NovelToon NovelToon
Jati Pengantin Keramat

Jati Pengantin Keramat

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Tumbal
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Septi.sari

Gendhis Banuwati, wanita berusia 20 tahun itu tidak percaya dengan penyakit yang dialami sang Ayah saat ini. Joko Rekso, dinyatakan mengalami gangguan mental, usai menebang 2 pohon jati di ujung desanya.

Hal di luar nalar pun terjadi. Begitu jati itu di tebang, darah segar mengalir dari batangnya.

"KEMBALIKAN TUBUH KAMI KE TEMPAT SEMULA!"

Dalam mimpi itu, Pak Joko diminta untuk mengembalikan kayu yang sudah ia tebang ke tempat semula. Pihak keluarga sempat tak percaya. Mereka hanya menganggap itu layaknya bunga tidur saja.

Akan tetapi, 1 minggu semenjak kejadian itu ... Joko benar-benar mendapat balak atas ulahnya. Ia tetiba menjadi ling lung, bahkan sampai lupa dengan jati dirinya sendiri.

2 teman Pak Joko yang tak lain, Mukti dan Arman ... Mereka juga sama menjadi gila.

Semenjak itu, Gendhis berniat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan tempat yang di juluki dengan TANAH KERAMAT itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jati Keramat 12

Pagi ini, tepatnya pukul 5 pagi, Desa Sendang di gemparkan dengan kepulangan Mukti.

Pukul 5 semua penduduk sudah beraktifitas. Ada yang ke kebun, ada juga yang sedang mencari rumput untuk ternaknya. Meskipun terlihat mencekam, namun penduduk desa sudah terbiasa dengan suasana.

Tubuh tinggi yang tidak terlalu kekar, bewarna kuning langsat, ada tanda lahir di bawah pusar. Tubuh bagian atas itu terpampang jelas, berjalan menampakan wajah bahagia, sambil menyampirkan kaosnya diatas bahu.

"Merdeka! Semua orang harus merdeka!" Pekik Mukti berteriak sendiri. Wajahnya penuh semangat, sambil mengangkat.

Beberapa orang yang melihatnya pun tersentak. "Mukti ... Itu benar Mukti 'kan?" Ucap salah seorang yang kini membawa karung rumput.

"Mukti ... Kamu dari mana saja semalam, ha? Bikin warga desa gempar saja!" Seru pria yang baru saja menuntun kambingnya.

"Hahaha ... Kalian semua harus terbebas! Kalian sebagai rakyat harus mematuhi ucapan saya!" Tawa Mukti melebar, lalu kembali melanjutkan jalanya.

Dua pria yang sempat bertemu Mukti tadi saling tatap. Sorot mata keduanya saling mengisyarat tanya, apa yang terjadi sebenarnya.

Sementara Mukti sendiri, ia kini sudah berhenti di halaman depan rumahnya. "Kepada semua warga tercinta. Mari kita lestarikan budaya negeri kita ini! Jangan sampai kita di bodohi dengan budaya negeri barat!" Teriak Mukti dengan lantangnya.

Karena mendengar suara teriakan dari luar, sementara suara itu tidak asing lagi, hal itu membuat Bu Nikan dan sang Putri bergegas untuk melihat siapa pria tadi.

Tidak hanya Nita dan Ibunya. Para tetangga yang berada di dekat kediaman Mukti pun juga ikut keluar. Dan betapa terkejutnya mereka, saat melihat Mukti sudah berdiri tegap di tengah halaman dengan posisi hormat.

"Ya Allah, Bapak ... Kamu dari mana saja tadi malam?" Bu Niken langsung berlari menghampiri suaminya, dengan tangisan yang sudah menganak.

Nita juga ikut menangis haru. Ia berjalan cepat, dan kini berhenti di depan sang Ayah.

Ssttt!!!

"Tolong jangan ribut! Hormatilah sang merah putih!" Mukti sama sekali tidak menganggap Istri serta Putrinya.

Beberapa orang yang melihat, kini saling tatap juga dengan perubahan sikap Mukti dalam semalam.

"Pak ... Bapak ini kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Jangan bercanda seperti ini, Pak! Ibu sejak semalam memikirkan nasib Bapak." Bu Niken masih menimpali dengan beberapa kalimat, tak peduli wajahnya yang sudah tampak sembab.

Nita yang sudah tak sabar. Ia kini menurunkan paksa lengan Ayahnya. "Pak ... Sadar, Pak! Apa yang terjadi dengan Bapak?!" Pekik Nita tak kalah frustasi.

Segala upaya untuk membujuk Mukti sudah orang-orang lakukan. Namun, tetap saja pria itu masih setia hormat di depan rumahnya. Wajahnya pun tampak sumpringah, karena sejak tadi ia senyam senyum sendiri.

"Mbak Niken, mending panggilkan Mbah Rojo saja! Siapa tahu Mas Mukti terkena gangguan gaib!" Usul tetangga, yang kini tampak mengusap punggung Niken.

Nita sudah tidak tahan, ia langsung bergegas menyambar sepeda tetangganya, untuk ia bawa menuju rumah Mbah Rojo.

Dalam perjalananya itu, air mata seakan tak ingin berhenti dari sumber airnya. Dada Nita terasa nyeri, entah apa yang sebenarnya terjadi dengan sang Ayah.

Rumah Mbah Rojo memang agak jauh. Lagi-lagi Nita harus menyebrang jembatan penghubung rt itu, karena rumah Mbah Rojo berada di timur desa.

