, rambutnya dikuncir tinggi dan wajahnya menunjukkan bahwa ia bukan tipe yang mudah dibujuk.

“Ada apa?” tanyanya tanpa basa-basi.

Jhon menunduk sedikit, sopan, lalu berkata pelan namun jelas, “Kalau boleh, saya mau minta tolong... gaji saya bulan ini bisa dibayarkan malam ini juga?”

Bu manager mengernyit. Tangannya yang semula menulis berhenti.

“Lho? Kau kan baru kerja di sini dua hari. Sudah minta gaji duluan?” Nada suaranya terdengar tajam.

Jhon tetap berdiri tegak, meski terlihat sedikit gugup. “Saya tahu ini mendadak dan tidak biasa... tapi saya benar-benar butuh uangnya, Bu manager.”

Bu manager menyilangkan tangan, menatapnya dari atas sampai bawah. “Kau kira ini koperasi? Kalau aku transfer gajimu sekarang, terus kau kabur, gimana?”

Jhon mengangkat kepalanya perlahan. Mata bulatnya yang hitam pekat menatap lurus ke mata Rika.

“Saya tidak akan kabur. Saya kerja sungguh-sungguh di sini, bukan cuma buat saya... tapi buat adik saya di kampung. Dia baru masuk sekolah menengah. Hari ini dia belum bayar seragam dan buku. Kalau saya bisa bantu malam ini juga... setidaknya adik saya bisa tidur lebih tenang.”

Ada jeda. Bu manager masih diam.

Tapi tatapan Jhon tidak goyah. Murni. Tegas. Dan untuk sesaat, Bu manager itu merasa dirinya seperti tokoh antagonis di drama TV yang akan dibenci penonton kalau tetap menolak.

Dengan kesal, ia mendengus keras. “Ck! Untung mukamu tampan dan badanmu... yah, menggoda juga sih. Entah mengapa aku malah lebih mengharapkanmu jadi artis daripada pelayan biasa di kedai ini. Haaa, baiklah... ” Ia mengangguk ke layar laptop, lalu mengetik cepat. “Kalau bukan karena matamu kayak kucing kesasar yang bikin orang nggak tega, aku udah lempar celemek ke wajahmu.”

Jhon tersenyum kecil, lega. “Terima kasih, Bu manager.”

"Satu lagi,” Bu manager menudingnya. “Kalau sampai kau membohongiku, atau ketahuan kerja malas-malasan... aku bakal pastikan kau tidak diterima kerja di mana pun!"

“Janji, saya nggak akan bohong,” kata Jhon, suaranya mantap.

Notifikasi dari m-banking pun berbunyi. Gaji sebulan penuh telah masuk.

Jhon membungkuk hormat, lalu pamit keluar dari kedai. Malam makin sunyi, angin berhembus dingin. Ia mengenakan jaket lusuhnya dan menyelipkan tangan ke saku sambil menuruni beberapa anak tangga menuju trotoar.

Seraya berjalan pelan, ia mengeluarkan ponselnya. Membuka aplikasi m-banking. Menatap angka yang muncul di layar.

Jumlah uang yang tak seberapa.

Tetapi cukup untuk membeli seragam dan buku bagi adiknya tercinta.

Wajah Jhon yang tadi sempat lega berubah menjadi sendu. Langkahnya tertatih. Di balik ketampanan dan tubuh tingginya yang menjulang, ada beban hidup yang berat ia pikul diam-diam.

Ia berhenti sejenak di pinggir jalan, memandang ke langit malam yang berbintang.

“Aku akan mewujudkan semuanya, dengan atau tanpa bantuan siapa pun,” bisiknya pelan. Suaranya hilang ditiup angin.

~

1
Anonymous
ceritanya keren ih .....bagus/Bye-Bye/
Y A D O N G 🐳: Makasih lohh🥰
total 1 replies
😘cha cchy 💞
kak visual x dong juga. ..👉👈😩
😘cha cchy 💞
ini tentang lizkook kan...??
😘cha cchy 💞
kak kalo bisa ada fotonya kak biar gampang ber imajinasi...😁
😘cha cchy 💞: minta foto visual x juga nanti kak..😁🙏🙏
harus lizkook ya KK..😅😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!