Dalam dunia yang koyak oleh perang berkepanjangan, dua jiwa bertolak belakang dipertemukan oleh nasib.
Yoha adalah bayangan yang berjalan di antara api dan peluru-seorang prajurit yang kehilangan banyak hal, namun tetap berdiri karena dunia belum memberi ruang untuk jatuh. Ia membunuh bukan karena ia ingin, melainkan karena tidak ada jalan lain untuk melindungi apa yang tersisa.
Lena adalah tangan yang menolak membiarkan kematian menang. Sebagai dokter, ia merajut harapan dari serpihan luka dan darah, meyakini bahwa setiap nyawa pantas untuk diselamatkan-bahkan mereka yang sudah dianggap hilang.
Ketika takdir mempertemukan mereka, bukan cinta yang pertama kali lahir, melainkan konflik. Sebab bagaimana mungkin seorang penyembuh dan seorang pembunuh bisa memahami arti yang sama dari "perdamaian"?
Namun dunia ini tidak hitam putih. Dan kadang, luka terdalam hanya bisa dimengerti oleh mereka yang juga terluka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr_Dream111, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang mendekat, selalu hilang
Sudah hampir 1 bulan berlalu, semua persiapan sudah matang untuk menyambut kedatangan pasukan udara Varaya. Kami bahkan mendapatkan pasokan persenjataan baru dari beberapa kerajaan di benua selatan. Mulai dari meriam anti udara, amunisi, sampai ribuan pucuk senapan. Semua pasukan militer di Ventbert juga diizinkan memakai senapan walaupun sempat ada penolakan dari beberapa pejabat dan kepolisian.
Setiap hari aku juga ikut patroli karena pengobatanku bisa dibilang gagal dan dokter Kai tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya berharap semoga ada keajaiban untuk menyembuhkanku tapi dia juga terus memberiku obat penenang.
Hari ini aku memutuskan pulang lebih awal karena tidak ada tanda-tanda penyerangan. Patroli yang kuikuti setiap hari lama kelamaan membosankan. Sejak berita jatuhnya Isheimr bulan lalu, tidak ada lagi berita penyerangan Varaya dengan pasukan udaranya lagi.
Tidak sedikit penduduk beranggapan jika penyerangan dari udara adalah berita bohong dan gertakan untuk menciptakan kegaduhan belaka. Entah benar atau tidak, aku tidak terlalu peduli karena aku harus siap kapanpun jika saja kabar itu benar adanya.
Beberapa menit ku berjalan pulang, aku melihat seorang wanita paruhbaya berdiri di depan rumahku.
" Apa anda ada perlu dengan saya? "
" Apa anda tuan Yoha? "
" Ya dengan saya sendiri. "
" Mohon maaf menganggu, saya ingin bertanya apakah Silas ada di rumah anda? "
" Silas? Sudah sejak pemakaman ibunya saya tidak pernah bertemu dengan Silas lagi. "
" Sudah seminggu lalu Silas pergi. Dia bilang ingin mengunjungi tuannya yang bernama Yoha tapi sampai sekarang dia belum kembali, "
" Apa anda sudah melapor ke kepolisian? " Tanyaku dengan nada sedikit panik mengingat Silas adalah orang yang jujur. Dan jika dia mau ke sini harusnya dia benar-benar datang.
" Saya sudah melapor dan memberi banyak uang ke mereka agar mempercepat proses pencarian tapi juga belum ada kabar sampai sekarang. "
" Baiklah saya akan mencarinya dan akan segera saya bawa ke panti jika ketemu! "
" Terimakasih tuan. "
Aku segera berbalik arah dan menyewa kereta kuda untuk mencari Silas. Tempat pertama yang ku tuju adalah pemakaman tempat ibunya dimakamkan. Tapi ketika aku sampai di sana, tak kutemui batang hidung anak itu. Aku pun melanjutkan ke distrik industri dan mencari di kanal bawah tanah.
Tapi diriku mulai panik dan pikiranku kemana-kamana saat menjelajahi lorong demi lorong kanal bawah tanah. Aku juga memeriksa bekas rumah Silas yang dulu tapi juga tidak ada. Sebenarnya kemana anak itu pergi. Setahuku dia tidak punya masalah di panti asuhan dan bahkan menjadi sosok paling periang di sana.
Berjam-jam lamanya kutapaki kanal bawah tanah dan tak kujumpai juga. Aku meminta bantuan beberapa tentara yang patroli tapi juga hasilnya nihil. Di malam hari aku masih mencari ke segala penjuru kota dan sama saja.
