"Tolong, lepaskan aku Anthonio. Kau tak seharusnya ada disini." Maria Ozawa
"Tidak, sampai kapanpun aku tak akan melepaskan mu. Aku tak akan membiarkan mu terluka lagi, Maria." Anthonio Vanders
"Apa yang mereka lakukan di dalam sana?" Marimar Ozawa
Tujuh tahun lamanya menikah, namun tak membuat hati Anthonio tergerak sama sekali. Bahkan hanya sekedar membuka hati pun, tak dapat lelaki itu lakukan. Hatinya benar-benar membeku, menciptakan sikap dinginnya yang kian meledak. Sementara Marimar yang sangat mencintai suaminya, Anthonio. Merasa lelah tatkala mendengar sebuah fakta yang begitu menusuk hatinya.
Lantas, fakta seperti apakah yang membuat sikap Marimar berubah tak hangat seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memikirkannya
"Ah sial! Kenapa aku terus memikirkannya? Tapi, tunggu ... sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenapa dia tidak datang ke kantor untuk mengirim makan siangku? Biasanya juga dia yang paling effort menyiapkan itu semua." Tak hentinya Anthonio terus memikirkan sosok Marimar yang begitu dia benci.
Kini, wanita manja yang tidak tahu malu itu sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Tentu saja hal itu menarik perhatian Anthonio yang sedari tadi telah lelah dengan setumpuk berkas di mejanya. Terlebih ada sesuatu yang cukup membuat dirinya tertekan, salah satunya adalah ucapan Nyonya Ozawa yang berhasil menusuk hatinya.
"Maaf Tuan, apa anda baik-baik saja?" Pak Edi mengetuk pelan kaca mobil setelah lama memperhatikan bahwa sang majikan tidak turun dari mobil. Lelaki paruh baya itu takut bila terjadi sesuatu pada majikannya.
"Hem." Seketika lelaki tampan itu pun tersadar dari lamunannya, kemudian membuka kaca mobil. Pandangannya lurus menatap pada sosok lelaki paruh baya tersebut. Anthonio menyahutinya hanya dengan deheman saja.
Perlahan Anthonio pun turun dari mobil, melangkahkan kakinya masuk ke dalam mansion yang telah dia tempati bersama Marimar. Detik itu juga Anthonio mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang telah mengganggu pikirannya. Entah kenapa mendadak dirinya begitu menginginkan Marimar lah yang menyambut kedatangannya malam ini.
Ingatannya masih tajam dimana sang istri yang selalu bergelayut manja dengannya, menyiapkan segala sesuatu keperluannya, mengantar jemput dirinya, bahkan saat siang pun Marimar tanpa lelah datang ke kantor demi mengantarkan makan siang hasil masakannya sendiri. Namun, sayangnya Anthonio selalu beralasan untuk memakannya nanti setelah pekerjaan nya selesai. Dan lebih parahnya lagi, makanan itu berakhir di sebuah tempat sampah yang ada di ruangan tersebut.
"Tuan, mau saya siapkan makanannya sekarang?" tanya Bi Asih dengan sopan melihat sang majikan yang baru saja tiba.
"Tidak usah, Bi. Saya sudah makan," jawab Anthonio yang kemudian berjalan meninggalkan wanita paruh baya itu seorang diri.
Lelaki rupawan itu pulang dalam keadaan yang sedikit kacau, tidak seperti biasanya yang selalu berpenampilan rapi. Sejak kedatangan Nyonya Ozawa ke kantor, membuat Anthonio begitu tidak bersemangat. Terlebih sikap dan tingkah laku Marimar yang mendadak begitu aneh membuatnya tergelitik akan perubahan istrinya itu.
Terlihat jelas rasa lelah di wajah Anthonio yang tak bisa ditutupi. Lelaki itu kembali melangkahkan kakinya hendak berjalan menuju lantai atas dimana kamarnya berada. Sebuah ruangan yang selama ini dia tempati bersama Marimar.
Jujur, Anthonio merasa enggan untuk masuk ke dalam kamar tersebut mengingat Marimar yang selalu merengek untuk meminta dipeluk agar dapat tidur. Dengan berat hati pun, Anthonio memeluk Marimar sambil membayangkan sosok Maria yang sedang dia peluk.
Hal seperti itu lah yang akan Anthonio lakukan saat Marimar untuk memintanya tidur bersama. Terkadang Anthonio berjalan untuk ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang menumpuk di kantor. Setiap kali Marimar mendekatinya, tak pernah Anthonio bersikap manis melainkan hanya sikap dingin dan wajah datar lah yang lelaki itu tampilkan.
