NovelToon NovelToon
Sang Pianis Hujan

Sang Pianis Hujan

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Rebirth For Love / Idola sekolah / Tamat
Popularitas:600
Nilai: 5
Nama Author: Miss Anonimity

Namanya Freyanashifa Arunika, gadis SMA yang cerdas namun rapuh secara emosional. Ia sering duduk di dekat jendela kafe tua, mendengarkan seorang pianis jalanan bermain sambil hujan turun. Di setiap senja yang basah, Freya akan duduk sendirian di pojok kafe, menatap ke luar jendela. Di seberang jalan, seorang pianis tua bermain di bawah payung. Jemari hujan menari di kaca, menekan window seolah ikut bermain dalam melodi.

Freya jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Shani-seseorang yang tampak dewasa, tenang, dan selalu penuh pengertian. Namun, perasaan itu tak berjalan mulus. Shani tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan mereka.

Freya mengalami momen emosional saat kembali ke kafe itu. Hujan kembali turun, dan pianis tua memainkan lagu yang pelan, seperti Chopin-sebuah lagu perpisahan yang seolah menelanjangi luka hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 12 : Satu Pesan Dimalam Yang Sepi

Setelah makan siang, kelas kembali berjalan seperti biasa. Tapi atmosfernya tidak benar-benar pulih. Semua orang tahu, sesuatu sudah berubah hari itu. Freya duduk di tempatnya, mendengarkan penjelasan guru yang bahkan tidak benar-benar masuk ke telinganya. Pandangannya kosong, pikirannya melayang-bukan pada materi, tapi pada Shani. Ada sesuatu yang tak bisa ia pahami dari cara pemuda itu menatapnya tadi. Sesuatu yang membuat perasaannya terasa berat.

Saat jam pelajaran selesai, Azizi langsung berkemas. "Frey, kamu pulang bareng aku nggak?" tanyanya sambil menyampirkan tas ke bahu.

Freya menggeleng pelan. "Aku mau ke ruang musik dulu."

"Sendiri?" Tanya Azizi.

"Iya, hanya sebentar."

Azizi tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk. "Oke. Jangan lama-lama ya."

...***...

Ruang musik kosong, Lampunya redup. Freya duduk di depan piano tua di pojok ruangan. Ia menekan beberapa tuts, lalu berhenti. Suara hujan terdengar samar dari jendela yang sedikit terbuka. Ia menghela napas. Lalu, tanpa banyak pertimbangan, mulai bermain. Sebuah melodi pelan mengalun. Irama lembut itu seolah menjadi tempat paling aman untuk menyembunyikan pikirannya. Di sela nada-nada itu, ia menyelipkan perasaan yang tak bisa diucapkan. Rasa takut, Marah, dan Bingung. Freya tidak tahu sejak kapan, tapi akhir-akhir ini, hatinya mulai berbeda saat melihat Shani. Bukan hanya rasa peduli biasa. Bukan juga semata-mata karena rasa kasihan. Ia tak tahu apa namanya. Tapi ia tahu betul-bahwa ada yang mulai tumbuh diam-diam di antara kesunyian mereka.

Suara langkah kaki terdengar di balik pintu, Freya berhenti bermain. Pintu terbuka perlahan, dan Shani berdiri di sana. Masih dengan hoodie abu-abu yang sama, dan raut wajah yang sedikit lebih murung dari sebelumnya.

"Kau di sini rupanya," ucap Shani lirih. "Aku dengar suara pianonya dari lorong."

Freya mengangguk kecil. "Aku hanya... menenangkan diri."

Shani masuk, duduk di kursi sebelahnya. Ada jeda panjang. Hujan tetap turun. Suara tetesan air menabrak genteng seperti pengiring sunyi percakapan mereka.

"Frey..." suara Shani pelan, hampir seperti gumaman.

"Hm?"

"Apa menurutmu aku orang yang jahat... kalau aku menyimpan sesuatu dari orang yang mempercayaiku?"

Freya menoleh perlahan. "Itu tergantung, kau menyimpannya karena takut kehilangan, atau karena memang ingin menghancurkan?" Shani menggigit bibir bawahnya. Tak langsung menjawab.

"Kadang kita menyimpan rahasia bukan karena ingin menipu," lanjut Freya, "Tapi karena kita tahu... kejujuran tidak selalu membuat segalanya menjadi lebih baik."

Shani menunduk, bahunya gemetar sedikit. "Aku takut... aku benar-benar takut."

Freya mengangkat tangannya. Pelan, ia menyentuh punggung tangan Shani yang masih diperban. "Kalau kau takut... jangan jalan sendiri." Shani menatap Freya. Mata mereka bertemu.

"Aku ingin percaya padamu, Shani."

Shani nyaris tak sanggup menahan air matanya, tapi ia tahan. Ia hanya mengangguk kecil, lalu berdiri. "Terima kasih... Aku pulang duluan, ya."

"Shani." Seru Freya. Shani berhenti.

