NovelToon NovelToon
NIGHT LIGHT

NIGHT LIGHT

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Nikah Kontrak / Reinkarnasi
Popularitas:582
Nilai: 5
Nama Author: Chichi

Ketika Pagi datang, Lucian Beasley akan pergi. Tetapi Malam hari, adalah miliknya. Lucian akan memelukmu karena Andralia Raelys miliknya. Akan tetapi hari itu, muncul dinding besar menjadi pembatas di antara mereka. Lucian sadar, tapi Dia tidak ingin Andralia melupakannya. Namun, takdir membencinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 7: Tingkah

Bisik-berisik angin malam yang menyapa dedaunan, tidak bisa membuat Lucian tidur. Terutama, debaran jantungnya yang selalu menolak untuk membuat matanya terpejam.

Lucian kembali duduk. Dia tidak sedang kesal, melainkan tersipu.

Dia tersipu setiap kali teringat dengan kejadian sore itu. "Dia sungguh cantik, dengan rambut basah seperti itu" Lucian menutup wajahnya dengan tangan kanannya. Dia sungguh merasakan panas di sekitar pipinya. Dia terlalu senang, terlalu bahagia.

"Astaga, aku sungguh beruntung akan menikahinya"

[TOCK!]

Suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar.

Lucian terdiam beberapa saat. Menoleh ke arah jam. Kini, pukul 11 malam. "Siapa yang datang selarut ini?" Dia menunggu suara ketukan itu sekali lagi.

[TOCK]

Dia mendengar ketukan itu untuk kedua kalinya.

"Siapa?"

Cukup lama bagi Lucian menunggu suara itu, "Apa ada yang iseng?" Lucian mulai mendekat, memegang gagang pintu kuning-emas yang penuh ukiran. Dia sudah sudah bersiap menarik pedang besinya. Dia mulai membuka pintu kamarnya dengan perlahan, sangat hati-hati.

"Lucian... Ayah...." suara lemah, suara yang sangat dia rindukan.

Lucian membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Perempuan berambut kuning keemasan yg masih bersinar meski di dalam tempat yang redup, itu Andralia. Tengah menatap Lucian dengan wajahnya yang basah, mata yang sembab, ujung hidungnya yang merah.

"Yang Mulia? Kenapa Anda menangis?"

Lucian tanpa sadar menjatuhkan pedang besi yang masih melekat di sarung pedang. Suara bilah besi itu, sungguh memenuhi ruangan. Lucian mengulurkan tangannya, tak berani menyentuh tanpa izin.

Napas Andralia tampak pendek. Seakan dia menahan tangisnya. "Ayahku... " hanya kata itu yang terucap dari bibir kecilnya yang pucat.

Mata Lucian dengan cepat melesat ke arah ruangan lain Alvart berada. Namun, isakan Andralia membuatnya tersadar. Dia kembali menatap Andralia yang telah menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya. Saat itu, Lucian sudah tidak memikirkan izin.

Dia menyentuh kedua bahu Andralia. "Yang Mulia, istirahatlah di dalam. Saya akan melihat Baginda"

Kepala Andralia mengeleng pelan. Mulut kecilnya terbuka tipis. "Bawa aku juga" lirihnya menarik lemah kemeja sisi siku Lucian.

...♧♧♧...

Ruangan yang selalu pekat dengan aroma rempah, kini hanya terasa ketegangan di dalam sana. Udara yang menjadi berat, sungguh membuat dada Lucian tertekan.

Pandangan mata Lucian saat pertama kali masuk ke dalam sana, hanya terfokus pada satu titik. Titik dimana seorang Perawat yang sedang menyuntikkan sesuatu pada lengan Alvart.

Andralia mengenggam semakin erat kemeja Lucian, hingga membuatnya menoleh ke arah Putri pria yang terbaring di sana. Tangannya terlihat sangat bergetar.

Pantas jika Andralia sangat syok dengan kondisi Alvart, sebab selama ini Alvart merahasiakan sakitnya pada putri semata wayangnya.

Lucian ingin sekali mengenggam tangan Andralia. Namun, dia tak ingin melewati batas.

"Ayah, apa yang terjadi dengan Baginda?" Lucian menoleh ke arah Kyle yang berada di belakang perawat.

Mata yang sayu ditunjukkan oleh pemilik wajah dingin-datar itu. Kyle terlihat menahan napasnya saat menatap Lucian.

Sungguh, ini pertama kalinya bagi Lucian melihat raut itu dari Ayahnya.

Senyum tipis, senyum tanpa membuat pipi terangkat, itu bukanlah senyum senang yang timbul di wajah Kyle. "Baginda tiba-tiba muntah darah dan kejang saat berbicara dengan Putri Andralia. Dan saat ini, Beliau masih belum sadar" jawab Kyle.

