Jaka, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, seketika hidupnya berubah setelah ia tersambar petir. Ia bertemu dengan makhluk asing dari dunia lain, hingga akhirnya memahami bahwa di dunia ini ada kekuatan yang melebihi batas manusia biasa. Mereka semua disebut Esper, individu yang mampu menyerap energi untuk menembus batas dan menjadi High Human. Ada juga yang disebut Overload, tingkatan yang lebih tinggi dari Esper, dengan peluang mengaktifkan 100% kemampuan otak dan menjadi Immortal.
Lalu, takdir manakah yang akan menuntun Jaka? Apakah ia akan menjadi seorang Esper, atau justru seorang Overload?
Ikuti perjalanannya dalam kisah Limit Unlock.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Keterkejutan Jaka.
Bab 12. Keterkejutan Jaka.
Pagi itu terasa sangat berbeda dari pagi-pagi biasanya.
Untuk pertama kalinya di SMAN Nusantara terjadi pemandangan yang sangat mencengangkan. Para berandalan yang terkenal membuat onar benar-benar menundukkan kepala mereka di hadapan seorang pemuda yang sangat tidak mencolok.
Tetapi percayalah, setelah hari ini wajah dan namanya akan dikenal oleh semua siswa di seluruh sekolah. Bukan hanya di kalangan para siswa, tapi juga di kalangan para guru.
Dan pemuda itu tidak lain adalah Jaka.
Setelah terkejut beberapa saat, Jaka memiliki ekspresi muram.
"Haist! Sialan... Apa sih yang mereka semua pikirkan? Memalukan sekali," gerutunya sambil mengusap wajah dengan kasar.
Tapi mau bagaimanapun, dia harus segera mengatasi situasi ini atau segalanya akan menjadi lebih canggung dari sekarang.
Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, Jaka berkata,
"Antar aku ke markas kalian!" ucapnya dengan datar.
"Baik, Bos!" kata mereka semua bersepuluh.
Sekali lagi suara mereka menggelegar memecah kesunyian di pagi hari. Mendengar itu, Jaka mendecakkan lidahnya dengan tidak puas.
Ingin rasanya dia menggali lubang dan bersembunyi.
"Sial! Kenapa sekarang aku jadi terlihat seperti pemimpin para berandalan ini?" umpatnya dalam hati.
Singkat cerita, akhirnya Jaka pun berjalan. Di sampingnya ada Rama, Ali, dan Yudha. Enam orang lainnya mengikuti di belakang. Sedangkan untuk tiga ratus anggota lainnya, mereka bubar dan kembali ke tempat masing-masing karena diinstruksikan oleh Kelvin.
Mereka terus berjalan di bawah pandangan terkejut semua siswa-siswi dan para guru. Ada yang memandang dengan rasa kagum, ada yang takut, ada juga yang menunjukkan ekspresi sinis.
Tiba-tiba suara Amira, yang dari tadi memulihkan diri di dalam lautan jiwa Jaka, berkomentar,
"Wah, wah, wah! Jaka... ternyata rasmu sungguh luar biasa ya! Mereka sangat bersemangat!" ucapnya sambil terkikik.
"Diamlah, Amira. Ini sama sekali tidak lucu," balas Jaka dengan kesal.
Mendengar itu, Amira hanya terkekeh. Dia merasa segala sesuatu yang ada di dunia ini sangat menarik. Lagi pula, setelah dia perhatikan, Jaka merupakan pemuda yang cukup baik.
Saat menghajar orang saja, dia menahan kekuatannya sekecil mungkin. Dan yang terpenting, dia cukup sopan dan menghargainya sebagai seorang wanita. Dia tidak pernah menanyakan hal-hal mesum ataupun sesuatu yang menjurus ke arah hal itu.
Padahal di dunianya, akan banyak sekali pria yang meliriknya dengan tatapan penuh hasrat. Oh, dirinya adalah buah apel matang, kue yang bisa dilahap kapan saja. Hal ini membuat Amira lebih mengapresiasinya.
...◦~●❃●~◦...
Kembali Ke Cerita.
Tidak lama kemudian mereka tiba di sebuah ruangan, atau lebih tepatnya di ruang atap yang berada di lantai tiga. Saat sedang memasuki ruangan, Jaka diperintahkan untuk duduk di kursi tunggal yang biasanya selalu diduduki oleh Rama. Sementara itu, sembilan orang lainnya duduk di sofa yang diatur melingkar seperti setengah lingkaran.
