Galih adalah seorang lelaki Penghibur yang menjadi simpanan para Tante-tante kaya. Dia tidak pernah percaya Cinta hingga akhir dia bertemu Lauren yang perlahan mulai membangkitkan gairah cinta dalam hatinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAAB 13
BRAAAAK!
Lemari kecil itu hancur ditendang keras. Galih mengamuk. Matanya merah, napasnya memburu, wajahnya basah oleh air mata dan keringat. Satu demi satu, benda-benda di kamarnya dilempar, dijatuhkan, dihancurkan—bantal, bingkai foto, kursi, bahkan laptop yang biasa ia pakai mengerjakan tugas kuliah kini remuk di lantai.
“KENAPA… KENAPA SELALU GUE YANG DIHANCURIN?!”
Teriaknya memecah malam yang sepi. Suaranya menggema di dinding kamar sempit itu. Tubuhnya ambruk di pojok ruangan, punggungnya bersandar pada dinding, ia menangis keras—tanpa malu, tanpa menahan.
Tangis seorang lelaki yang patah.
Galih menatap tangannya yang berdarah karena menghantam kaca tadi. Tapi rasa perih itu tak sebanding dengan luka yang menyesakkan dadanya. Rasa bahagia yang baru saja ia nikmati bersama Lauren… kini hancur dalam sekejap. Dalam satu malam, dunia kembali menjatuhkannya ke jurang paling gelap—dan kali ini, rasanya lebih menyakitkan dari semua luka yang pernah ia tanggung sebelumnya.
“Gue cuma pengen bahagia… Cuma itu... Salah, ya?” gumamnya, hampir tak terdengar.
---
Di sisi lain, di sebuah kamar megah di rumah keluarga Handoko…
Lauren meringkuk di atas ranjangnya. Selimut menutupi tubuhnya, tapi tak bisa melindunginya dari dinginnya kenyataan. Air mata mengalir terus dari matanya yang sembab.
Ibunya tak menjelaskan apa pun. Hanya mengatakan bahwa Galih tidak baik. Dia bertanya-tanya apa yang sebenarnya ibunya sembunyikan. Darimana ibunya mengenal Galih. Dan kenapa ibunya sangat melarangnya dekat dengan Galih.
“Kenapa, Mah… Apa salah Galih?, Kenapa mamah terlihat begitu tidak suka dengan Galih” bisiknya pelan.
Di meja belajar, handphonenya menyala. Beberapa pesan dari Galih yang dulu memenuhi notifikasinya, kini hanya sunyi. Tak ada pesan. Tak ada suara. Tak ada penjelasan.
“Galih… kamu kenapa gak ngomong apa-apa tadi… Kenapa kamu pergi begitu aja…” isaknya.
Lauren menutup wajahnya dengan bantal, menahan suara tangis agar tak terdengar oleh siapa pun.
Dan malam itu, di dua tempat yang berbeda, dua hati yang saling mencintai… patah dalam kesunyian yang sama.
---
Beberapa hari berlalu sejak pertemuan yang mengoyak segalanya. Galih menjalani harinya dalam diam. Tak ada kabar dari Lauren. Tak ada semangat di matanya. Hanya kekosongan yang menggantung di hatinya. Hari-harinya tak lagi cerah, Kali ini setiap hari terasa begitu kelabu.
Sampai akhirnya, sebuah pesan masuk.
Tante Liana: “Galih, Kita harus bertemu. Ada hal penting yang harus kita bicarakan. Tante tunggu kamu di kafe biasa kita ketemu…”
---
Di sebuah kafe yang tenang di sudut kota, hujan kembali turun perlahan. Galih datang dengan wajah dingin, membawa tubuh yang tampak lelah dan hati yang terasa hampa. Di meja pojok, Tante Liana sudah menunggunya, mengenakan setelan mewah berwarna gelap—matanya menyiratkan kecemasan yang dalam.
Galih duduk tanpa menyapa.
“Kamu kelihatan lebih kurus,” ujar Tante Liana pelan, mencoba mencairkan suasana.
Galih tidak menjawab.
“Tante ingin bicara soal Lauren,” sambungnya.
Galih menatapnya dengan tatapan serius, namun masih saja diam.
“Tante minta kamu jauhi Lauren …”
Galih menghela napas. Tatapannya kosong.
“Tanpa Tante minta pun, aku udah mutusin buat pergi dari hidup Lauren,” ujarnya pelan. “Aku memang nggak pantas untuk Lauren dia gadis yang baik… dan setelah semua ini, aku makin yakin untuk pergi dari hidupnya.”
Tante Liana memegang tangan Galih, jemarinya gemetar.
“Galih… Tante ga bisa bohongi perasaan Tante, Tante cinta sama kamu. Lebih dari yang kamu bayangin. Tante ngak mungkin sanggup lihat kamu dengan wanita lain… apalagi dengan anakku sendiri.”
Galih menatap tangan itu, lalu menghempaskannya perlahan.
Dia berdiri.
“Aku nggak bisa lagi nerima job dari Tante,” ucap Galih tegas. “Mulai malam ini, semua ini selesai. Aku nggak mau menyakiti hati Lauren dengan tidur dengan ibu dari perempuan yang aku cintai.”
Tante Liana tertegun. Matanya berkaca-kaca.
“Galih…”
“Makasih buat semuanya, Tante. Tapi cukup. Semuanya berakhir disini, Aku harap kita tidak akan bertemu lagi” Galih berbalik, melangkah keluar dari kafe, meninggalkan jejak basah di lantai dan hati yang tak bisa ia bawa pulang.
Di belakangnya, Tante Liana hanya bisa menunduk. Ditinggalkan oleh pria yang diam-diam sudah menjadi pusat kebagian dunia kecilnya. Kini, dia harus menanggung semuanya—sendiri.