Lucian mendekat ke arah Alvart. Wajah Alvart sungguh pucat, lebih pucat dari sebelumnya.

Perawat perempuan itu, menoleh ke arah Lucian dan Kyle sembari melepas sarung tangannya. "Saya memberikan obat penenang pada Baginda Raelys. Saat ini, Beliau masih pingsan. Biarkan Beliau istirahat. Jika sudah terbangun, tolong panggil saya. Selamat Malam" jelas Perawat Pribadi Alvart sembari merapikan bawaannya.

"Saya akan mengantarkan Anda" Lucian mengangkat dua tas bawaan perawat itu. Namun, Kyle mengambilnya dari tangan Lucian.

"Biarkan aku yang mengantarnya" Kyle berbicara dengan Lucian, namun matanya menunjuk Andralia.

Beruntung karena Lucian memahami maksud Klye.

Andralia berlari kecil ke ranjang Ayahnya. Dia menangis, sambil mengenggam tangan Ayahnya yang terasa lebih kurus dan senyap-dingin.

"Ayah, cepatlah sembuh. Aku masih membutuhkanmu. Apa Ayah tak ingin melihat pernikahanku nanti?" Andralia mencium punggung tangan Ayahnya.

Dan cukup lama bagi Andralia menangis. Hingga, dia tertidur dalam keadaan duduk. Lucian duduk di sebelah Andralia yang terlelap. Dia menatap kelopak mata Andralia yang telah memerah dan bengkak.

Lucian menyingkirkan anak rambut Andralia yang berantakan di sana. Dia mengusap pelan ubun-ubun Andralia. Begitu lembut, begitu hati-hati.

"Kamu sungguh mengalami banyak hal berat akhir-akhir ini"

"Andai saja kamu tidak membenciku, mungkin, sejak kepergian suamimu... aku akan memelukmu, melindungimu dari malam yang mengitarimu" Lucian mengendong Andralia untuk dipindahkan di kasur.

Karena kamar Andralia berada di Mansion lain, Lucian memindahkan Andralia ke kamarnya. Dan dia kembali ke kamar Alvart, bertemu dengan Ayahnya.

"Kenapa kau kemari lagi? Istirahatlah. Besok hari pernikahanmu" ucap Kyle setia menunggu dan menjaga Alvart yang masih terpejam.

Lucian tetap masuk ke dalam kamar Alvart, duduk di sofa panjang di sana. "Yang Mulia Andralia tidur di kamarku, Ayah. Aku akan tidur di sini. Jika lelah, bangunan aku, mari bergantian" Lucian mendonggakkan kepalanya ke langit-langit kamar Alvart yang berhias pola awan dengan warna emas dan biru.

"Jangan khawatirkan aku" ucapan terakhir yang Lucian dengar saat matanya mulai terpejam.

...♧♧♧...

Di tempat Andralia.

Aroma menenangkan seperti embun di pagi hari yang menempel di rumput. "Sudah berapa lama aku tidak tidur senyenyak ini?" Andralia memeluk, mencium selimut di dekatnya.

"Rasa tak asing, seperti kenangan masa kecil" batinnya menengelamkan wajahnya pada selimut itu.

"Kenangan masa kecil?" Andralia merasa aneh dengan ucapannya barusan.

"Masa kecil?!" Otaknya langsung tersadar. Kedua matanya terbuka lebar.

Dia berada di ruangan asing. Ruangan yang bahkan belum pernah dia masuki. "Aku dimana?" Matanya berkeliling, sebelum dia turun dari ranjang besar itu sendirian.

Jubah hitam, dengan pin bercorak matahari yang hanya dimiliki oleh satu-satunya Prajurit Erundil, tergantung rapi di dinding. Itu membuat mata Andralia tertusuk saat melihatnya.

"Ini kamar Lucian. Aku harus keluar dari sini. Seenaknya saja memindahku sembarangan!" Celoteh Andralia terburu-buru berjalan ke arah pintu keluar.

Gagang pintu itu sungguh dingin saat tangan Andralia menyentuhnya. Artinya, dia sudah berada lama di kamar ini.

"CKLAK!" Pintu itu tidak bisa dibuka.

"Haaa... Lucian bajingan. BRAK!" Andralia menendang pintu kamar yang ternyata Lucian kunci itu.

Dia mulai mencari Lucian di seluruh penjuru kamar luas Lucian, sampai di kamar mandi, tak juga ada Lucian. Akhirnya, Andralia menyerah. Dia melanjutkan tidurnya, karena sudah terlanjur kesal dengan tingkah Lucian yang mengunci kamarnya.

1
gwramm
ini sihh ceritanya menarik bet aslii🤭💯🔥semmangatt kakk author😾✨
ChiArt_27: terima kasih kak❤️‍🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!