"Tolong, lepaskan aku Anthonio. Kau tak seharusnya ada disini." Maria Ozawa
"Tidak, sampai kapanpun aku tak akan melepaskan mu. Aku tak akan membiarkan mu terluka lagi, Maria." Anthonio Vanders
"Apa yang mereka lakukan di dalam sana?" Marimar Ozawa
Tujuh tahun lamanya menikah, namun tak membuat hati Anthonio tergerak sama sekali. Bahkan hanya sekedar membuka hati pun, tak dapat lelaki itu lakukan. Hatinya benar-benar membeku, menciptakan sikap dinginnya yang kian meledak. Sementara Marimar yang sangat mencintai suaminya, Anthonio. Merasa lelah tatkala mendengar sebuah fakta yang begitu menusuk hatinya.
Lantas, fakta seperti apakah yang membuat sikap Marimar berubah tak hangat seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tahu Keinginanmu
Pagi ini Anthonio hampir saja terlambat pergi ke kantor karena Marimar tidak lagi membangunkannya. Beruntung lelaki itu memasang alarm di ponselnya sehingga dia dapat bangun tepat waktu. Apalagi hari ini ada meeting penting dengan klien untuk membahas kerja sama dalam pembangunan proyek baru.
Secepat kilat Anthonio bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah beberapa menit kemudian, Anthonio pun keluar dan mendapati ranjang yang kosong.
"Marimar, dimana bajuku? Aku harus segera pergi ke kantor, ada meeting pagi ini." Ucapnya tanpa sadar yang dia kira bahwa Marimar lupa akan tugasnya sebagai istri menyiapkan keperluannya.
DEG!
"Ya Tuhan, kenapa aku bisa lupa kalau dia tidak ada disini?" Anthonio meraup kasar wajahnya.
Seketika dia sadar bila sang istri tidak lagi berada di kamar dengannya. Lelaki itu berjalan menuju ranjang yang biasanya sudah penuh dengan berbagai keperluannya. Detik itu juga Anthonio teringat dengan Marimar yang setiap harinya selalu menyiapkan keperluannya.
Dimana baju kantor telah siap di atas ranjang dengan sebuah dasi yang berwarna senada dengan kemeja yang akan dia pakai, sepatu yang sudah mengkilap siap untuk dipakai, tas kerja yang selalu Marimar bawakan, serta sarapan pagi hasil masakannya sudah siap di atas meja menunggunya. Kemudian Marimar sendiri yang mengantarkannya berangkat kerja. Dan nanti siangnya pun Marimar membawakan hasil masakannya ke kantor agar Anthonio bisa menikmati masakan yang dia buat sepenuh hati.
Dulu, hal seperti itu sama sekali tak berarti oleh Anthonio. Tapi sekarang, entah kenapa tiba-tiba dia merasa kehilangan semua itu. Terasa hampa seolah ada yang hilang dari hidupnya, melihat Marimar yang bersikap dingin padanya. Tentu saja hal itu cukup mengganggu pikiran Anthonio melihat perubahan sang istri.
Anthonio menghela napas beratnya sebelum akhirnya dia pun memakai baju kerja yang dia ambil di lemari. Merasakan kesusahan mencari dasi yang senada dengan warna kemejanya. Sungguh hal sederhana itu telah membuat Anthonio merasa kebingungan saat melakukannya. Coba saja sikapnya tak dingin dan hatinya bisa menerima Marimar, pasti dia tidak akan merasa kesusahan seperti ini.
Setelah selesai mencari keperluannya pagi ini, Anthonio segera turun ke ruang makan. Untuk sekian kalinya lelaki itu dibuat terkejut oleh Marimar yang ternyata sudah berada di ruang makan sedang menikmati sarapannya. Selain itu ada hal lain yang menarik perhatiannya, tampak Marimar yang berpakaian rapi seperti kemarin. Tapi, apa itu artinya dia akan pergi lagi dan tidak mengantarkannya ke kantor?
Pertanyaan seperti itulah yang ada dalam benaknya. Terbiasa dengan Marimar yang setiap waktu selalu menempel dengannya membuat Anthonio risau. Lelaki itu merasakan perubahan sang istri yang cukup drastis, tapi tidak tahu dengan penyebabnya.
"Marimar, apa kau mau mengantarku ke kantor?" Akhirnya kalimat itu lolos juga dari bibirnya setelah lama berkecamuk dengan segala pikirannya.
"Tidak!" jawab Marimar tanpa menoleh. Wanita cantik itu masih sibuk menikmati sarapannya.
"Kenapa?" Anthonio berkerut alis menatap Marimar yang masih mengacuhkannya.
"Aku sibuk. Ada hal penting yang harus aku urus."
"Kau mau pergi lagi?" tanya Anthonio dengan rasa penasaran yang membuncah.
