NovelToon NovelToon
The Secret Of Possessive Man

The Secret Of Possessive Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta
Popularitas:786
Nilai: 5
Nama Author: Citveyy

Devan Arenra Michael adalah Laki-laki berumur 21 tahun yang menyukai sahabatnya sejak tiga tahun yang lalu. Takut ditolak yang berujung hubungan persahabatan mereka hancur, ia memilih memendamnya.

Vanya Allessia Lewis, perempuan dengan sejuta pesona, yang sedang berusaha mencari seorang pacar. Setiap ada yang dekat dengannya tidak sampai satu minggu cowok itu akan menghilang.

Vanya tidak tahu saja, dibalik pencarian dirinya mencari pacar, Devan dibalik rencana itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Citveyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 14 Sebanyak Lovers

"Vanya gue suka sama lo."

Itu dalam hati. Mana mungkin Devan berani mengungkapkan itu pada Vanya. Ia belum siap dan tidak ingin mendengar penolakan Vanya. Pasti rasanya lebih sakit di banding menahan cinta dalam diamnya.

"Devan lanjutin ceritanya," Vanya menggoyang-goyangkan lengan sahabatnya yang terdiam.

"Ya gitu Ale gak peka sama Endra."

"Kalau ternyata Ale juga suka sama Endra gimana?"

Pertanyaan Vanya membuat Devan terdiam. Tapi itu belum tentu bukan. Vanya terobsesi punya pacar dan selalu tak peka atas perhatiannya itu sudah menunjukkan kalau gadis ini tidak menaruh rasa padanya.

"Gak tahu deh, intinya si Endra gak berani ngungkapin perasaanya. "

"Lah.... Gak gentleman dong. Payah banget," Cibirnya yang hal itu membuat Devan melotot protes. Walau itu nama yang ia ambil dari nama panjangnya, Devan tetap merasa kalau Vanya sedang mengatainya.

"Eh kok lo ngatain Endra sih?"

"Ya dia gak gentleman. Emang kenapa? "

"Dia sudah nunjukin seribu perhatian sama tuh Ale tapi Alenya aja yang dasarnya memang gak peka!""

"Dih malah ngatain si Ale,"

"Kalau cowok tuh harus berani tahu. Ale gak akan tahu kalau Endra suka sama dia kalau bukan Endra sendiri yang confess. "

"Tetap si Ale yang gak peka!"

"Kok lo marah sih kalau gue bilang sih Endra yang salah."

"Ya karena Ale yang salah!"

"Endra!"

"Ale!"

"Endra!"

Mereke berdua langsung berbalik saling memunggungi. Vanya yang kesal karena Devan yang bercerita dan dia sendiri yang tidak terima kalau Endra yang salah. Padahal kan Endra memang ngakk gentleman.

Devan komat kamit tidak jelas. Bagaimana ia tidak merasa kalau yang di katakan Vanya itu adalah dirinya. Ya jelas Devan kesal lah.

"Loh-loh kalian kenapa?"

Mereka berdua lantas menatap Vanesa dan Denis yang kini berjalan masuk di dalam kamar Vanya.

"Gak tahu." Jawab Vanya cuek.

"Kok mukanya pada bete. Kenapa sih?"

"Anak Om yang bikin bete."

Vanya melotot tak terima. "Enak aja, enggak ya. Lo tuh yang suka marah gak jelas."

"Lah lo tuh yang suka nyalahin orang," Balas Devan tak terima di katai.

"Dih hahaha dia yang cerita dia yang marah. Aneh banget," Cibir Vanya berhasil membuat Devan bertambah kesal.

"Lo yang aneh!"

"Tuh kan gak terima. Haha aneh."

"Ya gue gak terima lah di katai Aneh. Lo kali yang aneh."

"Lo tuh!"

"Lo!"

"Lo!"

"Lo." "Lo."

"Stop!"

Pekikan dari Vanesa membuat keduanya jadi berhenti berdebat.

"Kalian berdua yang aneh."

