Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bohong 1
Hari-hari berlalu dengan rutinitas seperti biasanya. Maryam memastikan semua hal tentang suaminya selesai ditunaikan. Ibra pun berangkat ke kantor dengan seulas senyum dan satu kecupan di daratkannya di kening Maryam yang mengantarnya sampai teras. Setelahnya Maryam sendiri akan bersiap untuk pergi bekerja.
"Hari ini aku pulang cepat, nanti sore aku jemput kamu." ucap Ibra sebelum memasuki mobilnya dan melaju diiringi lambaian tangan Maryam.
Begitulah hari-hari yang dijalani sepasang suami istri karena perjodohan itu. Sejauh ini semuanya berjalan baik-baik saja, kekhawatiran Maryam tentang Ibra dengan wanita masa lalunya kian menipis karena perlakuan suaminya itu yang semakin baik akhir-akhir ini.
Apalagi melihat sikap Ibra yang terlihat menjaga jarak dengan Tasya saat mereka bersama pun membuat Maryam sedikit optimis dengan kelanjutan pernikahannya.
Bahkan dalam dua minggu ini hampir setiap malam Ibra meminta haknya. Sempat terbersit di pikiran Maryam untuk berhenti meminum pil kontrasepsi. Tanpa sepengetahuan suaminya selama ini dia meminumnya. Hal itu Maryam lakukan semata-mata untuk melindungi dirinya.
Jika nanti harinya tiba dia harus berpisah dengan Ibra, dia berharap tidak ada hal yang akan menghubungkan dirinya lagi dengan laki-laki itu, namun jika dirinya mengandung dan melahirkan anak mereka, bisa jadi seumur hidup Maryam akan terhubung dengan laki-laki itu walau mereka sudah bercerai.
"Yaa Allah, mohon petunjuk-Mu. Benarkan suami hamba sudah memantapkan hatinya untuk mempertahankan pernikahan ini?" salah satu untaian do'a yang Maryam munajatkan di penghujung sujud malamnya.
Baginya tidak sulit untuk jatuh cinta pada Ibra, selama hidup bersama laki-laki itu bisa dikatakan laki-laki yang baik, walau pun sikapnya dingin dan irit bicara namun Maryam tahu jika Ibra adalah laki-laki yang hangat dan perhatian.
Ting
Pesan masuk di ponsel Maryam mengalihkan lamunannya, saat ini dia tengah menunggu motor online yang sudah dipesannya melalui aplikasi. Sampai saat ini Maryam masih menggunakan transportasi umum untuk pergi dan pulang bekerja.
Anisa sang sahabat pernah menawari Maryam untuk memakai motornya tetapi Maryam menolak dengan alasan lebih nyaman pulang dengan ojek online
"Mar, hari ini ada barang baru yang datang, langsung kamu yang live in ya."
"Siap." jawab Maryam singkat, biasanya dia hanya live sekitar satu sampai dua jam, itu pun fleksibel waktunya seiring luangnya waktu Maryam yang juga sibuk menerima pesanan catering atau kue. Selain itu dia juga kini tengah sibuk dengan persiapan stok gamis dan mukena brand Maryam menjelang bulan Ramadan.
Tetapi kalau ada barang baru yang datang ke store sahabatnya tugasnya lah untuk mempromosikan karena memang penontonnya yang selalu banyak.
"Huft" Maryam menghembuskan nafasnya kasar. Hari ini akan sangat menguras energi.
"Maryaaaaammm, kereeeeeen." Teriak Anisa usai sahabatnya itu closing live nya.
"Makasih makasih makasih ya ..."Anisa memburunya dan langsung memeluk Maryam sambil mengucapkan terima kasih berulang-ulang.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Maryam heran, dia masih belum mengerti mengapa sahabatnya itu tiba-tiba memeluknya.
"Lihat!" seru Anisa, dia meminta laptop dari salah satu karyawannya.
"Hari ini untuk pertama kalinya barang-barang jualan kita ludes dan berubah jadi cuan dalam waktu dua jam saja." Anisa menunjukan data penjualan livenya hari ini, dia sangat bersyukur kehadiran Maryam dan bergabung menjadi rekan kerjanya sangat membawa berkah dalam usahanya.
"Alhamdulillah, syukur deh."
"Iya Alhamdulillah, dan lihat ini." Anisa menunjukan lagi data pesanan para pelanggannya.
"Sudah ada dua puluh ribu picis lebih pre order mukena brand Maryam.." Pekiknya lagi dengan antusias.
"Alhamdulillah, kalau begitu kita harus pastikan produksi lancar dan tetap mempertahankan kualitas."
"Iya dan sepertinya kita harus segera membeli stok bahan baru sebelum Ramadan ini, Mar."
"Oke, besok aku akan cek ke bagian produksi, kita lihat progresnya. Ini di luar prediksi, jadi harus kita pikirkan matang-matang."
