NovelToon NovelToon
Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Aku Menikahi Iblis Surgawi!

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Identitas Tersembunyi / Harem / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: ZhoRaX

Mati tertabrak truk? Klise.
Tapi bangun di dunia penuh sihir, monster, dan wanita cantik berbahaya?
Shen Hao tidak menyangka, nasib sialnya baru dimulai.

Sebagai pria modern yang tengil dan sarkastik, ia terjebak di dunia fantasi tanpa tahu cara bertahan hidup. Tapi setelah menyelamatkan seorang gadis misterius, hidupnya berubah total—karena gadis itu ternyata adik dari Heavenly Demon, wanita paling ditakuti sekaligus pemimpin sekte iblis surgawi!

Dan lebih gila lagi, dalam sebuah turnamen besar, Heavenly Demon itu menatapnya dan berkata di depan semua orang:
“Kau… akan menjadi orang di sisiku.”

Kini Shen Hao, pria biasa yang bahkan belum bisa mengontrol Qi, harus menjalani hidup sebagai suami dari wanita paling kuat, dingin, tapi diam-diam genit dan berbahaya.
Antara cinta, kekacauan, dan tawa konyol—kisah absurd sang suami Heavenly Demon pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZhoRaX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CH 9

Matahari baru saja naik, sinarnya menembus sela pepohonan, memantul di dinding batu besar yang menjulang tinggi di depan sana.

Shen Hao membuka matanya perlahan dari tidur singkat di atas gerobak.

Suara ramai mulai terdengar—teriakan pedagang, langkah kaki kuda, dan gemerincing koin.

Lao Ren menepuk bahu Shen Hao.

“Bangunlah, Nak. Kita sudah sampai.”

Shen Hao mengusap matanya, lalu menatap ke depan.

Dan di sanalah — Kota Luoyan, kota besar pertama yang ia lihat sejak menginjak dunia ini.

Gerbangnya terbuat dari batu hitam dengan ukiran naga perunggu di setiap sisi.

Bendera sekte, lambang-lambang dagang, dan papan pengumuman berisi misi terlihat berjejer di sepanjang dinding.

Udara di sekitar gerbang terasa… bergetar.

Bukan karena angin, melainkan karena aura spiritual yang begitu padat di sekitar orang-orang yang berlalu-lalang.

Shen Hao turun dari gerobak, berdiri menatap pemandangan itu dengan mata membulat.

Setiap orang di sana—dari penjaga gerbang hingga pedagang biasa—memancarkan kekuatan yang bisa ia rasakan walau samar.

Beberapa bahkan melayang rendah di udara, menurunkan diri perlahan di depan gerbang sambil menepuk jubah mereka yang berdebu.

Sementara itu, ada pula sekelompok pemuda dengan jubah biru yang berbicara dengan nada tinggi—mereka tampak seperti murid sekte.

Shen Hao menelan ludah.

“...Astaga. Di sini bahkan tukang sapu pun mungkin bisa membelah gunung.”

Lao Ren tertawa dari atas gerobak.

“Selamat datang di Kota Luoyan, tempat orang kuat berkeliaran dan orang lemah belajar bertahan.”

Ia menepuk tali kendali kuda. “Nah, di sinilah kita berpisah, Nak. Semoga peruntunganmu lebih baik dari kebanyakan pemula yang datang ke sini.”

Shen Hao membungkuk sedikit.

“Terima kasih atas tumpangannya, Tuan Lao Ren. Semoga daganganmu laris.”

“Dan semoga kau tidak mati konyol dalam tiga hari,” jawab Lao Ren santai sambil tertawa sebelum gerobaknya bergerak menjauh.

Shen Hao tersenyum kecut.

“Ucapan selamat paling aneh yang pernah kudengar… tapi yah, semoga saja.”

Ia menarik napas panjang, lalu menatap gerbang besar itu.

Setiap langkah mendekat membuat tubuhnya terasa tegang. Aura kuat dari para kultivator di sekitar benar-benar menekan, seperti udara yang menempel di kulit.

Namun ada sesuatu dalam dirinya yang bergetar—perasaan penasaran dan semangat.

Mungkin sedikit gila, tapi di balik ketakutan itu, ia justru merasa hidup.