"Apa pun yang kau sembunyikan... aku akan tetap berada di sini." Lanjutnya. Shani tidak menjawab, tapi langkahnya lebih pelan ketika ia pergi.

...***...

Sore itu, Freya berjalan sendirian di koridor sekolah yang mulai sepi. Gerimis sudah reda, tapi tanah masih basah dan udara masih lembap. Di tangannya, ia memegang ponselnya. Ada satu notifikasi baru-dari nomor anonim.

'Kau percaya pada Shani? Sebaiknya jangan. Dia bagian dari semua ini.'

Freya menatap layar ponselnya dalam diam. Sedikit tertegun sekaligus penasaran. Siapa gerangan yang mengirimkan notifikasi ini padanya? Freya menatap langit yang mulai berubah warna. Hujan memang telah berhenti, tapi langit belum benar-benar jernih.

...***...

Malam harinya, Azizi sengaja menginap di rumah Freya, sekedar untuk menemaninya. Hal tersebut sudah menjadi rutinitas baginya ketika dia ingin. Orang tuanya sendiri tidak melarang, karena memang keluarga Freya dan Keluarga Azizi, telah berteman sejak mereka masih balita.

Setelah makan malam, Freya dan Azizi menghabiskan waktu di kamar Freya. Hal yang normal untuk gadis remaja seusia mereka. Freya menunjukan notifikasi yang dia terima tadi sore pada Azizi. Ekspresi Azizi tidak kalah penasaran darinya.

"Orang iseng mungkin..." Ucap Azizi.

"Tapi...aku merasa kalau notifikasi ini ada hubungannya dengan Shani." Balas Freya.

"Dia bagian dari ini semua" Ucap Azizi membaca sepotong pesan Notifikasi. "Bagian dari ini semua maksudnya...kasus Gracia yang hamil?" Terkanya, menampilkan ekspresi berfikir.

"Maksudmu Shani yang menghamili Gracia?" Tanya Freya menoleh.

"Menurutku-tidak mungkin. Shani sering menolak Gracia berkali-kali. Kita semua tau itu. Gracia itu sering pergi ke Club, kan. Bisa saja dia dihamili oleh pria di dalam Club itu." Ujar Azizi, mengutarakan kesimpulan yang dia pikirkan.

Freya mendengarkan Azizi tanpa menyela. Ia menatap langit-langit kamarnya yang diterangi cahaya temaram lampu tidur. Suara hujan sudah tidak terdengar lagi di luar, tapi perasaan tak nyaman masih menggantung di dalam dadanya. "Tapi kenapa dia terlihat seperti menanggung semuanya sendirian?" gumam Freya, pelan.

Azizi ikut terdiam. Ia tahu persis Freya bukan tipe yang mudah menyimpulkan sesuatu tanpa alasan. Dan jika Freya mulai curiga atau cemas, pasti ada sesuatu yang cukup dalam yang mengusik batinnya. "Kalau kamu ragu, kenapa nggak langsung tanya aja ke dia?" usul Azizi.

Freya menoleh. "Karena aku takut jawabannya justru lebih menyakitkan dari pada diamnya sekarang."

Azizi menatap Freya dengan lembut. "Tapi diam juga bisa jadi bentuk pengkhianatan, kalau terlalu lama." Freya menarik napas dalam-dalam. Ia tahu Azizi benar.

Sementara itu, di tempat lain, Shani berdiri sendiri di balkon lantai dua rumahnya. Tangannya menggenggam ponsel erat. Dia sempat ragu, tapi akhirnya mulai mengetik sesuatu, lalu menekan tombol kirim yang di tujukan pada seseorang.

Freya yang tengah merebahkan tubuhnya, berusaha untuk terlelap lebih cepat, sementara Azizi berada di kamar mandi. Saat matanya terpejam, sebuah notifikasi berbunyi dari handphone-nya. Freya mengulurkan tangan, kemudian melihat siapa pengirimnya. Dia sempat curiga, kalau-kalau pengirim misterius tadi sore yang mengiriminya notifikasi. Tapi dugaan tersebut langsung sirna, ketika Freya membaca nama Shani di sana.

'Maaf mengganggu waktu malammu, Freya. Ada yang ingin aku bicarakan. Bisa kita bertemu di taman dekat rumahmu?'

Freya langsung tercekat, Azizi baru keluar dari kamar mandi dengan wajah basah, menatap heran pada sahabatnya. "Ada apa?"

"Shani ingin bertemu denganku, di taman dekat sini." Ujar Freya.

"Malam-malam begini?"

"Ya, aku tidak tau apa yang ingin dia katakan."

"Mau kutemani?" Tawar Azizi.

"Tidak perlu, aku tidak enak dengannya jika kau ikut." Tolak Freya.

"Baiklah, tapi jangan malam-malam. Jika sesuatu terjadi padamu, dia orang pertama yang akan aku cari." Ujar Azizi setengah mengancam.

"Iya, aku tidak akan lama. Aku pergi dulu, ya." Pamit Freya. Ia mengenakan setelan sederhana tapi terlihat elegan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!