NovelToon NovelToon
Black Division

Black Division

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Penyelamat / Action / Sistem / Mafia
Popularitas:265
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tengah kekacauan ini, muncullah Black Division—bukan pahlawan, melainkan badai yang harus disaksikan dunia. Dipimpin oleh Adharma, si Hantu Tengkorak yang memegang prinsip 'hukum mati', tim ini adalah kumpulan anti-hero, anti-villain, dan mutan terbuang yang menolak dogma moral.
​Ada Harlottica, si Dewi Pelacur berkulit kristal yang menggunakan traumanya dan daya tarik mematikan untuk menjerat pemangsa; Gunslingers, cyborg dengan senjata hidup yang menjalankan penebusan dosa berdarah; The Chemist, yang mengubah dendam menjadi racun mematikan; Symphony Reaper, konduktor yang meracik keadilan dari dentuman sonik yang menghancurkan jiwa; dan Torque Queen, ratu montir yang mengubah rongsokan menjadi mesin kematian massal.
​Misi mereka sederhana: menghancurkan sistem.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ancaman Geopolitik

Satu minggu. Itu waktu yang dibutuhkan Asia Tenggara untuk menahan napas dan menghitung kerugian. Di Sentral Raya, di balik pintu tebal Balai Kota, Wakil Menteri Luar Negeri Aditya Rahmansyah merasakan beban itu menghimpit bahunya. Ia berdiri di ruang tunggu yang mewah, memandang ke luar jendela pada gedung-gedung yang berkilauan. Namun, kilauan itu terasa palsu.

"Semua dari Indonesia, Pak Menteri," bisiknya pada comm yang tersembunyi. Suaranya penuh kecemasan. "Insiden Manila, Singapura, bahkan kasus hilangnya Pejabat Liew. Semua jejak mengarah ke Sentral Raya, ke kelompok-kelompok vigilante yang baru muncul ini."

Di sisi lain comm, suara Menteri Luar Negeri Puja Fernando terdengar tenang, hampir dingin. "Itu tugas mereka, Aditya. Untuk membuat jejak. Untuk membersihkan sampah yang tidak bisa kita sentuh dengan protokol diplomatik."

"Tapi dampaknya global! Kita baru saja mengalami kontraksi ekonomi terburuk tahun ini, dan sekarang kita punya buronan yang melelehkan orang di depan umum! Organisasi Farmasi Asia menuntut ganti rugi triliunan, dan kapal perang kita harus menanggapi ulah cyborg yang mencuri kargo senjata di perairan Filipina. PBB akan turun tangan!"

Menteri Fernando menghela napas. "Justru itu yang kita inginkan. Mereka harus melihat betapa mengerikannya kegagalan sistem ini. Rendra—Presiden Bagaskara tidak mengirimku ke sini untuk bernegosiasi tentang ganti rugi. Ia mengirimku untuk memimpin narasi."

Aditya terdiam. Ia tahu, di balik wajah damai pemerintahan, ada game yang jauh lebih gelap yang dimainkan. Wali Kota Bagaskara dan kini Presiden Bagaskara—Indonesia bermain dengan api.

Pintu ganda kayu ek tebal terbuka. Aditya mengambil napas dalam-dalam, menenangkan sarafnya. Ia memasuki ruang pertemuan rahasia.

Meja bundar raksasa dari kayu mahoni dipenuhi oleh delegasi Menteri Luar Negeri dari enam negara Asia Tenggara, ditambah perwakilan khusus dari PBB. Suasana terasa sangat tegang. Di sana sudah duduk Menteri Luar Negeri Puja Fernando, wanita paruh baya dengan blazer gelap dan tatapan mata yang tajam, memegang dossier tebal.

"Selamat datang, Aditya," kata Puja Fernando dengan senyum tipis, menunjukkan formalitas palsu.

Aditya mengangguk, mengambil tempat duduk di sampingnya. Ia bisa merasakan tatapan penuh penghakiman dari delegasi lain, terutama Dato' Sri Kassim dari Malaysia dan Sekretaris Dela Cruz dari Filipina.