“Baiklah, dunia besar…” Shen Hao bergumam sambil melangkah masuk ke gerbang batu hitam itu,

“lihat saja. Aku mungkin cuma orang baru, tapi aku bukan orang yang akan berhenti di sini.”

Begitu melewati gerbang, pandangannya dipenuhi oleh hiruk-pikuk kota besar:

pasar spiritual, bangunan tinggi dari batu giok, jembatan yang melayang di atas air, dan bahkan seekor burung spiritual sebesar kuda yang hinggap di menara.

Aura dari ribuan orang menyatu, berputar seperti badai tak terlihat.

Dan Shen Hao, di antara kerumunan itu, hanya bisa berdiri terpaku.

“...Ini bukan lagi dunia manusia,” bisiknya pelan.

Namun di sudut bibirnya muncul senyum kecil.

“Dan aku rasa… di sinilah petualanganku yang sebenarnya dimulai.”

Langit Kota Luoyan berwarna biru kehijauan, berbeda dari langit yang Shen Hao kenal di hutan—terlihat lebih… hidup.

Di sana-sini, awan tipis bergerak perlahan seolah disapu aliran spiritual, dan di bawahnya, hiruk-pikuk manusia memenuhi jalanan batu giok yang mengilap.

Shen Hao berjalan sambil menunduk sedikit, memegang kantung emas pemberian Tuan Bao dengan erat di balik jubahnya.

“...Tempat ini bahkan lebih ramai dari pasar malam di bumi,” gumamnya pelan. “Bedanya, yang di sini bisa ngeluarin api dari tangan.”

Setiap langkah membawanya pada pemandangan baru.

Ada manusia dengan rambut putih pucat dan pupil berbentuk vertikal—darah naga, katanya dari obrolan dua penjaga toko.

Ada pula perempuan muda berkulit kebiruan, telinganya panjang seperti sirip ikan, sedang menjual mutiara spiritual dari laut dalam.

Sementara di sisi lain jalan, sekumpulan pria bertanduk pendek dan bersisik sedang menawar pedang hitam yang memancarkan hawa dingin.

Shen Hao menatap semua itu dengan bingung sekaligus kagum.

“Manusia... tapi bukan manusia?”

Ia menggaruk kepala. “Atau manusia... tapi dengan bonus fitur?”

Ia menatap jari-jarinya sendiri.

“Kalau aku, bonusnya cuma gampang batuk darah...”

Beberapa pedagang berteriak menawarkan barang mereka:

“Pill penyembuh luka dalam! Dijamin ampuh meski ditusuk monster kelas tiga!”

“Jubah pelindung aura, tahan serangan sihir tingkat dasar!”

“Kuda spiritual murah, hanya dua koin emas!”

Shen Hao hanya bisa menatap dengan senyum kecut. Harga barang-barang itu tidak murah.

Kalau saja ia beli satu jubah, mungkin harus makan daun selama seminggu lagi.

Setelah berjalan cukup jauh, ia menemukan sebuah penginapan sederhana di ujung jalan utama, tak jauh dari pasar.

Papan kayu di depannya bertuliskan: “Penginapan Giok Tua — Aman, Hangat, dan Tidak Bertanya Asal.”

Shen Hao mendengus kecil.

“Kalimat terakhir itu agak mencurigakan, tapi... yah, justru itu bagus.”

Ia pun masuk. Aroma teh dan kayu lembap menyambutnya.

Seorang wanita paruh baya di balik meja menatapnya sebentar, lalu bertanya dengan nada malas,

“Sehari atau seminggu?”

“Dua hari,” jawab Shen Hao.

Wanita itu mengangguk, menerima dua koin perunggu dan menyerahkan kunci kamar.

Begitu ia masuk ke kamarnya di lantai dua, Shen Hao langsung menjatuhkan diri ke ranjang kasar dari jerami kering.

Matanya menatap langit-langit.

“Jadi begini rasanya... hidup di dunia luas.”

Hening beberapa saat.

Hanya suara ramai dari luar jendela—pedagang berteriak, kuda spiritual meringkik, dan kadang suara dentingan logam dari para pandai besi.

Ia tersenyum samar.

“Bumi... rumah... rasanya makin jauh. Tapi anehnya, aku nggak mau balik.”

