Kita tidak tahu, kapan hujan itu akan datang? Entah, tiba-tiba atau dengan pertanda langit yang gelap disertai suara petir yang menggelegar. Begitu juga dengan rasa cinta, yang hadir tanpa bisa di tebak.
"Dulu, aku membenci hujan karena sudah merenggut seseorang yang aku sayangi. Namun, ketika hujan mempertemukan aku denganmu. Seketika aku selalu merindukan kehadirannya, seperti aku merindukanmu. "
~ *Aishakar Rafka Bagaskara* ~
"Aku sangat menyukai hujan. Terlebih, saat hujan mempertemukan aku dengan dirimu. Aku tak ingin hujan itu berhenti."
~ *Gabriella Anastasya*~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isma ismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalalu
Setelah terasa puas di toko buku Palasari selanjutnya Bagaskara membawa Gabie untuk untuk makan Indomie special di warung Mang Udin.
Warung Mang Udin itu sendiri jaraknya tidak jauh dari markas, lebih tepatnya warung Mang Udin ini berada di dekat SMA Galaksi.
"Mang" Ucap Bagaskara sambil mencium punggung tangan Mang Udin yang sedang duduk didalam warung.
"Aih si kasep bawa awewe. Saha ieu?" Tanya Mang Udin.
"Kenalan dulu atuh mang, sama si geulis."
"Gabie, mang." Ucap Gabie sambil mencium punggung tangan Mang Udin juga.
Warung Mang Udin memang sudah terkenal dikalangan anak remaja daerah bandung, bukan hanya Bagaskara dan kawan-kawannya yang sering nongkrong disana, tapi banyak remaja dari SMA lain yang menjadikan warung Mang Udin sebagai tongkrongan mereka juga.
Gabie sendiri pun sudah tau lama warung Mang Udin itu, apalagi temannya yang bernama Bella sering kesana karena berpacaran bersama salah satu anggota Lavegas yaitu Sagara. Gabie sempat beberapa kali diajak kesana, namun dirinya selalu menolak. Alasannya pun karena takut, pasal yang nongkrong disana kebanyakan anak geng motor termasuk Lavegas.
"Nih minumnya" Ucap Mang Udin sambil memberikan 2 gelas es teh manis.
"Nuhun, mang. Tumben warung sepi banget"
"Pan yang lain mah masih pada sekolah."
Bagaskara menepuk jidatnya dan berkata. "aduh! Pelupa aing mah."
Ketika Bagaskara dan Gabie sedang sibuk dengan es teh manisnya masing-masing, tiba-tiba saja ada segerombolan orang yang ternyata adalah anak Lavegas.
"Aih saha ieu? Meuni geulis euy" Goda Dikta ketika baru memasuki warung Mang Udin.
"Pantes bolos, lagi sama awewe na." Lanjut Agha.
"Maklum hubungan masih anget!" Seru Arjuna.
"Jangan nge goda calon pacar aing atuh!" Protes Bagaskara.
Gabie mendorong pundak Bagaskara.
"Apasih ih aih kamu. Siapa juga yang mau jadi pacar kamu!"
"Maklum nya ini mah belum jinak!" Canda Bagaskara membuat seisi warung tertawa karena candaannya.
...****************...
Bagaskara melajukan motornya di jalan Braga untuk mengantar Gabie pulang. Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang sangat bahagia.
Tak lama rintik hujan turun dan mulai membasahi mereka. Laki-laki itu pun memberhentikan motornya di depan halte buss di daerah Braga, lalu lari kedalam halte itu diikuti dengan Gabie.
Bagaskara hanya diam. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, tidak biasanya dia seperti ini, apa perempuan itu ada salah dengannya? Atau omongannya tadi membuat laki-laki itu tersinggung? Dia kenapa? Gabie tak tinggal diam.
"Kamu teh kenapa, Bagas?" Tanya Gabie.
Bagaskara masih terdiam. Dia tidak menjawab pertanyaan dari perempuan itu.
"Bagas? Aku ada salah ya?" Tanya Gabie lagi.
Bagaskara masih tak menjawab. Setelahnya ia melepas jaketnya yang bertulisan Lavegas itu lalu memakaikan jaketnya kepada Gabie.
Gabie masih heran dengan kelakuan laki-laki itu, pasalnya ia masih tidak bicara sepatah katapun. Saat memakaikan dirinya jaket pun tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Bagaskara.
Ditengah riuhnya hujan dengan keadaan halte bus yang sunyi terdengar suara rintihan dari arah sebelahnya. Ia langsung menoleh, betapa terkejutnya saat melihat sekujur tubuh laki-laki di sebelahnya itu sudah gemetar hebat diiringi dengan suara rintihan yang keluar dari mulutnya.