Namun sebelum dia naik ke lantai atas, Anthonio sempat menoleh ke sebuah ruangan yang merupakan kamar tamu. Jauh di dalam hatinya ingin sekali lelaki itu masuk ke dalam sana dan melihat Marimar. Tapi, lagi dan lagi gengsinya terlalu tinggi untuk sekedar mengatakan bahwa dia begitu khawatir pada sang istri. Hingga akhirnya Anthonio pun memutuskan untuk naik ke lantai atas dan segera menepis segala perasaan nya terhadap Marimar.
Ceklek ...
Pintu pun terbuka lebar menampilkan sebuah ruangan yang begitu luas nan megah. Seketika Anthonio terhenyak melihat keadaan kamar yang begitu sepi, tidak ada sosok Marimar di dalam sana. Kemudian kedua netranya beralih memandang ke arah sebuah meja rias dimana terdapat barang-barang sang istri seperti pernak-pernik, aksesoris dan berbagai make up tapi kali ini terlihat bersih tak ada satu barang pun yang ada disana.
DEG!
Sontak saja Anthonio terkejut melihat hal itu, bersamaan dia teringat akan ucapan Nyonya Ozawa yang telah memberikan peringatan kepadanya agar tidak menyakiti Marimar.
"Apa dia masih merajuk?" gumam Anthonio yang tengah duduk di atas sofa dalam ruangan itu.
"Ah sudahlah ... palingan dua atau tiga hari lagi dia akan kembali ke kamar ini," ucap Anthonio dengan percaya diri. Lelaki itu mencoba berpikir positif agar tidak menambah beban pikirannya. Karena hidupnya sudah merasa berat dengan segala tekanan dari Mommy dan mertuanya. Selain itu kehidupannya pun saat ini seperti berada di sebuah penjara yang selalu mengikuti segala keinginan Nyonya Ozawa dan Marimar.
Anthonio beranjak dari tempatnya, berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Rasa penat yang bergelayut di kepalanya, membuat Anthonio segera mengguyurnya dengan air shower mode hangat. Berharap setelah itu dirinya merasa lebih fresh kembali dari sebelumnya.
Saat ini Anthonio tengah memakai kaos berwarna putih, dipadukan dengan celana yang senada. Dan benar saja, kini lelaki itu tampak begitu fresh dari sebelumnya, tapi tetap saja hati dan pikirannya tak bisa lepas dari satu hal. Bayangan Marimar terus menari-nari di atas kepalanya, sikapnya yang berubah dingin telah membuatnya dilanda rasa penasaran yang begitu besar.
Namun untuk sekedar bertanya pun, tak dapat lelaki itu lakukan. Anthonio lebih memilih diam seribu bahasa dengan pikirannya yang terus memikirkan perubahan sang istri. Lama terdiam hingga dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya menuju ruang kerjanya. Anthonio sengaja mengalihkan segala pikirannya ke beberapa berkas agar tidak terfokus pada Marimar.
Anthonio sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya, mengapa dirinya terus memikirkan Marimar. Sehari tidak melihat Marimar datang ke kantor, menimbulkan berjuta pertanyaan di benaknya bahkan dia seperti tidak selera makan saat makan makanan diluar.
Bukannya hal itu yang dia inginkan selama ini? Tapi justru kenapa Anthonio merasa seperti tidak tenang. Pikirannya terus tertuju pada Marimar yang tidak datang membawakan makan siang untuknya. Lagi dan lagi dia menepis segala perasaan nya untuk Marimar, tidak ingin lebih dalam untuk memahami apa yang dia rasakan saat ini.
Sekeras mungkin Anthonio meyakinkan diri bila hal itu hanya sekedar rasa takutnya pada Nyonya Ozawa yang telah memberikannya suntikan dana kepada Vannders Group. Tidak ada hal lain selain rasa balas budi terhadap mertuanya itu, karena sesungguhnya cintanya hanya untuk Maria.
Ya, itulah yang diyakini Anthonio selama ini bahwa dia tidak akan tertarik pada Marimar yang merupakan wanita manja tidak tahu diri. Wanita yang selalu memaksakan kehendaknya tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Hal itu lah yang menyebabkan Anthonio begitu membenci Marimar.
.
.
.
🥕Bersambung🥕
kenapa dengan Antonio bukanya kemarin mau mengatakan semua rasa di hati ko jadi belok