Dela Cruz, seorang pria muda yang agresif, langsung menyerang. "Baik, Nyonya Fernando. Saya tidak akan bertele-tele. Dalam satu minggu, seorang cyber-enhanced terrorist dari Sentral Raya menghancurkan aset militer kami, menenggelamkan dua speedboat Pengaman kami, dan mencuri kargo senjata yang berharga. Kami menuntut penjelasan mengapa Indonesia tidak mampu mengendalikan kriminal tingkat super yang mereka kembangkan sendiri!"

Menteri Puja Fernando meletakkan tangannya di atas dossiernya, ekspresinya tidak berubah. "Sekretaris Dela Cruz, kami memahami keprihatinan Anda. Kami juga kehilangan Pejabat Liew, korban yang dicurigai sebagai mata-mata yang mengkhianati kawasan. Dan kami juga kehilangan aset. Kami juga adalah korban."

Dato' Sri Kassim, pria yang lebih tua dan lebih berhati-hati, menyela dengan nada pahit. "Korban? Nyonya Fernando, insiden di Singapura lebih dari sekadar kerugian aset. The Chemist membuat mayat leleh di pelabuhan. Kami menerima laporan kerusakan biologis parah. Ini adalah serangan kimia terorisme! Dan yang lebih penting, dia mencuri Vial 17-C. Bukti itu sekarang ada di tangan vigilante Anda, yang bisa digunakan untuk tujuan apa pun."

Menteri Singapura, Lee Wei Cheng, menimpali dengan suara yang terukur, penuh ancaman terselubung. "Kami tidak akan membahas Vial 17-C di sini, Nyonya Fernando. Namun, jelas sekali, jika Vial itu benar-benar apa yang diklaim oleh teroris itu—sebuah agen penyakit yang digunakan untuk mengontrol pasar farmasi—maka ini menunjukkan ada jaringan kejahatan transnasional yang sangat dilindungi di Indonesia. Jaringan yang seolah-olah hanya bisa dihancurkan oleh teroris Anda."

Aditya Rahmansyah berkeringat dingin di balik jasnya. Delegasi lain cerdas. Mereka tidak menuduh Indonesia yang menciptakan Black Division, tetapi menuduh Indonesia gagal—atau bahkan sengaja membiarkan—Black Division muncul untuk membersihkan 'sampah' yang tidak bisa disentuh oleh hukum.

Puja Fernando tersenyum, menyiratkan bahwa dia senang dengan putaran narasi itu. "Tuan-tuan, Nyonya-nyonya. Mari kita lihat fakta secara logis. Black Division—sebutan yang Anda berikan kepada mereka—menargetkan satu tipe musuh: korupsi yang tak terpisahkan dari kejahatan kemanusiaan. Pejabat Liew—dicurigai korupsi obligasi pangan. Fasilitas Singapura—dicurigai rekayasa penyakit untuk keuntungan. Kargo Filipina—senjata yang dijual kepada kartel. Bukankah semua ini adalah kejahatan yang selama ini kita abaikan? Dan bukankah kejahatan-kejahatan inilah yang menyebabkan masyarakat kita melarat secara ekonomi di seluruh Asia?"

Dela Cruz membentak, membanting tinjunya ke meja. "Itu bukan pembenaran untuk anarki! Apakah kita harus membiarkan werewolf kimia berjalan bebas hanya karena mereka melayani keadilan jalanan?"

"Kami tidak membenarkan anarki," sela Puja Fernando, suaranya naik satu oktaf, menunjukkan dominasi. "Kami hanya menunjukkan bahwa vakum keadilan telah menciptakan monster-monster ini. Dan monster-monster ini adalah produk dari kegagalan kita bersama untuk mengendalikan Kartel Rhausfeld."

Seluruh ruangan mendadak hening. Kata-kata itu, Keluarga Rhausfeld, yang didapatkan Adharma dari interogasi brutalnya, kini dilontarkan secara terbuka di forum diplomatik rahasia.

Aditya Rahmansyah tercengang. Ia tahu Keluarga Rhausfeld, sebuah entitas finansial yang begitu kuat hingga hampir mitos, berada di balik hampir semua obligasi gelap di Asia.

Menteri Lee Wei Cheng menyipitkan mata. "Mengapa Anda tiba-tiba menyebut Keluarga Rhausfeld? Mereka adalah investor utama di banyak proyek infrastruktur PBB. Kami tidak punya bukti."

