NovelToon NovelToon
Kepincut Musuh Bebuyutan

Kepincut Musuh Bebuyutan

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Kisah cinta masa kecil / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: juyuya

"Awas ya kamu! Kalau aku udah gede nanti, aku bikin kamu melongo sampai iler kamu netes!" teriak Mita.

" Hee… najisss! Ihh! Huekk" Max pura-pura muntah sambil pegang perut.

Maxwel dan Mita adalah musuh bebuyutan dari kecil sayangnya mereka tetangga depan rumah, hal itu membuat mereka sering ribut hampir tiap hari sampai Koh Tion dan Mak Leha capek melerai pertengkaran anak mereka.

Saat ini Maxwel tengah menyelesaikan studi S2 di Singapura. Sementara Mita kini telah menjadi guru di sma 01 Jati Miring, setelah hampir 15 tahun tidak pernah bertemu. Tiba-tiba mereka di pertemukan kembali.

Perlahan hal kecil dalam hidup mereka kembali bertaut, apakah mereka akan kembali menjadi musuh bebuyutan yang selalu ribut seperti masa kecil? Atau justru hidup mereka akan berisi kisah romansa dan komedi yang membawa Max dan Mita ke arah yang lebih manis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juyuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

awal mula

"Kamu ini sebenarnya kenapa sih, Mit? Ada masalah di sekolah?"

Suara Mak Leha terdengar lebih lembut kali ini. Ia meletakkan toples peyek di depan Mita, mencoba meredakan suasana. Mereka duduk lesehan di atas karpet bulu warna coklat tua, televisi di depan mereka menayangkan sinetron Kepincut Musuh Bebuyutan. Ceritanya memang lagi seru-serunya, tapi justru bikin kepala Mita makin pusing.

"Mak, nggak ada sinetron lain apa?"

Mita bertanya ketus, sambil memeluk bantal kecil di pelukannya.

Mak Leha hanya nyengir, tangannya memasukkan peyek ke mulut.

"Kalau nggak mau nonton, ya udah masuk kamar aja, Mit. Mamak suka nih, ceritanya seru!"

Ia menunjuk layar TV penuh semangat.

"Tuh liat, si perempuannya... duh, nggak peka banget, padahal si Wanda itu udah naksir dia dari kecil. Masak iya nggak ngeh?"

Mak Leha terus nyerocos. Matanya tak lepas dari layar, seolah dunia luar tak lagi penting.

"Ih, pengen banget mamak kasih tau si Anita tuh. Kalau mamak punya nomornya, udah mamak SMS sejak episode tiga!"

Mita melirik mamaknya, lalu geleng-geleng sambil menahan tawa.

"Hadeh… kalau ada penghargaan buat pencinta sinetron, Mita yakin deh, rumah kita udah penuh sama pialanya mamak."

Mereka terkekeh kecil bersama. Kadang mamaknya memang bisa bikin kesal, tapi justru itu yang membuat rumah mereka terasa hangat. Bagi Mita, mamaknya bukan sekadar orang tua—beliau adalah sahabat, teman curhat, sekaligus tempat pulang. Sosok yang bisa jadi apa pun dalam hidupnya.

Abah juga begitu, meski lebih pendiam, kehadirannya tetap penting. Mereka berdua adalah kunci kebahagiaan Mita.

Malam itu, udara di Kampung Jati Miring terasa lembab. Sore tadi hujan turun cukup deras.

Mita kini duduk di kursi tamu, laptop ASUS-nya sudah menyala, layar menampilkan beranda tugas yang belum tersentuh. Ia menyeruput energen kacang hijau yang masih hangat, lalu mendesah pelan.

"Ahh… ini baru namanya kenikmatan hakiki," gumamnya dengan mata sedikit merem-melek, menikmati tiap tegukan.

Tatapannya sempat melirik ke luar jendela. Di seberang jalan kecil, terlihat toko besar yang lampunya masih menyala. Tapi bukan tokonya yang membuat matanya mengecil—melainkan sosok yang baru keluar dari dalamnya.

Bibir atas Mita terangkat, membentuk senyum sinis.

"Ck. Kenapa sih harus pulang lagi? Bagus banget tuh kemarin tinggal aja di Singapur. Kalau perlu, sekalian nggak usah balik-balik ke sini!"