Sebelum matanya terpejam, sesuatu menarik perhatiannya—suara langkah kaki berat di luar, lalu bisikan samar dari dua orang pria:

“Kau yakin orang itu manusia biasa?”

“Aku bisa mencium jejak energi aneh darinya... tapi bukan aura sekte mana pun.”

“Heh. Kalau bukan kultivator, mungkin... sesuatu yang lain.”

Shen Hao menahan napas, menajamkan pendengarannya.

Tapi langkah itu perlahan menjauh.

Ia menghela napas lega, lalu menatap langit-langit lagi dengan pandangan kosong.

“...Yah, satu hari di kota besar dan aku sudah dilirik orang aneh. Awal yang menjanjikan.”

Bagus sekali — momen ini bisa menunjukkan pertumbuhan Shen Hao tanpa ia sadari, memperkuat karakter “tidak tahu dirinya sebenarnya kuat”.

Aku buatkan adegan malamnya dengan atmosfer sunyi khas dunia kultivasi dan sedikit humor khas Shen Hao 👇

---

Bab 20 — Malam Tenang, Aura yang Bergejolak

Malam turun perlahan di Kota Luoyan.

Langit tampak pekat, hanya diterangi cahaya lembut dari batu spiritual yang menggantung di setiap tiang jalan.

Suara hiruk pikuk pasar mulai mereda, berganti dengan angin lembut yang meniup tirai bambu di jendela kamar Shen Hao.

Ia duduk bersila di lantai, menatap lilin kecil yang menyala di depannya.

Sejak datang ke kota, ia belum sempat mencoba berkultivasi lagi.

Rasa ingin tahu itu kembali mengusiknya.

Shen Hao menarik napas dalam, menutup mata, dan mulai mengatur pernapasannya seperti yang diajarkan Tuan Bao—perlahan, tenang, biarkan energi spiritual mengalir.

Awalnya… tidak terjadi apa-apa.

Hanya keheningan dan suara jantungnya sendiri.

Tapi beberapa saat kemudian, udara di dalam kamar mulai bergetar pelan, seperti tersedot ke arahnya.

Shen Hao mulai merasa tubuhnya hangat.

Aliran energi halus itu masuk ke dalam meridiannya, berputar, lalu—

“UGH—!!”

Darah langsung muncrat dari mulutnya.

Ia terbatuk keras, hampir jatuh ke belakang.

“Batuk darah lagi!? SERIUS!?” serunya dengan suara tertahan agar tak menarik perhatian tamu lain.

“Kenapa tiap kali aku coba jadi serius, ujungnya seperti orang gagal!?”

Ia menatap lantai yang berlumuran darah kental, wajahnya cemberut.

Tapi saat ia hendak mengelapnya, tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat.

Aura panas membuncah dari dalam dantian-nya, lalu menyebar ke seluruh tubuh seperti gelombang halus.

Cahaya samar keunguan berkelebat di sekitar tubuhnya, membuat lilin di dekatnya bergetar dan hampir padam.

Dinding kamar pun berderit pelan, seolah merespons getaran kekuatan yang mengalir.

Shen Hao tertegun.

“Eh... apa ini? Kenapa tubuhku rasanya lebih ringan?”

Ia memeriksa tangannya.

Nafasnya terasa lebih stabil, kesadarannya tajam, dan pandangannya sedikit berbeda—lebih jernih.

Namun, karena belum paham apa-apa soal tingkat kultivasi, ia hanya mengerutkan kening.

“...Ah, mungkin efek batuk darah kali ya.”

Ia menyeka darah di bibirnya dengan santai, lalu berbaring di ranjang jerami.

“Besok-besok jangan maksa lagi. Kalau tiap kali batuk begini, umurku tidak akan panjang,” gumamnya sambil menutup mata.

Di luar, bulan menatap tenang dari balik awan.

Dan di dalam kamar kecil itu, seseorang baru saja menembus tahap menengah Foundation Establishment tanpa menyadarinya—

sementara aura spiritual di sekitarnya berputar lembut, menyelimuti tubuhnya seperti selimut tak kasat mata.

1
mu bai
sebaiknya menggunakan bahasa indo formal lebih cocok thor
ZhoRaX: ok.. nanti diubah
👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!