"Hem." Kali ini Marimar hanya menjawabnya dengan deheman saja membuat Anthonio menatap tajam Marimar. Terlebih wanita cantik itu masih fokus dengan sarapan dan ponselnya.
Anthonio merasa gemas sendiri dengan sikap Marimar yang dua hari ini tampak acuh padanya. Sungguh Anthonio terlihat begitu konyol yang tak menyukai perubahan sikap Marimar menjadi dingin. Tapi, bukannya hal seperti itu yang Anthonio inginkan? Bosan dengan sikap manja dan kekanakan Marimar beberapa tahun ini.
Dan sekarang kenapa dia begitu terusik dengan perubahan sikap wanita yang selama ini dia sakiti. Mengapa? Apa dia mulai memiliki perasaan pada Marimar atau hanya sekedar terbiasa dengan segala sesuatu yang Marimar siapkan untuknya.
"Pergi kemana?" tanya Anthonio lagi yang tak bisa menahan rasa penasaran yang ada di benaknya.
"Apa pedulimu? Biasanya juga kau tak pernah peduli dengan apa yang ku lakukan selama ini. Kau hanya sibuk dan lebih mementingkan pekerjaan mu di kantor," sahut Marimar yang sukses menohok hati Anthonio.
Pasalnya setiap kali Marimar meminta ijin untuk keluar dengan teman-temannya, pasti lelaki itu tidak ambil pusing dan tidak mau ingin tahu segala urusan Marimar di luar. Selama tidak membuat kekacauan dan membuat nama baiknya tercemar, Anthonio tidak akan mempermasalahkannya.
"Aku ini suamimu. Jadi, aku berhak tahu kemana kau pergi," balas Anthonio yang tidak terima dengan jawaban istrinya.
Marimar terkekeh mendengar ucapan suaminya barusan. Dia menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan jawaban suaminya itu. Seolah Anthonio telah menjadi sosok suami yang sebenarnya, padahal faktanya tidak lah seperti itu.
"Apa? Suami?" tanya Marimar setelah berhenti terkekeh.
"Dengar Anthonio benar kita sudah menikah. Tapi apa pernah kau melakukan tugasmu sebagai seorang suami selama tujuh tahun ini? Dan apa pernah kau bersikap manis padaku, perhatian atau pun merasa khawatir saat terjadi sesuatu padaku? Tidak, bukan? Kau sama sekali tidak pernah melakukan semua itu bahkan kau selalu bersikap acuh padaku. Sedikitpun kau tak pernah melihatku, apa yang ku lakukan tidak lah penting untukmu."
"Aku tahu kau sangat membenciku, aku sadar bahwa aku bukanlah prioritasmu. Dan aku tahu betul apa keinginanmu sejak dulu." Marimar tersenyum miring menatap nyalang Anthonio seolah tidak ada rasa takut yang menggelayuti hati wanita itu.
"Memangnya kau tahu apa dengan keinginanku, hah? Kau sama sekali tidak tahu apapun mengenai isi hatiku."
Maria tersenyum menatap wajah lelaki di hadapannya, menelisik seluruh wajah yang selama ini dia cintai. Sungguh Marimar begitu bodoh dengan segala sandiwara yang telah Anthonio buat bersama Mommy dan adiknya. Tidak menyangka bahwa dia ternyata salah mencintai seseorang yang sama sekali tidak memiliki perasaan padanya.
Hanya dia lah yang berjuang seorang diri dan cinta sepihak. Tidak ada ungkapan cinta yang dia dengar dari bibir Anthonio, mestinya dia sadar akan hal itu. Tapi, justru Marimar menganggap bahwa Anthonio tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan rasa cinta kepadanya.
"Aku sudah mengetahui semuanya, Anthonio. Meskipun itu terlambat, tapi tidak ada salahnya untukku mengembalikan sesuatu pada tempatnya. Dan aku akan mewujudkannya sebagai hadiah terindah tepat di hari ulang tahunmu nanti. Jadi, bersabarlah Anthonio."
Setelah mengatakan hal itu, Marimar segera beranjak dari tempatnya dengan menampilkan sebuah lengkungan indah. Kemudian berjalan menuju pintu utama meninggalkan Anthonio yang terdiam mematung. Terlihat jelas ekspresi wanita itu yang terlihat tenang, namun menyiratkan tanda tanya besar bagi Anthonio.
"Hadiah? Apa maksud dari wanita itu? Kenapa seolah-olah dia tahu betul apa yang ku inginkan."
"Tidak! Itu tidak mungkin, Marimar tidak mungkin mengetahuinya."
.
.
.
🥕Bersambung🥕
kenapa dengan Antonio bukanya kemarin mau mengatakan semua rasa di hati ko jadi belok