Matanya kembali tertuju ke layar laptop. Tapi pikirannya sudah terlempar jauh…

Dua puluh tahun yang lalu...

"Mitaa... sini kamu!!"

Suara Mak Leha menggema dari arah dapur. Ia berdiri di depan tembok rumah, mengenakan daster coklat tua dan jilbab bergo yang agak miring ke kiri, sapu lidi tergenggam erat di tangannya. Raut wajahnya? Serius. Sangat serius. Bahkan kalau bisa melempar Mita pakai tatapan, mungkin Mita udah mental ke langit ketujuh.

Tapi alih-alih menurut, Mita malah lari terbirit-birit, membelah pematang sawah warga. Bajunya basah kuyup habis mandi di sungai. Kaki kecilnya berdebur-debur di tanah becek, meninggalkan jejak seperti anak rusa panik.

"Aduhh, cepetan dong larinya, Sitaaa!" teriak Mita sambil menoleh ke belakang.

"Iya iya, Mitaaa! Aku juga lari, bukan joget!" balas Masyita ngos-ngosan, bajunya juga basah, rambutnya awut-awutan.

"MITAAAA!!"

Teriakan Mak Leha menggema, menggetarkan udara sore. Teman-teman Mita langsung tancap gas, gigi satu. Tidak peduli kaki lecet, kerikil nyangkut, atau napas hampir habis.

"Mita, mamak kamu habis nelan dinosaurus ya?" tanya salah satu temannya dengan napas setengah mati.

"Bukan, dia habis nelan toa masjid!" jawab Mita sambil tertawa geli.

Sekitar sepuluh menit mereka berlari tanpa arah, sampai akhirnya suara Mak Leha menghilang entah ke mana. Mereka pun duduk lesehan di pinggir jalan, di bawah pohon mangga tua yang sudah miring sedikit ke kanan.

"Fyuhh..."

Masyita melirik Mita yang sedang selonjoran sambil menepuk-nepuk betisnya.

"Mit, kamu kapan mulai masuk sekolah SD sih?"

"Gak tau, Sita. Kata mamak, umurku belum cukup," jawab Mita santai. Bocah itu baru empat tahun, tapi gaya bicaranya sudah kayak anak lima setengah.

Masyita berdiri dan menarik tangan Mita.

"Kenapa?" tanya Mita, alisnya naik sebelah.

"Ikut aku, Mit. Aku mau traktir kamu makan mie rebus di warung Mak Isah."

Mata Mita langsung berbinar.

"Wihh! Banyak duit kamu, Sit?"

"Ehem..."

Masyita mengeluarkan uang lima puluh ribu dari saku celananya. Uangnya terbungkus plastik bening, basah tapi aman. Sungguh proper.

"Hehehe... Bapak aku habis jual sawit. Aku dapat bagian sedikit," ucapnya dengan senyum bangga.

Mita langsung berdiri, menepuk pundak sahabatnya.

"Kamu tuh, Sita, sahabat aku yang ter-the-best!"

Ia mengepalkan jempol mungilnya tepat di depan wajah Masyita.

"Yuk, letsgoo~"

Mereka berjalan beriringan di pinggir jalan kampung. Baju setengah kering, badan bau matahari, sendal entah di mana, mungkin nyangkut di lumpur sungai. Dari jauh, penampilan mereka mirip dua bocah jalanan yang lagi ngamen.

Sepuluh menit kemudian, mereka sampai di warung Mak Isah. Etalasenya lebih tinggi dari badan mereka. Keduanya harus jinjit untuk mengintip ke dalam.

"Mak Isaah! Kita mau mie rebus dua, pakai telur yaa!"

teriak Mita penuh semangat, padahal yang punya uang siapa, yang pesan paling lantang siapa.

Mak Isah—perempuan paruh baya dengan rambut pendek dan apron bergaris. tersenyum ramah.

"Okeee, eneng-eneng... duduk dulu ya, mak masakin dulu mienya."

Mereka duduk di kursi kayu pojok, mengobrol sambil menunggu. Suasana tenang, sampai...

Tiiinnn...

Suara klakson mobil mengejutkan semua orang. Sebuah mobil hitam berhenti di depan warung. Empat orang turun, berpakaian rapi dan bersih, jelas bukan orang sini.

