Di kota megah Aurelia City, cinta dan kebencian berjalan beriringan di balik kaca gedung tinggi dan cahaya malam yang tak pernah padam.
Lina Anastasya, gadis sederhana yang keras kepala dan penuh tekad, hanya ingin bertahan hidup di dunia kerja yang kejam. Namun, takdir mempertemukannya dengan pria paling ditakuti di dunia bisnis Ethan Arsenio, CEO muda yang dingin, perfeksionis, dan berhati beku.
Pertemuan mereka dimulai dengan kesalahpahaman konyol, berlanjut dengan kontrak kerja yang nyaris seperti hukuman. Tapi di balik tatapan tajam Ethan, tersembunyi luka masa lalu yang dalam… luka yang secara tak terduga berhubungan dengan masa lalu keluarga Lina sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 12
Lina tidak tidur nyenyak malam itu. Pujian Ethan Arsenio "Kerja bagus" terus terngiang di telinganya, membuatnya gelisah.
Apakah itu jebakan? Apakah dia akan datang pagi ini dan menemukan pria itu kembali menjadi monster yang lebih kejam, menyesal telah menunjukkan seperseribu detik sisi manusianya?
Ketika Lina tiba di lantai 50, suasana terasa... normal.
Ethan sudah berada di mejanya, fokus pada layarnya, seolah percakapan semalam tidak pernah terjadi. Tidak ada "selamat pagi". Tidak ada pengakuan.
Lina menghela napas lega. Normal itu bagus. Normal itu aman.
Ia duduk di stasiun komandonya yang baru dan langsung tenggelam dalam pekerjaan. Ritme baru mereka telah terbentuk. Email berbalas email. Tugas analisis cepat. Panggilan telepon singkat dan lugas.
Selama beberapa jam, mereka bekerja dalam keheningan yang sinkron. Dua mesin yang bekerja dalam harmoni yang dingin.
Sekitar pukul 10.00, teleponnya berdering. Itu Elena.
"Pagi, Penjinak Singa," bisik Elena ceria. "Aku dengar dari bagian IT kau sekarang punya stasiun komando sendiri. Selamat datang di liga utama."
"Ini lebih terasa seperti kamp pelatihan militer," balas Lina pelan, matanya mengawasi bosnya di seberang ruangan.
"Bagus. Berarti kau akan selamat," tawa Elena. "Ngomong-ngomong, cepat periksa emailmu. Aku baru saja meneruskan undangan charity gala super membosankan dari 'Wanita Hebat Aurelia'. Ethan harus hadir, tapi dia benci acara itu. Dia pasti akan memintamu mencari cara agar dia bisa kabur. Tugas pertamamu sebagai tameng manusia."
"Elena, aku bukan..."
"Oh, kau sudah jadi, Sayang. Selamat!"
Klik.
Benar saja, lima menit kemudian, email dari Ethan masuk.
Subjek: Gala - Wanita Hebat Aurelia Isi Cari cara agar aku tidak perlu datang. Jika tidak bisa, cari cara agar aku hanya perlu di sana 10 menit. Aku tidak mau bicara dengan Nyonya Prawira.
Lina menahan senyum. Jadi, ini adalah kelemahan sang Raja Iblis: pesta dan basa-basi. Lina mulai menyusun strategi, mencari celah di jadwal sang CEO.
Pukul 12.30, Lina mulai merasa gelisah. Perutnya mulai memberi peringatan dini. Dia melirik ke seberang. Ethan tampak tenggelam dalam conference call.
Lina memutuskan untuk mengambil inisiatif. Dia tidak akan membuat keributan dengan perutnya hari ini. Dia akan menyelinap keluar, membeli sandwich-nya sendiri, dan kembali sebelum bosnya menyadarinya.
Dia baru saja akan berdiri ketika telepon di mejanya berdering suara bip yang tajam dan familiar. Panggilan internal dari meja Ethan.
Lina mengangkatnya. "Ya, Tuan?"
"Ke sini." Klik.
Lina berjalan menghampiri meja mahoni itu. Ethan sedang mengakhiri panggilannya. Dia menutup laptopnya dan berdiri, mengenakan jasnya.
"Aku ada rapat makan siang di luar," katanya, suaranya datar. "Batalkan semua jadwalku dari jam dua sampai jam empat. Aku mau fokus pada draf anggaran setelah aku kembali."
"Baik, Tuan Arsenio," catat Lina di buku catatannya.
Ethan mengambil dompet dan ponselnya. Dia berhenti sejenak, menatap Lina.
"Dan, Anastasya."
"Ya, Tuan?"
Ethan merogoh dompetnya. Tapi dia tidak mengeluarkan uang tunai. Dia mengeluarkan sebuah kartu hitam tipis kartu kredit perusahaan platinum dengan emboss nama "E. ARSENIO" di atasnya.
Dia melemparkan kartu itu ke atas meja di antara mereka. Kartu itu mendarat dengan suara klak pelan di atas kayu.
Lina menatap kartu itu, lalu menatap Ethan. Bingung.
"...Tuan?"
Ethan menatapnya dengan ekspresi tidak sabar, seolah sedang berbicara dengan anak kecil.
"Perutmu yang berbunyi. Kemarin. Dan hari sebelumnya. Itu mengganggu," katanya blak-blakan.
Wajah Lina memerah.
"Kau sekarang adalah asistenku," lanjut Ethan, nadanya sedingin es. "Kau tidak berguna bagiku jika kau pingsan karena kelaparan di atas keyboard mu. Kau adalah aset perusahaan. Dan aset... butuh bahan bakar."
Dia menunjuk kartu itu. "Gunakan itu. Pergi makan siang. Di tempat yang layak. Bukan sandwich murah di lobi."
Lina tidak bisa bergerak. "Tuan, saya... saya tidak bisa"
"Ini bukan permintaan, Nona Anastasya. Ini perintah," potong Ethan. "Aku tidak mau melihatmu di meja itu lagi sebelum pukul setengah dua. Aku ingin laporan gala itu selesai saat aku kembali."
Tanpa menunggu jawaban, Ethan berbalik dan melangkah keluar dari kantor, meninggalkan Lina sendirian menatap kartu kredit pribadi CEO paling berkuasa di Aurelia City.