Gabie benar-benar terkejut saat itu, dia bingung harus apa, pikirannya campur aduk. Sebab ia belum pernah melihat Bagaskara seperti ini, karena di pandangannya Bagaskara adalah laki-laki galak, serem dan nakutin.
Gabie menggoyangkan dua pundak Bagaskara. "Bagas kamu teh kenapa ih, kedinginan?" Ucapnya hendak membuka jaket dari tubuhnya.
"A-a-aku t-t-takut" Ucap Bagaskara dengan gemetar.
Gabie semakin bingung mendengar ucapan laki-laki itu, masa dia takut hujan? Seorang Bagaskara takut hujan? Bagaimana bisa?
Gabie mulai memeluk tubuh Bagaskara yang masih belum berhenti bergetar, dia hanya berharap dengan cara ini bisa membuat Bagaskara lebih tenang.
Pelukan hangat itu perlahan membuat Bagaskara jauh lebih tenang, napasnya yang masih terengah-engah namun tubuhnya sudah tidak gemetar.
Serasa situasi sudah mulai membaik, Gabie berkata. "Kamu teh kalo ada apa-apa cerita aja ke aku,"
"Jadi kamu teh kenapa?" Lanjutnya.
"Aku takut hujan" Sahut Bagaskara ragu.
"Takut? Coba cerita penyebabnya apa"
"Waktu umur aku masih 10 tahun hidup aku teh benar-benar bahagia pisan, tapi gak lama bunda meninggal karena kecelakaan mobil. Waktu itu mobil ayah tergelincir karena suasana hujan yang deras bikin jalan jadi licin. Aku liat bunda bersimbah darah, aku coba buat bangunin tapi bunda ga bangun-bangun. Setelah dibawa kerumah sakit aku baru tau kalo bunda udah gak ada."
"Semenjak kejadian itu aku takut akan hujan, karena tiap aku kena air hujan jadi keinget kejadian itu lagi. Sehabis kepergian bunda hubungan aku sama ayah juga gak baik-baik aja, beberapa bulan kemudian ayah nikah lagi sama istrinya yang sekarang. Aku ngerasa kalo ayah gak sayang bunda karena dapat pengganti bunda secepat itu. Makanya sampai sekarang hubungan aku sama ayah gak pernah akur." Jelasnya dengan lirih, tanpa sadar air mata sudah berjatuhan dari matanya.
Gabie langsung memeluk tubuh laki-laki yang sedang berada dititik lemahnya.
"Kamu tenang aja, da sekarang mah ada aku."
"Aku bakal berusaha buat hidup kamu jadi lebih baik, aku juga bakal bikin kamu jadi gak takut akan hujan lagi. Soal hubungan kamu sama ayah itu harus diomongin baik-baik kalau engga masalahnya gak akan selesai sampai kapanpun."
"Bunda kamu juga gak akan suka kalo liat keadaan kamu yang sekarang, bunda pasti gak suka liat kamu sedih yang berlarut-larut kaya gini, dan hubungan kamu sama ayah jadi dingin," Jelas Gabie yang salah satu tangannya mengelus-elus rambut Bagaskara.
Mereka berdua belum sadar kalau apa yang mereka lakukan itu sudah seperti sepasang kekasih yang sedang bermesraan ditengah riuh nya hujan.
...****************...
Bagaskara pulang dengan perasaan yang jauh lebih lega. Perasaan yang selama ini tidak bisa ia ungkapkan, sekarang sudah ia ungkapkan kepada orang yang tak pernah ada di pikirannya kalau ia akan cerita dengan perempuan itu yaitu Gabie.
"Hampura nya jadi ngerepotin kamu"
"Ulah hampura kitu ah, unek-unek mah harus dikeluarin" Protes Gabie.
"Yaudah, ralat. Nuhun nya udah dengerin cerita aku"
Gabie tersenyum kecil sebagai jawaban.
Bagaskara meninggalkan area rumah Gabie. Sungguh ini hari yang melelahkan, tetapi membuat dirinya sangat bahagia. Mimpi apa dia semalam bisa kenal perempuan seperti Gabie? Cantik, perhatian, lucu, ah tidak bisa dideskripsikan lewat kata-kata karena perempuan itu terlalu sempurna.
...****************...
Bagaimana lanjutan dengan kedekatan
mereka??
Nantikan bab selanjutnya 🥰.
Note:
Kasep : ganteng.
Awewe : perempuan/cewek.
Nuhun : makasih.
Aing : aku.
Maneh : kamu.
Saha : siapa.
ieu : ini.
Meuni : mana.
Geulis : cantik
Atuh : dong
Teh : tuh