Pada akhirnya aku pulang dengan tangan kosong dan menyempatkan diri ke panti asuhan. Aku meminta maaf karena gagal menemukan Silas.
Saat di rumah aku juga tidak bisa tidur karena khawatir padanya. Aku hanya duduk termenung di ruang tamu dengan harapan Silas mengetuk pintu seperti dulu. Namun, harapanku sia-sia karena sampai pagi menjemput, dia tidak pernah datang.
***
Aku terus mencari selama berhari-hari bahkan sampai ke kota sebelah dan masih tak kutemukan Silas. Hingga di hari berikutnya, tersebar berita tentang penemuan mayat bocah laki-laki tanpa kepala di sumur tua yang berada di desa yang tak jauh dari kota Ventbert. Saat mendapat berita itu, aku buru-buru menuju lokasi demi memastikan mayat itu bukan Silas.
Ketika sampai, aku berusaha melihat sendiri mayat yang dikerumuni banyak orang.
Aku syok seketika dan tak bisa mempercayai apa yang kulihat saat ini. Rasanya seolah hatiku hancur berkeping-keping. Aku merasa seperti ada beban berat di dadaku yang semakin membuatku tercekik saat tahu ciri-ciri mayat yang ditemukan sangat mirip dengan Silas.
Tidak salah lagi, itu memang dia.
Setelah orang tuaku, klan, teman-temanku, kapten Alvar, dan sekarang Silas.
Mengapa setiap orang yang mengisi kehampaan hidupku selalu berakhir seperti ini?
Aku merasa begitu marah dan ingin mencari siapa pun yang bertanggung jawab atas kematian Silas. Untuk kesekian kalinya aku gagal melindungi orang-orang yang kusayangi.
***
Silas akhirnya dimakamkan disamping sang ibu. Aku menerima fakta yang lebih pahit lagi saat para perawat yang mengurus mayat Silas mengatakan jika hampir semua organ dalam anak itu juga menghilang.
" Selamat tinggal Silas. " Ucapku sembari mengelus batu nisan Silas.
" Penderitaanmu sudah berakhir dan sekarang berbahagialah di surga bersama ibumu. "
Kemudian aku mengambil satu langkah mundur dan memberikan penghormatan terakhir untuk anak yang tak pernah lepas senyum dari bibirnya itu. Aku menghela nafas dalam-dalam ketika merenungkan kembali semua kenangan bersamanya. Kami berdua telah melewati banyak hal bersama.
Kematian Silas cukup membuat heboh penduduk kota Ventbert terutama di distrik pertanian. Mereka mendesak kepolisian untuk segera menangkap para pelaku karena takut anak-anak mereka akan menjadi korban berikutnya.
Kepolisian Ventbert yang biasanya lambat menangani kasus, tiba-tiba dalam waktu 24 jam sudah berhasil menangkap pelaku pembunuh Silas yang berjumlah 4 orang dan mereka semua adalah anggota polisi. Aku dibuat tidak percaya saat tahu jika pelaku utama pembunuhan Silas adalah ayahnya sendiri yang bernama Rudy.
***
Hari ini para pelaku di giring ke pengadilan di distrik pusat. Banyak para penduduk hadir di ruang persidangan termasuk aku.
Berjam-jam lamanya kami mendengarkan pengakuan para pelaku. Mereka berempat mengakui telah membunuh Silas dengan alasan mengurangi beban Rudy yang notabenya ayah kandung Silas.
Selain itu, mereka mengakui mengambil organ dalam Silas dan kepalanya untuk dijual di pasar gelap. Aku semakin dibuat geram saat para pelaku mengaku selain membunuh, memenggal, dan mengambil organ Silas, mereka juga sempat memperkosa Silas.
Aku terus merepalkan tangan. Jika saja ku bisa menghentikan waktu, aku sudah menghajar mereka semua sampai mereka mohon untuk mati. Tapi itu hal mustahil, yang kubisa sekarang hanya menunggu hakim memberikan hukuman yang pantas untuk mereka.
Dan ternyata harapanku sia-sia saat hakim memutuskan para pelaku dihukum penjara selama 4 tahun dan pencopotan jabatan mereka sebagai polisi. Keputusan tidak adil itu menimbulkan protes prnduduk yang di aula persidangan tapi apamau dikata karena palu sudah diketuk.
Darahku langsung mendidih saat melihat para pelaku tersenyum lega. Aku hampir saja menarik belatiku untuk membunuh mereka.