"Tentu saja Anda tidak punya bukti formal, Pak Menteri," balas Puja Fernando, senyumnya kini menjadi seringai dingin. "Itu sebabnya Black Division yang bergerak. Mereka mendapatkan nama itu dari Liew sebelum dia tewas. Kami hanya mengonfirmasi bahwa target Black Division selalu tepat: kejahatan yang kebal hukum."

Utusan PBB, seorang wanita Swedia bernama Helena Kvist, yang selama ini diam, akhirnya berbicara. "Nyonya Fernando, apakah ini pengakuan bahwa Pemerintah Indonesia tidak akan bertindak untuk menangkap individu-individu yang bertanggung jawab atas serangan teroris dan pengrusakan properti masif di kawasan ini, karena mereka secara kebetulan memburu target yang juga diselidiki PBB?"

Puja Fernando mencondongkan tubuh ke depan, matanya mengunci mata Helena Kvist. "Kami akan bertindak. Tapi kami perlu waktu. Kami perlu menangkap mereka di yurisdiksi kami sendiri, di Sentral Raya. Kami tidak ingin intervensi internasional yang hanya akan memperumit pembubaran jaringan Rhausfeld."

Dato' Sri Kassim mendengus. "Waktu? Nyonya, kapal penuh senjata yang dicuri oleh cyborg Anda sedang dalam perjalanan ke Sentral Raya. The Chemist dengan senjata biologisnya menuju Sentral Raya. The Whore Goddess dengan data korbannya sudah berada di Sentral Raya. Kota itu akan menjadi zona perang! Kami tidak bisa mengambil risiko itu."

Diskusi berputar kembali ke titik awal: ketidakpercayaan terhadap kemampuan Indonesia mengendalikan situasi. Para menteri dari negara lain merasa terancam dan malu karena keamanan mereka berhasil ditembus dengan mudah.

Dela Cruz berdiri. "Filipina tidak akan menunggu. Kami menuntut agar Black Division segera ditetapkan sebagai Organisasi Teroris Internasional oleh PBB. Jika Indonesia tidak bisa atau tidak mau menghentikan mereka, biarkan komunitas global yang menghentikannya."

Suasana semakin memanas. Aditya Rahmansyah tahu ini adalah momen krusial. Jika PBB turun tangan, Pemerintah Indonesia kehilangan kendali atas operasi gelap yang mereka yakini perlu.

Menteri Fernando menghela napas panjang, menatap satu per satu wajah yang menuntut itu. "Baiklah. Jika Anda tidak percaya pada upaya kami, saya tidak bisa memaksa Anda. Tapi ingat, jika PBB turun tangan, target utama mereka bukanlah Rhausfeld, melainkan Adharma dan kelompoknya. Kalian akan mengubah algojo menjadi martir."

Meski demikian, tekanan dari insiden yang terekspos secara brutal di tiga negara berbeda terlalu besar untuk diabaikan.

Setelah perdebatan yang berlangsung selama hampir satu jam lagi, diwarnai ancaman diplomatik dan ketakutan akan intervensi militer, utusan PBB, Helena Kvist, mengakhiri perdebatan itu.

"Tuan-tuan, Nyonya-nyonya. Saya telah mendengar keluhan dan pembelaan Anda. Tidak peduli motif mereka, tindakan Black Division adalah serangan terhadap kedaulatan, keamanan, dan tatanan global. Kami tidak bisa membiarkan individu swasta yang brutal menentukan keadilan. Terlalu banyak kerugian. Terlalu banyak risiko biologis dan militer.

"Berdasarkan konsensus mayoritas dan bukti tak terbantahkan tentang kejahatan kemanusiaan dan terorisme (pelelehan tubuh di Singapura, pencurian aset militer), PBB akan segera mengeluarkan resolusi. Status mereka akan diubah.

"Mulai saat ini," kata Helena Kvist, menatap lurus ke arah Aditya dan Puja Fernando, "Adharma, Harlottica, The Chemist, dan Gunslingers secara resmi dinyatakan sebagai Buronan Internasional dengan status Ancaman Tinggi PBB. Semua negara wajib berpartisipasi dalam penangkapan atau netralisasi mereka. Dan Indonesia... Anda bertanggung jawab atas konsekuensinya."

Bersambung.....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!