"Siap Bu Manajer, aku ikuti semua arahanmu."
"Baguslah bu Direktur."
"Hahahaha ..." candaan keduanya diakhiri tawa bersama, para karyawan sampai geleng-geleng kepala melihat keabsurd an mereka. Biasanya direktur yang akan memerintah manajer, tapi ini malah sebaliknya.
"Punten Teh mengganggu."
Saat kedua sahabat itu tengah menikmati baso yang dibeli dari pedagang yang lewat di depan ruko, seorang karyawan datang menyapa.
"Ada apa, Mi?"
"Ini tentang Maya Teh, dia ternyata dibawa ke rumah sakit. Katanya asam lambungnya semakin parah."
"Innalillahi, jadi sekarang dirawat di rumah sakit? Rumah sakit mana?" Maryam turut panik, Maya adalah partner live nya berjualan, sudah dua hari gadis itu absen karena sakit dan ternyata semakin parah.
"Di RS Harapan Kita, Teh." Jawab Ami,
"Kita jenguk Maya sekarang Mar?" Anisa melihat jam di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukan pukul empat sore.
"Eummh ...bentar." Maryam tampak berpikir dia tidak langsung mengiyakan ajakan sahabatnya.
Diraihnya ponsel yang ada di atas meja, dia mengecek aplikasi pesan masuk, barangkali ada kabar dari suaminya yang katanya sore ini akan menjemput.
"Sebentar ya." Maryam mengetik pesan di ruang chat suaminya, bertanya apakah jadi atau tidaknya dia menjemput.
"Assalamu'alaikum Akang, maaf mengganggu. Mau tanya, jadi gak jemput aku?" klik, pesan terkirim dan langsung bercentang dua warna abu.
"Kamu nge chat siapa?" tanya Anisa, dia menyeruput es jeruknya setelah semangkuk bakso tandas.
"Kang Ibra."
Ting
Maryam buru-buru membuka aplikasi pesan di ponselnya, dan benar saja itu adalah balasan pesan dari suaminya.
"Wa'alaikumsalam. Maaf aku lupa mengabari, hari ini aku ada pekerjaan mendadak, jadi maaf tidak bisa jemput kamu."
Ekspresi wajah Maryam seketika meredup setelah selesai membaca pesan balasan Ibra, rasa kecewa seketika menyeruak dalam dadanya.
"Mungkin aku terlalu berharap, jadi rasanya kecewa gini." batin Maryam.
"Gimana?" suara Anisa membuyarkan lamunan Maryam.
"Hayu, kita jenguk Maya." wajahnya seketika berubah, kembali ceria. Dia tidak ingin menunjukan keadaan hatinya pada siapapun.
Kedua sahabat itu berangkat dengan mengendarai motor milik Anisa, Maryam yang mengendarai. Sementara di belakang mereka tampak tiga motor mengikuti, mereka adalah karyawan Anisa, teman-temannya Maya yang juga akan menjenguk.
Sore hari di jalanan Bandung tak bisa lepas dari yang namanya kemacetan. Hampir satu jam rombongan Maryam tiba di rumah sakit swasta Harapan Kita.
Setelah memarkirkan motor, mereka berdelapan menuju lift menuju lantai tiga tempat kamar rawat Maya berada.
"Sudah setengah enam, Maya kami pamit ya. Semangat buat sembuh ya, kita semua menunggu Maya sehat lagi biar bisa ngumpul lagi." Anisa mengakhiri sesi menjenguk mereka, secara bergiliran mereka pamit, karena hanya dua orang; dua orang yang diperbolehkan masuk ke kamar rawat, dan terakhir giliran Maryam dan Anisa yang masuk sekalian pamit.
"Terima kasih ya Teh Nisa, Teh Maryam."
"Sama-sama."
Mereka kembali menaiki lift saat pulang. Ami salah pijit tombol bukannya ke basement, mereka malah sampai di lantai satu, lobby rumah sakit itu.
"Ya udah kita keluar di sini aja, nanti jalan ke parkiran." Ajak Maryam setelah sempat terjadi kegaduhan kecil di antara teman-temannya.
Maryam dan Anisa keluar paling akhir dari lift, di saat bersamaan Maryam melihat seseorang yang tidak asing tengah menunggu di sudut lobby rumah sakit itu.
"Tasya." gumamnya, langkah Maryam melambat, dia penasaran sedang apa salah satu sahabat suaminya itu. Ya, selama dua minggu merasakan perubahan sikap Ibra dia menyugesti dirinya perihal hubungan Tasya dan Ibra yang hanya sebatas teman, tidak lebih.
Deg ...
Langkah Maryam seketika terhenti saat dia melihat sosok yang menghampiri Tasya.
"Kang Ibra." gumamnya, tidak percaya.
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