Sekarang mereka bisa lolos. Meski begitu aku tidak akan pernah tinggal diam. Selama pembunuh Silas tidak mendapat hukuman yang pantas dari pemerintahan, maka aku sendiri yang akan memberikan hukuman pada mereka.
Persidangan dinyatakan selesai pukul 7 malam. Semua orang keluar dan hanya tinggal aku seorang termenung atas hukum yang tidak adil di ruangan ini. Aku menutup mata mencoba menenangkan diri tapi yang muncul dalam ingatanku adalah senyum tulus bocah laki-laki itu. Senyum yang sekarang ternodai oleh para bedebah.
Tak bisa kubayangkan penderitaan Silas saat ajalnya mereka renggut. Sekarang justru mereka masih bisa tersenyum dan tidur nyenyak di penjara. Hanya satu yang bisa mengukum mereka. Baginda Ratu Isabella.
Aku pun pergi ke istana dengan seragam lengkap. Sebagai anggota pasukan khusus dibawah tangan ratu, aku bisa mudah masuk istana walau mendapat pengawalan langsung dari Valkyrie.
Aku berniat meminta permohonan pada ratu untuk merubah putusan pengadilan. Tapi aku harus menunggu berjam-jam karena ratu sedang rapat dengan para menterinya.
***
" Selangkah lagi kau berjalan, kami akan langsung membunuhmu! " Gertak seorang Vakiery berambut merah panjang di depanku ketika pintu ruang rapat terbuka dan para menteri keluar.
Aku pun menodongkan belati dan menatap tajam. " Urusanku dengan ratu bukan dengan kalian! "
" Kalian menyingkirlah! " Sela Ratu yang keluar paling akhir dari ruangan itu.
Para Vakyrie serentak membuka jalan tapi terus menodongkan pedang mereka padaku.
" Maaf yang mulia. Kedatanganku mendadak karena ingin meminta pertolongan. " Pintaku sembari berlutut di depan pintu ruang rapat.
" Tentang persidangan kasus pembunuhan anak? Aku tahu jika korban adalah orang yang pernah kau tolong. Karena itu aku sudah menebak kalau kau pasti ke sini. " Sahu ratu.
" Mereka telah melakukan kejahatan keji kepada seorang anak tak berdosa, tapi kenapa hanya dihukum kurungan penjara empat tahun? " Tanyaku getir.
" Aku dan pamanku yang sampai sekarang menjabat sebagai pemimpin kepolisian sudah menandatangani persetujuan sebagai syarat dia membantu kudetaku. Saat naik tahta, kepolisian akan bertindak secara independen bersama lembaga hukum termasuk kementerian hukum yang wajib dari pihak mereka. "
" Tapi tetap saja hukuman penjara terlalu ringan bagi mereka! "
" Lalu hukuman apa yang kau inginkan? "
" Hukuman yang setimpal. "
" Baiklah jika itu maumu maka lakukan sendiri. Mereka akan dibawa ke penjara kota Hilder menggunakan kereta kuda. Aku tidak bisa memastikan kapan mereka berangkat, tapi kau bisa mengawasi penjara lalu hadanglah di tengah jalan. Di bawah tanah istana, ada hukuman yang cocok untuk mereka. Ini sangat beresiko, tapi dengan segudang pengalamanmu aku yakin bisa melakukanya tanpa istana dicurigai, "
" Jika saya gagal? "
" Sudah jelas demi menghapus jejak keterlibatan istana, aku harus membunuhmu. "
Aku berfikir sejenak. Menimbang resiko yang akan terjadi, benar juga kalau aku tertangkap dan mereka tau aku diperintah ratu, bukan hanya kudeta tapi perang saduara juga bisa berkobar mengingat militer pasti tidak akan tinggal diam.
" Baiklah! Saya akan melakukanya. Tapi jika gagal, anda bisa menyalahkan saya. Dan... saya siap di eksekusi. "
Ratu menghela nafas. " Baiklah jika itu keputusanmu aku akan menerimanya. Sekarang pergilah dan jalankan misi ini. "
" Terimakasih baginda ratu. Dan maafkan kelancangan saya. "
" Tak apa. Jika aku di posisimu, mungkin aku juga akan melakukan hal sama. "
" Terimakasih atas kemurahan hati anda. "
Aku segera pergi dari istana diiringi. Apapun yang terjadi mereka harus mendapat hukuman sepadan.
^^^To be continue^^^