Ia adalah Echo bernama Jae, idol pria berwajah mirip dengan jake Enhypen. Leni terlempar kedua itu dan mencari jalan untuk pulang. Namun jika ia pulang ia tak akan bertemu si Echo dingin yang telah berhasil membuat ia jatuh cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Strategi Orbit dan Kecemburuan di Balik Echo
Leni menghabiskan dua hari berikutnya dengan tenggelam dalam jadwal Jae dan rencana resonansi. Ia menata semua agenda Jae dengan rapi, memastikan waktu istirahat cukup dan menyisakan jam kosong untuk investigasi diam-diam.
Di apartemen kosong itu, Leni menempelkan peta Seoul di dinding. Di sana ia menandai kantor agensi Jae, gedung J-Cosmetic, dan—yang terpenting—gedung agensi Jake Shim, tempat yang ia tahu hampir tidak mungkin ditembus.
“Konser final di Seoul itu target kita. Dua bulan lagi,” jelas Leni saat Jae duduk di sofa sambil menghafal naskah. “Sampai saat itu, kita harus cari cara agar bisa berada di dekatnya tanpa melanggar aturan emas.”
Jae mendesah. “Aku sudah bilang, jangan dekat-dekat dia. Berbahaya untuk Garis Batas.”
“Aku tahu. Tapi kita butuh data.” Leni memutar layar laptopnya. “Untuk memastikan Resonansi Puncak terjadi, kita harus tahu kondisi emosinya. Apakah dia stres? Bahagia? Tertekan? Semua itu memengaruhi resonansi. Aku butuh lebih dari jadwal—aku butuh melihatnya.”
“Lalu kau mau apa? Menyelinap ke asrama sambil nyamar jadi kurir ayam goreng?” sindir Jae.
Leni tersenyum kecil. “Tidak perlu menyelinap. Kita punya nama besar Kim Leni.”
Ia menjelaskan rencananya: J-Cosmetic adalah perusahaan kosmetik besar. Hampir semua idol K-pop memakai produk dan butuh sponsor. Leni berniat menggunakan pengaruh Kim Leni untuk menawarkan kontrak sponsorship eksklusif ke agensi ENHYPEN.
“Dengan begitu, aku bisa masuk ke gedung mereka dengan alasan resmi. Rapat, diskusi, pertemuan. Aku bisa mengumpulkan data tanpa melanggar apa pun.”
Jae terdiam lama, lalu mengusap wajahnya. “Itu… jenius. Kau pakai identitas Kim Leni sebagai senjata mata-mata.”
“Aku pakai apa pun yang bisa membantu aku pulang.”
......................
Namun Jae tidak sepenuhnya nyaman dengan rencana itu.
Suatu malam, saat Leni menonton video behind the scene ENHYPEN untuk menganalisis ekspresi Jake, Jae masuk ke ruangan dan langsung menghentikan videonya.
“Kenapa kau terus melihat dia?” tanya Jae, nadanya lebih tajam dari biasanya.
Leni menatapnya, bingung. “Aku bekerja. Aku harus mempelajari bahasa tubuhnya. Itu penting untuk resonansi.”
Jae meraih headset di meja. “Kau menghabiskan waktu lebih banyak melihat senyumnya daripada mengatur jadwalku.”
“Itu bagian dari rencana!”
“Tidak sepenting menjauhkan dirimu dari energi yang salah,” balas Jae. Tatapannya dingin, tapi ada sesuatu yang tertahan di dalamnya. “Aku melarangmu mendekati Jake bukan hanya karena risiko dimensi. Tetapi karena…”
Ia berhenti, seperti sedang menelan sesuatu yang pahit.
“Karena apa? Karena aku fan?”
Jae mengalihkan pandangan. “Karena dia versi mudah dari diriku.”
Leni terdiam.
“Aku berjuang dari nol. Aku berdarah-darah di industri ini. Jake—dia idolamu, versiku yang lebih sempurna. Kau melihatnya dengan kekaguman yang tidak akan pernah kau berikan padaku.” Kata-katanya keluar lebih cepat, seperti pecahan emosi yang sudah lama tersimpan. “Kau terus mencarinya, seolah aku ini cuma alat untuk kembali ke duniamu.”
Ucapan itu membuat Leni terdiam. Jae, yang selalu tampak tenang, ternyata juga punya sisi rapuh. Ia cemburu pada dirinya sendiri di dimensi lain.
“Jae-ssi,” ucap Leni lirih. “Jake idolaku, benar. Tapi hanya kau yang tahu aku sebenarnya siapa, dan hanya kau yang bisa membantuku pulang. Aku tidak melihatmu sebagai alat. Kau adalah kuncinya.”
......................
Keesokan harinya, setelah suasana mereda, Leni mengirim email resmi dengan identitas Kim Leni menggunakan letterhead J-Cosmetic. Isinya tawaran sponsorship bernilai fantastis untuk agensi ENHYPEN.
Balasannya datang cepat—lebih cepat dari yang ia harapkan.
Pihak agensi setuju bertemu langsung dengan Kim Leni minggu depan.
“Ini kesempatan kita. Minggu depan aku bisa masuk ke gedung mereka,” kata Leni sambil menunjukkan jadwal di layar.
Jae menatap jadwal itu dengan wajah sulit dibaca. “Baik. Tapi ingat, saat kau di sana, kau bukan Leni. Kau Kim Leni—dingin, profesional, dan sedikit… berbahaya. Jangan lihat Jake terlalu lama. Jangan bicara dengannya. Jangan sampai resonansi kacau.”
Leni mengangguk. Jantungnya berdetak lebih cepat saat memikirkan dirinya bertemu idolanya dari jarak sedekat itu—meski ia tahu ia harus pura-pura tidak peduli.
“Baiklah,” ucapnya sambil menarik napas panjang. “Saatnya belajar bagaimana tersenyum seperti CEO. Kita lihat apakah skill kasirku cukup untuk negosiasi miliaran won.”
...****************...