Nita menurunkan standar sepedanya. Dengan langkah tegasnya, ia berjalan cepat menuju rumah Mbah Rojo, atau biasa di sebut sesepuh desa.

Tok!! Tok!!!

"Mbah ... Permisi ....!"

Tok!! Tok!!!

Suara ketukan tanpa jeda itu membuat tetangga Mbah Rojo keluar. "Cari siapa, Ta?"

"Mbah Rojo, Mbak! Apa ada di rumah?" Tanyanya menahan cemas.

"Mbah Rojo 'kan sudah 2 minggu ikut cucunya ke Kota, Ta! Memangnya ada apa, kok cemas gitu?" Tetangga Mbah Rojo yang bernama Ifa itu sampai keluar, karena saking penasarannya.

"Itu, Mbak ... Bapak sudah pulang. Tapi Bapak malah kaya orang nggak sadar gitu! Dia teriak-teriak proklamasi terus sejak tadi." Kata Nita saat menatap wanita disebrang.

"Ya syukur kalau sudah ketemu! Semoga saja cepat kembali pulih!" Jawab Wanita tadi.

Nita hanya mengangguk. Ia kembali menarik sepedanya, dan mengayuhnya kembali. Pikiran gadis itu seakan buntu. Kemana lagi ia harus meminta bantuan. Merasa lelah, Nita akhirnya memutuskan untuk pulang.

***

Karena sepedanya tertinggal di Toko, jadi pagi ini Gendhis mau tidak mau berangkat naik sepeda milik Ayahnya. Keadaan Pak Joko semakin hari semakin memburuk. Dan hanya di kamarnya lah, pria itu menghabiskan hari-harinya.

Seperti biasa, Gendhis akan mengambil kunci Toko terlebih dulu. Baru saja ia akan berjalan masuk, namun Nandaka sudah keluar terlebih dahulu.

Kemeja batik panjang bewarna biru, yang dipadukan celana hitam. Tak lupa identitas nama yang tergantung disisi depan. Serta sepatu hitam mengkilap itu. Nandaka semakin terlihat bertambah tampan, dan berwibawa.

Pria tampan itu tersenyum hangat, "Ndis ... Nanti sekalian saya anterin ke Toko, ya! Ini kuncinya sudah saya bawa."

"Saya bawa sepeda saja, Mas! Kalau kunci sudah Mas Nanda bawa ... Saya duluan saja!" Jawab acuh Gendhis.

Namun belum sampai ia menaiki sepedanya, lenganya langsung di tahan oleh Nanda. "Saya mohon! Sepedamu juga masih ada di Toko. Biar nanti kamu dapat mengambilnya." Bujuk Nanda.

Gendhis masih merasa sakit hati perihal kejadian waktu lalu itu. Namun, ucapan Nanda ada benarnya. Sepedanya juga tertinggal. Dengan berat hati, Gendhis menitipkan sepeda itu di warung dekat gapura.

"Titip ya, Mbak!" Ucap Nandaka.

Meskipun agak terkejut melihat kedekatan dua orang itu, penjaga warung hanya mengangguk lemah. Sorot matanya masih menatap jauh, meskipun Nandaka sudah membawa Gendhis melaju dengan motornya.

"Apa Pak Lurah tahu kedekatan Putranya dengan Gendhis?" Tanya Mbak Sarti pada salah satu pembelinya.

"Kayaknya mereka diam-diam, Mbak! Nyatanya, sepedanya Gendhis saja di titipkan ke sini. Kan bisa sejak tadi di titipkan di rumahnya Lurah!" Jawab seorang pemuda sambil menyeruput kopinya.

Sementara dua muda mudi itu, mereka sejak tadi hanya saling diam, hingga membuat suasana terasa hening. Gendhis bahkan tidak berpegangan pada pinggang Nanda seperti biasanya. Dan hal itu membuat Nanda semakin bingung, apa yang sebenarnya terjadi dengan sang pujaan.

"Ndis ... Apa saya berbuat salah? Sejak kemarin kamu menghindar terus?" Tanya Nanda sambil menaikan kaca helmnya.

"Pas di pasar, Gendhis melihat Mas Nanda boncengi wanita lain! Mana pada saat itu Mas Nanda nggak ngelihatin Gendhis pula! Mas Nanda sudah nggak suka Gendhis lagi, ya?" Wajah Gendhis menekuk, bahkan bibirnya mengkerucut gemas.

Nanda seakan kembali di ingatkan dengan sosok Hantu Garini. Ia juga bingung harus menjelaskan seperti apa. Namun, Nanda juga tidak ingin melihat sang pujaan terus berpikir negatif.

Ckitt!!!

Gendhis tersentak. Wajahnya menoleh, "Loh, kok berhenti disini, Mas? Apa Mas Nanda merasa tersinggung, Gendhis membahas wanita itu."

Nanda malah tersenyum. Ia melepas helmnya sejenak. Selanjutnya ia duduk menyamai duduknya Gendhis. "Ndis ... Kamu percaya tidak dengan hal gaib?" Nanda menoleh.

"Maksud Mas Nanda apa? Gendhis nggak paham!"Gendhis menggelengkan kepala cepat, menatap pria di sebelahnya dengan mengernyit.

Nandaka menarik nafas dalam. Ia mulai menceritakan semuanya kepada sang pujaan, tentang siapa Hantu Garini.

*

*

Maaf ya kak, updatenya telat🙏 sudah septi kasih dua bab sekaligus. Yang bab 13 tayang jam 3 sore❤

1
Lucas
seru banget lo ceritanya
Septi.sari: Kak terimaaksih🙏❤❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!