Sebelum Jaka sempat mengatakan apa pun, Rama sudah membuka suara.
"Maaf atas keributan pagi ini. Sebenarnya aku tidak menyetujuinya, tapi karena mereka semua sangat antusias dan bersemangat, akhirnya aku membiarkan mereka melakukan apa pun yang mereka suka," ucapnya sambil menghela napas.
Seketika mata Jaka sedikit menyipit. Lalu dengan ringan ia menjawab,
"Tidak masalah. Terlebih lagi karena segala sesuatunya sudah seperti ini, itu membuatku lebih bebas berbicara dengan kalian. Bukankah begitu?" ucapnya menatap sekeliling.
Tanpa sadar mereka bersepuluh mengangguk.
Termasuk juga Rama yang kali ini kembali berbicara mewakili teman-temannya.
"Tentu saja. Lagi pula, pengangkatanmu sebagai Bos kami telah disepakati. Bukan hanya bebas berbicara, bahkan kau bisa memberikan kami perintah. Selama itu sesuai dengan kemampuan kami, kami pasti akan melakukannya."
Seolah senyum tipis terukir di bibir Jaka. Namun itu hanya sekilas sebelum ekspresinya kembali normal.
"Begitukah? Baguslah kalau demikian. Maka dari itu, aku akan mengajukan sebuah pertanyaan.
Seberapa kuat kalian? Ah, tidak... maksudku, seberapa kuat geng sekolah kita yang dipimpin oleh kalian di mata para geng lainnya yang berasal dari sekolah lain?" tanya Jaka dengan tenang.
Namun sorot matanya yang tajam bagaikan elang menunjukkan keseriusan dan sikap yang jauh melebihi usianya.
Alih-alih langsung menjawab, Rama justru memandang teman-temannya.
"Siapa di antara kalian yang ingin menjelaskan situasinya pada Bos kita?"
Sembilan orang pun saling berpandangan satu sama lain. Bukan karena mereka tidak mau, tetapi faktanya justru Rama-lah yang lebih mengetahui permasalahan yang lebih mendetail daripada mereka semua.
Sementara itu, alasan Rama sendiri memberikan kesempatan kepada teman-temannya adalah karena dia tidak ingin terlalu mendominasi percakapan. Setidaknya dia ingin teman-temannya juga mengakrabkan diri dengan Jaka.
Tapi sepertinya Jaka memancarkan aura yang membuat mereka merasa segan hingga tak berani mengeluarkan suara sedikit pun. Mereka takut salah ucap dan justru membuat Bos baru mereka tidak puas.
"Huft! Baiklah, karena kalian semua diam, biar aku yang menjelaskan semuanya."
"Begini, Bos..." kata Rama ingin mulai menjelaskan.
Tapi belum sempat, ucapannya sudah dipotong oleh Jaka.
"Tsk... Jangan panggil Bos. Panggil aku Jaka saja. Memberiku julukan Bos itu sangat mengganggu. Terdengar menyebalkan, seolah-olah aku adalah bocah bandel yang suka membuat onar seperti kalian."
"Dan satu lagi..."
Matanya tajam menatap sekeliling. Dia segera bangkit berdiri.
"Kalian semua... dasar brengsek, bersikaplah biasa-biasa saja, sialan! Apa-apaan ekspresi takutmu itu? Apa kalian benar-benar sembilan orang terkuat di sekolah ini? Cih... menyebalkan sekali! Apakah aku terlihat seperti ketua mafia yang akan membunuh kalian semua?" ucapnya merengut kesal, lalu menghempaskan dirinya ke sofa dengan kasar.
Sekali lagi suasana menjadi hening. Umpatan Jaka yang keras dan menggelegar membuat segalanya menjadi canggung. Kecuali satu orang, yaitu Yudha. Dia justru tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha! Baiklah kalau itu maumu. Kita akan bersikap biasa-biasa saja pada Bos! Dan untuk panggilan kata ‘Bos’... yang satu ini aku tidak akan mengubahnya karena itu keren dan cocok untukmu!" ucapnya sambil menyeringai.
"Tsk... terserah kau sajalah," dengus Jaka.
Rama yang sebelumnya juga merasa agak canggung karena teringat tekanan besar yang dilepaskan oleh Jaka tempo hari saat di gudang, kini ekspresinya menjadi lebih baik. Justru dia terkekeh melihat sisi lain junior tahun pertama yang kini menjadi Bos mereka ini.