"Kalian berdua masak makan malam hari ini. Semua pembantu gak boleh ada yang masak!"

"Ke dapur sekarang!"

"I...iya," Cicit mereka berdua takut dengan tatapan menyeramkan Vanesa termasuk Denis.

"Ma." Vanya memanggil Vanesa di pintu kamarnya.

"Apalagi?!" Tanya Vanesa dengan penekanan.

Vanya tersenyum takut. "Vanya boleh mandi dulu gak?"

"Gak usah. Biarin kamu bau sekalian."

"Tapi Ma," Protesnya keberatan tapi ketika ia mendapatkan tatapan tajam dari Mamanya lagi Vanya lantas berjalan cepat.

"Bagus gak akting Mama?"

"Loh yang tadi akting?"

"Iya dong, supaya mereka berdua bisa bikin kenangan baru. Itung-itung pdkt," Vanesa menaik turunkan alisnya. Dari dulu ia ingin sekali Devan dan Vanya pacaran karena ia sudah sangat mengenali sifat Devan. Walaupun Devan suka marah tapi aslinya dia sangat baik dan perhatian.

"Baru kali ini Papa lihat orang tua yang dukung anaknya banget."

"Iya dong. Devanya lovers nih," Vanesa membanggakan dirinya.

"Iya-iya deh si paling Devanya lovers."

•••

Keduanya selesai memakai celemek. Vanya yang memang sejak awal tidak menyadari Devan yang ada di belakang yang juga memakai celemek mengerutkan alisnya saat melihat Devan yang sudah berdiri di dekatnya dengan tatapan songong.

"Ngapain lo pake celemek?"

"Ya mau masaklah monyet. Kata Mama lo tadi kan kita berdua harus masak makan malam," Devan menekan kata berdua membuat Vanya mendengus.

"Gak usah ikut masak deh loh kingkong. Nanti bikin rusuh aja. Mending gue aja, oke."

"No,no,no. Gue ikutan masak titik."

Devan sudah mengancang-ancang mengerjakan bahan-bahan yang ada di depannya.

Vanya menghela nafas lelah. Acara masak setelah sekian lama di rumahnya sepertinya akan berantakan karena kehadiran kingkong ini.

"Iris bawang yang benar Dev, jangan tebal kayak gitu," Vanya memberitahu Devan yang mana itu membuat Devan kesal.

"Iya-iya."

Vanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Devan. Ia pun melanjutkan pekerjaannya dengan mencuci sayur.

"Hiks..."

Devan menahan tawanya melihat Devan yang matanya menahan perih karena bawang yang ia potong. Devan yang mendengar tawa pelan dari gadis di sampingnya menoleh dengan mata yang menyipit.

"Kurang ajar ya lo ketawain gue."

"Ya habisnya lo lucu sih. Matanya kayak orang cina hahaha," Tawa Vanya pecah. Ia mengambil ponselnya dan memfoto Devan yang berusaha menyembunyikan wajahnya.

"Vanya jangan ih,"

"Lucu tahu," Vanya tertawa lagi melihat hasil jepretannya.

Devan tak berbicara lagi karena kesal dengan apa yang di lakukan Vanya padanya. Ia memotong ayam di hadapannya dengan kesal seperti memotong daging manusia saja.

"Devan jangan di gituin ayamnya,"Vanya merampas pisau yang di pegang Devan kemudian menggeser cowok itu sedikit menjauh.

"Mending lo buat adonan tepungnya aja. Sana nanti gue yang kasi tahu."

Benar-benar gadis yang tidak peka. Ia sedang ngambek woi! Seharusnya Vanya membujuknya dengan memberikan kata-kata manis. Bukan malah menyuruhnya membuat adonan. Dasar monyet memang.

"Tepung sajikunya di tuangin dulu Dev ke dalam wadah."

"Sudah," Devan berbicara dengan tak santai.

"Kasi air secukupnya dan aduk,"

"Air dingin Dev supaya hasilnya lebih bagus."

