ALIYA FAKHIRA seorang gadis berusia 17 tahun, cantik, berkulit putih, hidung lancip, mata bulat, alis hitam pekat, bulu mata lentik, bibir tipis dan periang. Sedikit berisik dan polos. Terlahir dari keluarga kaya raya namun justru itulah masalahnya, gadis itu kesepian.
RADITYA DIMITRI WIRATMADJA, Pemuda berusia 19 tahun, berperawakan tinggi, berkulit putih, alis tebal, bibir tipis, bermata tajam dan rahang yang tegas membuatnya terlihat kharismatik. Putra pertama dari pasangan Alula Mayra Wiratmadja dan Raka Dimitri. Sedikit cuek namun penyayang.
Aliya yang tergila-gila pada Radit kerap melontarkan gombalan-gombalan mautnya, namun justru itulah yang menjadi masalahnya, Radit terganggu dengan keberisikkan dan kehadiran Aliya yang selalu mengikutinya. Hingga Aliya menyerah dan memilih mundur, menjauh agar rasa kecewanya tak semakin dalam. Siapa sangka Radit justru merasa kehilangan dan mulai menyadari perasaannya.
Namun terlalu rumit untuk mereka bersatu, kehadiran gadis lain yang menjadi kekasih Radit membuat Aliya semakin yakin untuk menjauh..
Selamat membaca guys💜💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Alifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERNYATAAN
Setelah perjalanan memakan waktu tiga puluh menit, disinilah mereka sekarang, di sebuah danau dengan pemandangan hamparan rumput hijau dan pepohonan rindang.
"Ngapain kamu bawa aku ke sini?".
Aliya melirik Radit yang sejak sepuluh menit yang lalu mereka tiba, pemuda itu masih saja bungkam.
"Al, apa kamu akan percaya kalo aku bilang.." Radit menjeda ucapannya, menghela nafas dalam sebelum akhirnya kembali berkata. "Aku suka sama kamu".
Aliya terperangah, menoleh pada Radit namun detik kemudian gadis itu tersenyum sinis. "Enggaklah, mana mungkin juga kan?".
"Kenapa gak mungkin?".
"Kamu tuh udah punya pacar kak, lebih cantik dari aku malah. Lagian kamu juga pernah bilang, kamu paling gak suka sama cewe yang berisik dan grusukan kaya aku".
"Jadi kamu gak percaya??"
Aliya menggelengkan kepalanya, "Enggak".
Radit mendekat, meraih tangan lembut Aliya kemudian ia genggam. "Aku cinta sama kamu".
Aliya tertegun, bahagia? Tentu saja ia bahagia, inilah kalimat yang selalu Aliya tunggu dan ingin ia dengar dari Radit, perasaannya terbalas. Tapi akan ada sisi lain yang terluka nantinya, maka keputusan berat pun sepertinya harus ia ambil.
"Al..."
Aliya mendongak, menatap manik tajam Radit yang sialnya meluluhkannya. "Maaf kak tapi.."
"Tapi apa? Kamu masih gak percaya?"
Radit mendekatkan wajahnya, yang mana membuat Aliya memejamkan mata dengan jantung yang berdetak tak karuan. Dadanya berdebar hebat, Aliya mengeratkan tangan Radit yanga masih menggenggamnya saat sentuhan bibir dingin Radit mendarat lembut di bibir mungilnya.
Tak mendapat penolakan dari Aliya membuat naluri Radit menuntunnya untuk berbuat lebih dari sekedar menempelkan bibir saja. Pemuda itu mulai melum** lembut dan menggigit pelan bibir mungil Aliya, hingga gadis itu terbuai dan lupa jika ia harus menolaknya.
Radit menatap lekat manik indah gadis yang di cintainya itu setelah ciuman romantis itu berakhir, kemudian menarik tubuh rampingnya untuk ia dekap. "Love you". Bisiknya.
Aliya memejamkan matanya, meresapi setiap kehangatan dekapan Radit, perlahan ke dua tangannya terangkat untuk membalas pelukan pemuda itu. Dan Radit tersenyum bahagia karenanya.
"Aku gak mau jadi selingkuhan kamu".
Radit tertawa tanpa suara, mengeratkan dekapannya kemudian berkata. "Aku akan beresin semuanya, aku janji".
"Dan sampai waktu itu tiba, aku gak akan terima kamu".
Radit melepas dekapannya, menatap wajah cantik Aliya dengan penuh tanya. "Tapi kalo aku ngapelin kamu boleh kan?".
Aliya menggelengkan kepalanya.
"Kalo peluk?".
Lagi, Aliya menggelengkan kepalanya.
"Cium boleh kan??".
Lagi-lagi Aliya menggelengkan kepalanya.
"Sampai kamu putus sama pacar kamu, kita cuma temen aja".
"Tapi Al, aku pasti gak akan bisa".
"Bisa, dulu aja kamu jijik sama aku".
"Kapan aku jijik sama kamu?". Atas kalimat yang terlontar dari Aliya, Radit pun memprotes sebagai bukti bahwa ia tak pernah merasa jijik pada gadis itu.
"Kamu gak nyadar, sampai kamu bilang aku kaya bocah".
"Maaf, tapi sekarang, aku justru jatuh cinta sama bocah ini". Radit menarik ujung hidung mancung Aliya, yang mana membuat gadis itu mengaduh kemudian memukul tangan Radit yang kembali akan menyerangnya.
"Kenapa bisa gitu? Padahal kamu udah punya pacar?".
"Aku gak sengaja punya pacar".
"Kok bisa? jangan bohong deh!!".
"Waktu itu aku lagi liatin kamu ketawa sama cowok lain, Nadin nembak aku, aku gak fokus bilang iya ke dia, aku gak sengaja".
"Cih, kamu tuh kebiasaan banget bilang gak sengaja. Nyium aku di toilet aja kamu bilang gak sengaja".
"Aku serius, aku emang gak sengaja bilang iya ke dia. Aku sama sekali gak ada perasaan apa-apa sama Nadin."
"Jahat banget sih? Terus kenapa kamu gak ngejelasin ke dia yang sebenernya? Semakin lama kamu membiarkan kesalahfahaman ini berlarut, maka akan semakin terluka juga buat kak Nadin."
"Aku tau, aku emang jahat". Lirihnya, Radit berjalan mendekati danau, duduk di sisiannya dengan beralaskan hamparan rumput hijau, menatap luasnya danau yang menyejukkan matanya. "Aku mau minta maaf dan meluruskan semuanya".
Aliya yang berdiri di belakangnya ikut duduk di sebelahnya, menselonjorkan kakinya dengan tatapan jauh menatap danau. "Aku tunggu". Ungkapnya
Radit tersenyum, meraih kepala gadis cantik di sebelahnya kemudian ia sandarkan di bahunya, "Harus, kamu harus nunggu aku."
Tanpa sadar Aliya mengangguk, merasakan kenyamanan bahu Radit yang baru kali ini ia rasakan. Rasanya bagai mimpi, mimpi indah yang selama ini selalu Aliya idamkan di setiap malamnya, kini gadis itu merasakannya.