Mata Mita langsung tertarik pada sosok perempuan cantik berambut panjang dan kulit seputih susu. Perempuan itu menggandeng seorang bocah laki-laki... Entah kenapa, baru lihat saja, Mita sudah merasa ilfeel. Ada aura bocah nakal menyelimuti anak itu.

"Eh! Ada artiss yaa?!"

teriak Mak Isah sambil nyengir.

Perempuan itu terkekeh sopan.

"Bukan, Bu. Kami baru pindah ke kampung ini."

"Waduh, cantik bener muka Neng. Mak kira artis beneran."

"Hehe, enggak, Bu. Kami mau coba makan di sini, katanya masakannya enak."

Mak Isah langsung tersipu, pipinya merah jambu.

"Aduhh, bisa aja Neng ini. Mari duduk, ya. Mak ambilin menunya dulu."

Perempuan itu mengangguk, mengajak suami dan dua anaknya duduk di kursi tak jauh dari Mita dan Sita. Tapi si bocah laki-laki—Max namanya—tiba-tiba menutup hidung.

"Mamahh..."

"Kenapa, Max?" tanya ibunya.

"Bau apa ini, Mah? Kayak bau ikan mati!"

Kepalanya menoleh ke arah Mita dan Sita yang tengah menikmati mie rebus dengan lahap. Asapnya masih mengepul, aroma micin dan telur semerbak.

Mita menoleh, merasa diperhatikan.

"Ngapain liat-liat?" tanyanya ketus.

"Badan kamu bau ikan mati!" jawab Max sinis.

"Ssttt! Max! Jangan ngomong gitu!"

Ibunya langsung menarik tangan Max, wajahnya memerah.

"Mamah gak pernah ngajarin kamu ngomong kasar, ya!"

"Idihh… mulutnya kayak bakso mercon, pedes banget" gumam Mita. Ia mencium tubuhnya sendiri.

"Masa iya sih bau ikan mati?"

Tiba-tiba wajahnya meringis.

"Huek! Iya ya, bau banget!"

Ia menutup hidung sendiri sambil tertawa.

"Sita, habis ini kita langsung pulang, ya. Aku mau mandi."

Sita mengangguk, tetap santai menyeruput mie. Setelah menghabiskan uang traktiran, mereka kembali ke rumah masing-masing.

Tapi baru sampai di depan rumah, Mita melihat mobil hitam dari warung tadi berhenti... tepat di depan rumahnya.

Bocah laki-laki tadi, turun dari mobil. Tangannya terlipat di dada, sorot matanya menatap Mita penuh sinis.

Mita, tak mau kalah, langsung melotot balik.

"Apa lo!" ucap Mita dalam bisikan penuh ancaman.

Max hanya menyunggingkan senyum smirk, lalu maju beberapa langkah dan berteriak

"Lain kali, kalau mau keluar rumah tuh MANDI dulu!"

Ia menutup hidung lagi.

"Bau banget! Kamu gak pernah mandi yaa?!"

"Ih, enak aja kamu ngomong! Gini‑gini aku banyak yang naksir, loh!"

Mita menegakkan dagu, dada kecilnya membusung penuh percaya diri.

Max cuma ngakak. "Hahahah! Pret! Noh!"

Dia menunjuk dua lubang hidungnya dengan berlebihan. "Muka kamu jelek gitu, mana ada yang mau?" katanya sambil ketawa semakin keras.

Mita mendengus. "Apa kamu bilang?!" suaranya melejit sekejap, mata berbinar marah.

"Sana deh, mandi! Bau banget... pengen muntah aku ngelihatnya. Huekk!"

Max menutup hidungnya dramatis, membuat beberapa tetangga menoleh.

"Max!! Ngapain kamu di situ? Masuk!"

Koh Tion menegur dari dekat pagar, suaranya tegas. Max menunduk, cemberut, lalu berlalu dengan langkah angkuh, meninggalkan Mita yang bergetar menahan emosi.

Mita menatap punggung Max yang menjauh, bibirnya mengeras. Kepala kecilnya dipenuhi rencana balas, bukan soal memukul, tapi soal harga diri. Ia membalas dengan suara tipis tapi penuh ancaman manis.

"Oh ya? Jadi dia tetangga baru, ya? Awas aja, aku bakal usik hidup kamu sampai kita besarr!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!