Devan mencoba untuk bersabar karena baru saja ia ingin menuangkan air biasa ke dalam tepung sajiku itu Vanya malah menghentikannya. Benar-benar perempuan penguji kesabaran. Untung calon istri masa depan. Kalau bukan sudah ia pake kepalanya untuk mengulek cabe.

"Sudah."

Vanya memeriksa sesaat lalu sedikit mencolek bumbu itu dan mencobanya.

"Itukan mentah Vanya," Devan memegang kedua sisi wajah Vanya dan memaksanya memuntahkan apa yang di makan Vanya tadi.

"Muntahin cepat!" Mata Devan melotot memaksa Vanya namun Vanya tetap menutup mulutnya.

"Ih apaansih. Orang cuma di coba."

"Tapi kan--"

"Hust," Vanya menyuruh Devan diam dan hasilnya cowok itu akhirnya bisa diam juga.

"Kita lanjut masak aja. Sekarang kita baluri ayam ini satu persatu terus kita baluri lagi sama terigu kering ini," Vanya melakukan semuanya di lihat langsung oleh Devan.

"Kok cuma diam. Turutin gue dong,"

"Iya-iya."

Devan melakukannya dengan teliti membuat Vanya terkekeh dalam hati melihatnya. Lucu juga saat melihat sahabatnya yang suka marah dan ngambekan masak kayak gini.

Devan yang melihat Vanya tersenyum-senyum menghentikan aktifitasnya. Ide jahil terlintas di kepalanya. Ia mencolek tepung yang kering di hadapannya kemudian mengoleskannya di pipi Vanya.

"Eh," Kagetnya.

"Devan!"

"Hahaha, siapa suruh diam aja."

"Ih, nih rasain nih," Vanya tak mau kalah. Ia juga mengoleskan tepung terigu pada wajah Devan sehingga terjadilah aksi saling mengolesi tepung di antara mereka berdua.

"Sudah-sudah. Capek gue," Devan menghentikan Vanya yang ingin mengolesi wajahnya.

"Kita goreng sekarang, nanti Mama lo datang terus marahin kita lagi."

"Iya benar."

Devan memanasi minyak terlebih dahulu kemudian menggoreng ayamnya.

"Eh," Devan kaget lantaran saat ia membalik ayamnya Vanya langsung lewat dari bawah dan berdiri di hadapannya.

"Kita goreng berdua. "

Devan hanya tersenyum simpul karena walaupun momen mereka berdua penuh drama tapi ujung-ujungnya akan romantis seperti ini.

•••

"Cabe lihat deh anak kita berdua."

Vanesa dan Lena sedang melakukan Video Call. Vanesa dan Denis ada di balik pintu dapur memperlihatkan gambar di mana seorang sahabat sedang memasak.

"Ih romantis banget cabe!" Pekik Lena di sebarang sana.

"Hust, jangan berisik."

"Hehe sorry-sorry. Pengen deh lihat langsung. Kayaknya lucu banget deh."

"Iya lucu banget. Apalagi Vanya yang langsung-langsung berdiri di depan calon mantu. Udu.....romantis banget deh."

"Kayaknya kita harus buat rencana yang lebih bagus deh Cabe," Usul Lena.

"Benar banget, nanti kita telfon nanti malam. Kayaknya mereka berdua sudah selesai masak deh."

"Oke-oke nanti kita lanjut. Dada Ceba!"

"Da!"

Denis yang melihat kelakuan istrinya dan Calon besannya hanya menggelengkan kepalanya. Mereka berdua itu sering menelfon di malam hari hanya untuk mencari cara supaya Devan dan Vanya punya momen yang romantis.

Pernah sekali waktu Denis mendapati istrinya masih saling menelfon di tengah malam hanya karena ingin membahas liburan antara Vanya dan Devan di Australia. Benar-benar Devannya lovers garis keras.

1
Istiy Ana
Perempuan tuh butuh kepastian Dev, lebih baik nyatakan ke Vanya apapun yg terjadi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!