Tiba-tiba suara Jaka terdengar.
"Baiklah, katanya kamu mau menjelaskan. Kenapa diam? Jelaskan situasinya!"
Mendengar itu, Rama mengangguk.
"Baiklah! Di Kota Blue Star ini ada sekitar lima sekolah elit, sama seperti sekolah kita. Masing-masing dari sekolah tersebut memiliki geng, atau sederhananya, penguasa wilayah."
"Wilayah pertama adalah sekolah kita. SMAN Nusantara tidak seperti sekolah-sekolah lainnya. SMAN Nusantara berada di wilayah tengah yang dikelilingi oleh empat wilayah sekolah lain.
"Di wilayah barat ada SMAN Gajah Mada. Di wilayah timur ada SMAN Merdeka. Di wilayah selatan ada SMAN Bhinneka. Dan di utara ada SMKN Karang Taruna."
"Sekolah-sekolah tersebut memiliki nama geng yang berbeda-beda. Aku membentuk Geng Elang. Sementara Adit dan teman-temannya, maksudku para siswa dari SMAN Gajah Mada yang semalam kau kalahkan, mereka dari Geng Beruang Hitam."
"Jika semuanya dijelaskan, maka akan sangat panjang, maka aku hanya akan fokus menjawab pertanyaanmu saja. Tadi kau bertanya seberapa besar kekuatan geng kita dibanding geng sekolah lain, bukan?" kata Rama.
Jaka hanya mengangguk dan terus mendengarkan tanpa menyela.
"Geng kita berada di peringkat empat, satu tingkat lebih tinggi dibanding SMAN Gajah Mada yang merupakan peringkat kelima. Pertarungan semalam merupakan sebuah akhir bagi Geng Beruang Hitam yang dipimpin Adit. Bukan akhir yang biasa saja, tapi akhir yang benar-benar akhir. Mulai sekarang mereka tidak akan berkutik dan tidak berani mengusik Geng Elang SMAN Nusantara lagi. Dan itu semua berkat dirimu," kata Rama dengan senyum tipis di wajahnya.
"Hmm... Apa maksudnya? Kesampingkan hal semalam karena perbuatanku. Aku justru lebih penasaran pada ucapanmu yang mengatakan jika Adit dan orang-orangnya benar-benar berakhir. Apa maksudnya? Bukankah mereka akan tetap bisa eksis? Bukankah ini hanya perebutan kekuasaan seperti pemalakan anak sekolah dan semacamnya?" tanya Jaka yang mulai berspekulasi.
Mendengar pertanyaan Jaka, Rama terkekeh. Yang lain juga melakukan hal yang sama. Kali ini yang menjawabnya adalah Yudha.
"Segala sesuatunya tidak sesederhana itu, Bos! Yang kita maksud perebutan wilayah di sini bukan wilayah untuk mencari korban pemalakan siswa dari sekolah lain atau semacamnya. Tapi yang dimaksud di sini adalah wilayah kekuasaan yang menyangkut saham Adit dari perusahaan milik keluarganya. Itu semua menyangkut bangunan ruko, toko, pasar, tempat parkir, restoran, hotel, dan juga diskotik. Sederhananya, saham milik Adit kini beralih menjadi milik kita," kata Yudha panjang lebar.
Seketika keterkejutan langsung melintas di mata Jaka. Tanpa sadar kepalanya menoleh ke arah Rama. Salah menyadari arti dari tatapan itu, Rama mengangguk.
"Ya... seperti yang dikatakan oleh Yudha. Ini bukan pertarungan biasa, melainkan pertarungan perebutan wilayah. Aku juga mempertaruhkan bagian saham milikku di keluarga. Begitu aku kalah, semua milikku akan hilang, dan hakku sebagai pewaris akan dicabut, digantikan oleh saudara-saudaraku yang lain," ujarnya dengan tenang.
"BOOM!"
Seolah seperti ada bom yang meledak di kepalanya. Pandangan Jaka terhadap kekuasaan seketika langsung dijungkirbalikkan.
"Apa-apaan ini? Apa mereka semua sudah gila? Bertarung dengan mempertaruhkan saham? Apakah ini yang mereka maksud dengan memperebutkan wilayah?
Gila! Dunia orang-orang kaya ini benar-benar gila."